Dungeon Rank-E

5 1 0
                                    

*Ting, ting, slash...*

Suara denting pedang dan tebasan bisa terdengar dari dalam dungeon.

"Flame! "

Ardelia menembakkan bola api-nya ke arah beberapa skeleton. Membakar dan membuat mereka menjadi abu.

Aku menebas skeleton yang datang dari arah kiri ku menggunakan pedang. Melemparkan sebuah belati untuk skeleton yang mendekat dari sebelah kanan. Kedua skeleton itu menjadi debu. Meninggalkan batu sihir.

Aku dan Ardelia segera menghabisi skeleton-skeleton lain yang datang menghampiri kami.

"Huh... Itu cukup banyak. " Aku memandangi batu sihir yang tergeletak di tanah.

"Ya kau benar. Padahal kita baru masuk selama beberapa menit. " Ardelia juga memandangi batu sihir itu.

Aku berjalan mengambil belati yang ku lempar sebelumnya. Menyimpannya ke dalam cincin.

"Sekarang saatnya mengumpulkan batu... Ah, aku benci pekerjaan ini. " Aku mulai mengambil batu sihir di tanah satu persatu.

Tiba-tiba seluruh batu sihir yang tergeletak di tanah terlihat melayang. Terbang ke arah Ardelia. Seluruh batu sihir itu terkumpul dengan cepat. Melayang-layang di dekat Ardelia.

"Sihir." Ardelia memasang senyum kemenangan.

"Aku menyukai mu. " Aku tersenyum senang di balik topeng ku. Dengan begini  tidak ada lagi pekerjaan memungut batu sihir.

Ardelia memasukkan batu-batu sihir itu ke dalam cincin penyimpanan-nya.

"Mari kita lanjut. "

Aku dan Ardelia kembali berjalan di dalam dungeon. Pergi menaklukkan dungeon rank-E.

***
Aku dan Ardelia terus berjalan di dalam dungeon. Sesekali mengalahkan monster yang mendatangi kami.

"Sepertinya dungeon ini khusus untuk undead. " Aku menduga-duga. Melepaskan topeng ku. Menyimpannya ke dalam cincin.

"Mungkin... Dan kenapa cara jalan mu terlihat sedikit aneh? " Ardelia bertanya.

"Oh ini? Ya, kau tahu, saat melawan Goblin King aku sadar bahwa langkah kaki ku terlalu berisik. Jadi aku mencoba berlatih melangkah tanpa suara. " Aku menjelaskan.

"Kalau begitu bisakah kau setidaknya simpan pisau itu? Aku merasa seperti kau akan menikam ku dari belakang. " Ardelia kembali bertanya.

Memang benar bahwa sejak tadi aku memainkan pisau di tangan ku. Alasannya adalah...

"Kau tahu, aku bisa merasakannya saat melawan Goblin King, bahwa jari-jari ku terlalu kaku. Oleh sebab itu aku melakukan ini. Supaya jari ku elastis. " Aku menunjukkan pisau di tangan ku.

"Dan juga bagaimana aku bisa menusuk mu dari belakang jika kau yang berada di belakang ku... Sini ke sebelah ku! " Aku menyuruh Ardelia berjalan di sebelah ku.

"Tidak mau. Aku takut terkena pisau mu. " Ardelia menolak. Dia memilih berjalan di belakang ku dengan jarak beberapa meter.

Ya sudah kalau begitu. Aku tetap jalan sambil memainkan pisau di tangan ku.

*Cut... Tang, tang, tang... *

Aku secara tidak sengaja menggores jari ku. Membuat pisau ku jatuh ke tanah.

"Aw, itu menyakitkan. " Aku memasukan jari yang terkena luka gores itu ke dalam mulutku.

"Ardelia... Bisakah kau menyembuhkan ku? " Aku meminta Ardelia untuk menggunakan sihir penyembuhan pada ku.

Adam, The Hero ChallengerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang