*Slash.*
Aku menebas seekor skeleton dengan pedang hitam di tangan ku.
*Wosh... *
Ardelia menembakkan sihir api ke arah segerombolan skeleton menggunakan tongkat hitam di tangannya.
Skeleton yang di bunuh oleh Ardelia adalah skeleton terakhir. Sudah tidak ada skeleton lain di lantai ini.
"Huh... Pedang ini lumayan juga. " Aku menebas-nebaskan pedang baru ku ke udara kosong.
"Tongkat sihir ini biasa saja. Dan justru cukup berat. " Ardelia memprotes tongkat sihir di tangannya.
"Apa yang akan kau lakukan dengannya kalau begitu? " Aku menanyai Ardelia.
"Ku jual mungkin. " Ardelia memberi tahu ku rencananya.
"Sebaiknya simpan saja dulu. Kau sedang tidak kekurangan uang, kan? " Aku memberi Ardelia saran.
"Ya, kau benar. " Ardelia memandang tongkat sihir di tangannya.
Aku menebaskan pedang ku sekali.
"Tidak bisa ya... " Aku memandang pedang ku dengan kecewa.
"Tidak bisa apa? " Ardelia bertanya dengan heran.
"Aku tidak bisa menembakkan gelombang hitam itu. " Aku menebaskan pedang ku sekali lagi. Tapi sama saja. Tidak ada yang muncul. Hanya pedang hitam legam biasa.
"Sudahlah... Coba saja kapan-kapan lagi. Kita keluar terlebih dahulu. " Ardelia mulai berjalan dengan lelah. Dia ingin segera meninggalkan dungeon ini.
Aku dengan tenang mengikuti Ardelia dari belakang. Pedang hitam tetap di tangan ku untuk jaga-jaga.
"Ohh, dikit lagi. " Ardelia menunjuk ke depan. Ada seberkas cahaya matahari yang masuk menyinari dungeon.
Aku mengeluarkan topeng yang sudah ku siapkan sebelumnya. Memakai topeng itu untuk berjaga-jaga jika ada orang lain.
Aku dan Ardelia melangkahkan kaki kami keluar dungeon.
"Aaahhh... Akhirnya cahaya matahari. " Ardelia meregangkan seluruh badannya. Menikmati cahaya matahari setelah sekian hari.
"Huhhh... Hahhh... " Aku menghirup udara dalam-dalam. Menikmati udara segar setelah sekian lama.
Tapi aku segera menghentikan tindakan ku. Karena ada sekelompok orang yang berjalan mendekati kami.
"Ardelia. " Aku menyuruh Ardelia untuk bersiap akan segala kemungkinan. Dia segera menyiapkan tangannya untuk menggunakan sihir. Sepertinya dia tidak ingin bergantung terhadap tongkat sihir miliknya.
Aku menggenggam pedang hitam di tangan ku erat-erat.
"Yo! Apakah kalian juga ingin masuk ke dungeon ini? " Salah seorang anggota kelompok itu menyapa kami dengan ramah.
Melihat tindakan mereka aku segera mengendurkan genggaman pedang ku. Tapi tetap memegangnya di tangan.
Ardelia juga mengendurkan tangannya. Dia terlihat rileks sekarang.
"Tidak, kami tidak ingin masuk ke dungeon. " Aku menyangkal pernyataan orang itu.
"Kami baru keluar dari dungeon. " Ardelia menambahkan perkataan ku.
"Keluar dari dungeon? Jam sekarang? Bukankah kalian terlalu cepat? " Orang itu memandangi aku dan Ardelia. Sepertinya dia meremehkan kami.
"Tidak juga... Sebenarnya kami telah menyelesaikan dungeon ini. " Aku menunjuk dungeon di belakang ku menggunakan jari jempol.
![](https://img.wattpad.com/cover/289689456-288-k242234.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Adam, The Hero Challenger
ActionFirst series. Latar=Dunia Escavor (Dunia Sihir) *** Adam, seorang manusia yang menantang duel sang pahlawan demi memperebutkan cinta. Demi bisa bersaing dia pergi meninggalkan banyak hal. Keluarga, teman, kampung halaman, dan bahkan orang yang dic...