19. Sebuah kebenaran

45.5K 1.8K 5
                                    

Sera duduk di kursi balkon kamar Stevan, hari sudah menjelang malam tetapi Sera masih betah duduk sendiri di balkon.

Matanya menatap matahari yang mulai tenggelam, pikirannya tertuju pada kehidupannya yang banyak kejutan.

"Nona sebaiknya masuk karena udara semakin dingin." Kata bibi Mety yang menghampiri Sera.

Sera menoleh lalu beranjak dari sana mengikuti arahan bibi Mety. Sera terlihat pendiam membuat bibi Mety merasa cemas.

"Nona ingin sesuatu?" Tanya bibi Mety.

Sera menggelengkan kepalanya pelan "Kak Stev belum pulang?" Tanya Sera.

Bibi Mety menggelengkan kepalanya "Belum nona, mungkin tuan masih ada urusan pekerjaan." Jawab bibi Mety membuat Sera menghembuskan nafasnya pelan.

"Sera mau mandi, bibi siapkan makan malam aja buat kak Stev." Kata Sera yang diangguki bibi Mety.

Bibi Mety menatap Sera miris, ia mendengar jika Sera baru saja kehilangan ayahnya. Bibi Mety selalu berdoa agar Sera bisa merasakan bahagia.

**

Sera menidurkan dirinya diatas ranjang, ia belum makan malam karena merasa tak nafsu makan. Stevan belum pulang juga entah kemana pria itu.

Sera juga tak melihat Caroline ada disini, apakah mereka pergi bersama? Pikir Sera miris.

Pintu kamar terbuka membuat Sera segera membalikkan tubuhnya, menatap Stevan yang memasuki kamar.

Sera bangun dari tidurnya, duduk bersandar di sandaran ranjang menatap Stevan yang terlihat lelah.

"Kak Stev.." Belum sempat Sera menyelesaikan perkataannya, Stevan sudah melemparkan map hitam pada Sera membuat Sera terkejut.

Sera menatap map itu bingung lalu kembali menatap Stevan yang sedang membuka kemejanya sendiri.

Stevan berjalan memasuki kamar mandi, meninggalkan Sera yang masih dilanda kebingungan.
Sera membuka map itu yang berisi beberapa dokumen serta foto.

Membaca dokumen itu perlahan, raut wajahnya terlihat syok, nafas Sera memburu menatap foto yang ada di tangannya. Berkas kasus pembunuhan ayahnya?

Sera membaca berkas pelaku dan melihat foto bukti senjata dan foto pelaku yang sangat familier baginya.
Paman Anton? Pikir Sera syok karena merasa tak percaya jika teman ayahnya sendiri yang membunuh ayahnya?

Hati Sera berdenyut sakit saat membaca motif pembunuhan itu yang mengatakan jika paman Anton sangat membenci ayahnya karena berhutang banyak padanya.

Sera ingat, paman Anton adalah teman ayahnya yang sangat dekat dan selalu membantu keluarga mereka. Tetapi kenyataannya? Paman Anton membunuh ayahnya.

Tangan Sera bergetar ia merasa tubuhnya lemas. Ia tak percaya jika pembunuh ayahnya adalah orang yang selalu membantunya.

Stevan keluar kamar mandi hanya dengan memakai handuk yang melilit di pinggangnya. Menatap Sera yang terlihat syok.

Sebenarnya Stevan sudah menduga ini jika pelaku pembunuh ayah Sera adalah orang terdekat.

"Kak Stev sekarang dimana paman Anton?" Tanya Sera bergetar karena masih tak percaya ini.

"Mati." Jawab Stevan dengan santainya sembari menaiki ranjang. Melempar berkas yang ada di pangkuan Sera ke lantai.

Sera menatap Stevan terkejut "Mati?" Gumam Sera tak percaya.

Stevan menarik Sera agar telentang, menaiki tubuh Sera dengan santainya. Stevan tak peduli jika Sera masih berada dalam keadaan berduka, karena sekarang Stevan tak mampu menahan hasrat jika didekat Sera.

"Gua yang bunuh." Kata Stevan tersenyum iblis tak memperdulikan keterkejutan Sera. Ia sudah menyerang Sera, melampiaskan hasratnya yang terpendam.

CRAZY STEV! [21+] ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang