22. Malam yang indah

65.8K 1.7K 11
                                    

Sudah satu minggu Sera tinggal di rumah ayah Stevan, ia benar-benar sangat canggung. Sampai saat ini Sera tak tahu apakah Stevan akan menikah dengan Caroline atau tidak?

Sera menyantap makanan Italia yang kurang pas di lidahnya, Sera ingin berkata pada Stevan jika ia tak begitu menyukai makanan Italia. Tetapi Sera tak berani mengatakan itu.

Stevan terlihat santai makan dengan ayahnya, tak menyadari jika Sera merasa tak nyaman.

"Kau akan pergi hari ini?" Tanya Sergio pada Stevan.

Stevan menganggukkan kepalanya, tak menyadari jika Sergio yang terlihat tak suka jika Stevan akan pergi dari sini.

"Kenapa? Urusanmu di Milan masih panjang." Tanya Sergio heran.

"Dia tidak betah disini." Jawab Stevan dengan santainya sembari menunjuk Sera dengan dagunya.

Sera seketika menatap Stevan, jadi Stevan merasakan jika Sera merasa tak betah tinggal disini?

Sera menggigit bibir bawahnya pelan, kenapa Stevan harus mengatakan itu di depan ayahnya sendiri?

"Kenapa kau tidak betah tinggal disini?" Tanya Sergio menatap Sera.

Sera seketika terdiam gugup, Sergio tak menatapnya tajam tetapi entah kenapa Sera merasa terintimidasi oleh tatapan pria paruh baya itu.

Lama Sera terdiam karena ia sungguh tak tahu harus menjawab apa, sebenarnya Sera tak nyaman karena tinggal disini dengan statusnya yang hanya sebagai sekretaris Stevan apalagi mereka tidur dikamar yang sama. Sera takut ayah Stevan berpikir macam-macam, walaupun kenyataannya memang begitu.

Sungguh Sera hanya tak nyaman karena itu, ayah Stevan memang berpikiran western tak mempermasalahkan anaknya yang tidur dengan wanita yang belum jelas statusnya. Tetapi Sera benar-benar tak nyaman dengan itu.

"Ayah." Tegur Stevan karena Sergio terus memperhatikan Sera yang terdiam kaku.

Sergio mendengus menatap Stevan kesal "Kau cemburu pada ayah?" Tanyanya tak percaya membuat Sera pun seketika menatap Stevan.

Stevan cemburu? Pikir Sera tak percaya.

Stevan tak menjawab, ia menatap Sera datar "Habiskan." Perintahnya yang membuat Sera seketika menghabiskan makanannya.

Sergio menghela nafas pelan, Stevan begitu otoriter. Apakah didikannya sangat keras jadi membuat Stevan seperti itu?

**

"Kita kemana?" Tanya Sera saat sudah berada di perjalanan dengan Stevan.

"Penthouse." Jawab Stevan sembari menatap ipad di tangannya.

Sera menggembungkan pipinya, ia tak tahu penthouse siapa yang akan mereka tuju.

Sera menatap keluar jendela mobil, kota Milan itu indah namun sayang Sera tak bebas jalan-jalan kesana kemari karena terus dikurung Stevan.
Sampai mobil yang mereka tumpangi melewati Katedral Milan membuat Sera terkagum. Itu adalah tempat yang ingin Sera kunjungi saat kembali ke Italia.

Sera tersenyum walaupun hanya melihatnya ia sudah bahagia, Sera ingin berkata jika Sera ingin mengunjungi Katedral Milan. Tetapi sepertinya Stevan begitu sibuk saat ini.

Beberapa saat kemudian mereka sampai di bangunan penthouse yang sangat tinggi. Sera dibuat terkagum oleh penthouse ini, sangat tinggi dan terlihat mewah.

Stevan membawa Sera masuk ke dalam gedung, menuju lantai paling atas di gedung ini.

Ini adalah aset peninggalan kakeknya, yang sekarang dikelola oleh orang kepercayaan Stevan disini.

**

"Kakk.." Erang Sera meremas punggung Stevan yang berada diatas tubuhnya.

Bibirnya kembali diserang Stevan yang masih memompa organ intimnya kuat.

Stevan mengelus punggung mulus Sera, mencium bibir Sera penuh nafsu sembari menggerakkan dirinya cepat saat merasa akan mencapai pelepasannya lagi.

Sera melepas ciumannya seketika mengerang panjang saat pelepasannya kembali terulang. Meremas rambut belakang Stevan yang sedang menggigit lehernya.

Sera memejamkan matanya, permainan kasar Stevan memang sudah bisa diterima tubuhnya dan membuat Sera merasa terbiasa.

Suara penyatuan mereka terdengar mengiringi deru nafas mereka yang memburu, bercinta di atas ranjang yang tepat disisi jendela besar memang mempunyai kesan tersendiri karena bisa sembari melihat pemandangan kota malam hari ini yang terlihat indah.

"Aaahhhhh..." Erang Sera bersamaan dengan Stevan yang menggeram menyemburkan benihnya ke dalam milik Sera.

Nafas mereka memburu satu sama lain, Sera memejamkan matanya merasa semburan hangat kembali memenuhi dirinya. Ini sudah kesekian kalinya tetapi Stevan masih belum puas dan terus menginginkannya lagi.

Sera sudah terlihat kelelahan melayani nafsu Stevan, Sera harap Stevan menyudahinya sekarang juga.
Setelah merasa cairannya sudah keluar semua, Stevan mencabut miliknya perlahan. Menggulingkan dirinya ke sebelah Sera yang terlihat kelelahan.

Sera menidurkan kepalanya di dada bidang Stevan, ini kebiasaannya saat sedang lelah. Kegiatan panas ini memang sangat menguras tenaganya, apalagi Stevan yang susah ditebak kapan berhentinya.

Stevan menarik selimut yang tergulung kakinya untuk menutupi tubuh mereka berdua. Stevan tak mau jika ada orang yang melihat tubuh Sera dari kejauhan.
Sera seketika membuka matanya menatap keluar jendela yang terlihat indah. Pemandangan kota Milan di malam hari benar-benar memanjakan mata. Sera rasa lelahnya hilang begitu saja.

"Kak Stev lihat pemandangannya, cantik." Kata Sera antusias.

Stevan hanya bergumam, menahan Sera yang akan bergeser darinya. Stevan tak mau selimut Sera melorot dan memperlihatkan payudara Sera.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
CRAZY STEV! [21+] ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang