1 Vs 1

4 1 0
                                    

Ardelia jatuh tak sadarkan diri, sedangkan di sisi lain ruangan aku tertunduk babak belur.

Lich itu berdiri tegap di tengah ruangan. Tidak ada sedikitpun luka gores pada dirinya.

"Hehehe... Lumayan. Tapi belum seberapa jika di bandingkan dengan goblin king. " Aku memaksakan diriku untuk berdiri. Jika aku juga pingsan disini makan bisa di pastikan kami berdua akan tewas.

"Ardelia! Apakah kau masih bangun?! " Aku berteriak supaya suaraku bisa mencapai Ardelia.

"... "

Sunyi. Tidak ada reaksi dari Ardelia.

Kuharap kau hanya tak sadarkan diri. Aku memandang lich itu. Mengalihkan pandangan ku ke gelang yang terpasang di tangan ku.

"Berat gelang ini bisa mencapai hingga satu ton. "

Aku mengingat kalimat yang di katakan si pedagang sebelumnya.

Sebuah ide muncul di otak ku.

Aku segera melepaskan gelang pemberat dari tangan dan kaki ku. Menyimpannya kedalam cincin penyimpanan ku yang kosong.

Aku mengambil nafas dalam-dalam..

*Slash! *

Tiba-tiba sebuah gelombang tebasan berada di hadapan ku. Aku segera menunduk dengan cepat.

*Bam! *

Tebasan itu mengenai dinding yang tepat berada di belakang ku.

Aku segera berlari ke arah lich itu dengan kencang. Tangan dan kaki ku terasa ringan. Tidak ada lagi beban tambahan seberat 20 kilogram dari gelang pemberat.

Aku mengeluarkan pedang ku. Menebaskan-nya ke arah lich itu.

*Ting! *

Lich itu lagi-lagi menangkis tebasan ku menggunakan pelindung sihir.

Aku melompat ke samping. Menebaskan pedang ku sekali lagi.

*Ting! *

Lagi-lagi lich itu mampu menangkisnya menggunakan pelindung sihir miliknya.

Aku terus melompat-lompat ke sisi samping lich itu. Menebaskan pedang ku. Berusaha mencari celah.

*Ting! Ting! Ting!... *

Tapi lich itu selalu bisa menangkis pedang ku menggunakan pelindung sihir dari tongkat sihir miliknya.

Aku melompat mundur sejauh 5 meter. Menyimpan pedang ku ke dalam cincin.

Lich itu menembakkan bola sihir hitam dari tongkat sihir miliknya.

Aku menunduk dan segera berlari mendekati lich itu.

Meluncur menggunakan lutut ku sebagai tumpuan. Pergi ke sisi belakang lich itu.

Aku segera mengeluarkan pedang ku dan mengayunkannya dengan sekuat tenaga.

*Ting! *

Lich itu tidak sempat mengerahkan tongkat sihirnya. Sehingga kali ini dia menangkis tebasan ku menggunakan pedang hitam di tangan kanan miliknya. Dan kondisi saat inilah yang ku nanti-nantikan.

Aku menyimpan pedang ku ke dalam cincin penyimpanan. Membuat pedang lich itu mengenai tanah dan membuatnya kehilangan keseimbangan. Pada saat itulah aku dengan cepat mengeluarkan gelang pemberat dari cincin ku, dan segera memasangkannya ke tangan kiri lich itu.

Lich itu mengayunkan pedangnya ke arah ku saat aku masih menggenggam tangan kirinya.

Aku segera menunduk. Mengeluarkan gelang lain dan memasangkannya ke tangan kiri lich itu lagi.

Adam, The Hero ChallengerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang