Setelah pertempuran

4 1 0
                                    

Pemimpin anggota Golden Rider segera membawa tubuh ku yang sekarat ke dalam rumah kepala desa.

"Letakkan dia di sana! "

Orang itu segera meletakkan ku di atas kasur dengan hati-hati.

"Minggir! " Ardelia segera mendekati ku. Dia memeriksa kondisi seluruh tubuh ku.

Air mata mengalir dari mata Ardelia begitu dia melihat kondisi tubuh ku. Dia mulai menggunakan sihirnya untuk mengobati ku. Dia berusaha sekuat tenaga untuk menyembuhkan ku.

Ardelia mengobati ku dengan air mata yang masih mengalir.

***
Cahaya matahari bersinar menembus ventilasi rumah. Menyorot mata ku secara langsung. Membuat ku membuka mata ku perlahan-lahan. Aku terbangun dari tidur ku.

Aku mengangkat badan ku perlahan-lahan.

"Ugh. "

Seluruh badan ku terasa sakit. Sebaiknya aku kembali berbaring saja. Aku membaringkan badan ku kembali ke kasur.

*Pyun.*

Aku merasa ada sesuatu yang kenyal di pipi ku. Aku melihat ke arah benda apa yang ku sentuh.

"Ardelia... "

Aku melihat Ardelia yang tidur di sebelah kasur. Kepalanya bersandar di kasur ku. Aku bisa melihat sedikit air liurnya mengenai kasur. Dan apa yang aku sentuh sebelumnya adalah pipi Ardelia.

Pipi perempuan ternyata bisa se-kenyal itu ya. Aku melihat tangan ku. Sensasi itu benar-benar menyenangkan.

Aku mengerakkan tangan ku. Menyentuh pipi kenyal Ardelia. Aku terus mencubit-cubit pipi Ardelia. Gawat! Aku kecanduan. Aku berusaha menghentikan tindakan ku. Tapi tidak berguna, aku tetap mencubit-cubit pipi Ardelia.

"Umh... "

Ardelia terlihat terganggu karena aku terus mencubit-cubit pipinya. Aku segera menarik tangan ku. Berpura-pura tidur.

Ardelia terbangun. Dia membuka kedua matanya. Melihat ku yang sedang berpura-pura.

"Jadi bahkan kau masih belum bangun hingga hari ini. " Ardelia merapikan rambut ku. Mengeluarkan sihir penyembuhan untuk ku.

Badan ku terasa jauh lebih baik dari sebelumnya.

*Tok! Tok! Tok! *

Pintu kamar terdengar di ketuk dari luar.

"Masuk! " Ardelia menghentikan sihirnya. Menyuruh orang yang mengetuk pintu masuk.

Orang itu segera masuk ke dalam kamar. Orang itu adalah kepala desa.

"Ardelia, makan siang sudah siap. " Kepala desa memberi tahu Ardelia.

"Iya. Aku akan segera menyusul. " Ardelia menjawab dengan murung.

"Apakah dia masih belum juga bangun? " Kepala desa bertanya.

"Belum. " Ardelia menggelengkan kepalanya.

"Begitu... Cepatlah makan! Jika tidak kau akan tidak sadarkan diri, sama seperti dia. " Kepala desa mengeluarkan sedikit candaan.

"Iya, aku akan segera makan. " Ardelia menjawab dengan sedikit lebih ceria kali ini.

"Makanan itu... Bolehkah aku juga mendapatkan beberapa? " Aku berbicara dari belakang mereka. Tetap di atas kasur.

Mereka berdua segera memandang ku dengan terkejut.

"Adalin... "

Ardelia berjalan mendekati ku. Seluruh tubuhnya terlihat bergetar. Dia terus berjalan ke arah ku perlahan-lahan, selangkah demi selangkah. Air mata terlihat mulai mengalir dari matanya. Dia memeluk ku erat-erat. Menangis sejadi-jadinya di dalam pelukan ku.

Adam, The Hero ChallengerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang