Sudah masuk bulan Desember saja.
Padahal sepertinya baru kemarin Oktober melewati tahun dan jadi bulan yang cukup buruk untuk Yara. Tak terlalu buruk juga sih, sebagian buruk sebagian bahagia. Buruknya karena Vino, bahagianya karena Jeka.
Tapi sepertinya November tak jauh berbeda dengan Oktober, atau mungkin malah jadi bulan terburuk bagi Yara di tahun ini. Bagaimana tidak buruk kalau ia tak lagi bertemu dengan Jeka selama 1 bulan lamanya sejak ia mengatakan hal yang tidak-tidak di malam dimana ia menangis karena Vino dipelukan Jeka.
Sampai detik ini pun, kalau ingat kalimat yang ia ucapkan, ia masih merasa jijik sendiri, tak jarang bahkan memukul mulutnya sendiri. Ia menyesali semuanya, menyesali kenapa ia berkata demikian? Kenapa ia berkata kalimat tersebut pada posisi dimana ia masih punya hubungan dengan Vino, ia bahkan belum memutuskan hubungannya dengan Vino malam itu.
"Kalau Yara putus dengan Vino, pak Jeka masih mau menerima Yara?"
Begitu katanya malam itu. Astaga, ia terdengar seperti gadis murahan yang baru lepas dari satu pria, tapi sudah menempel ke pria lain. Jeka juga mungkin menganggapnya brengsek atau murahan malam itu.
Alasan Jeka menghilang masih jadi rahasia terbesar yang akhir-akhir ini cukup membebani kepala gadis itu.
Apa Jeka menghilang karena kalimatnya malam itu?
Apa Jeka menghilang karena ingin menjawab pertanyaan Yara malam itu bahwa Jeka tak mau lagi dengan Yara?
Dan masih banyak lagi pertanyaan apa dan apa yang memenuhi isi kepalanya sampai kadang ia suka melamun sendiri dan fokusnya terpecah.
Entahlah, hanya saja-- kalau spekulasi di kepalanya tentang menghilangnya sosok Jeka satu bulan ini benar, mungkin harga dirinya sebagai seorang wanita sudah tak ada lagi.
Yara memukul kepalanya, meraih segenggam rambut untuk ia tarik. Lihat, kepalanya melayang menuju Jeka lagi! Padahal berkas menumpuk banyak sekali di kubikel-nya.
"Waktunya makan siang, mbak!"
Yara buru-buru melepas tangannya dari rambut, merapihkannya sedikit sebelum menarik senyuman selebar mungkin pada Sera yang kini melangkah ke arahnya. Yara mengangguk, menutup sebuah berkas yang sedang ia kerjakan sebelum meraih dompet serta ponsel, meraih lengan Sera untuk menyelipkan tangannya disana.
"Makan apa siang ini, Ser?"
"Sedang ingin yang hangat-hangat, kalau soto bagaimana, mbak? Kita belum pernah coba soto yang diujung jalan itu, 'kan? Kata teman-teman lain enak!"
Yara mengangguk, tangannya memencet tombol elevator dimana lantai dasar gedung kantor ini berada, "Sehabis makan nanti ingatkan aku beli americano di cafe, ya!"
"Tumben? Biasanya tak suka americano karena pahit."
Yara terkekeh kecil, "Sedang pusing sekali hari ini, butuh minuman pahit untuk menguatkan diri!"
KAMU SEDANG MEMBACA
✓ Mi Casa
Fanfiction𝑲𝒂𝒕𝒂𝒏𝒚𝒂 𝑱𝒆𝒌𝒂, 𝒀𝒂𝒓𝒂 𝒂𝒅𝒂𝒍𝒂𝒉 𝑴𝒊 𝑪𝒂𝒔𝒂-𝒏𝒚𝒂. 𝑱𝒆𝒌𝒂 𝒊𝒏𝒈𝒊𝒏 𝒑𝒖𝒍𝒂𝒏𝒈, 𝒌𝒆𝒓𝒖𝒎𝒂𝒉𝒏𝒚𝒂, 𝒌𝒆 𝑴𝒊 𝑪𝒂𝒔𝒂-𝒏𝒚𝒂. 𝑴𝒂𝒖𝒌𝒂𝒉 𝒀𝒂𝒓𝒂 𝒎𝒆𝒎𝒃𝒖𝒌𝒂 𝒑𝒊𝒏𝒕𝒖 𝒂𝒈𝒂𝒓 𝑱𝒆𝒌𝒂 𝒅𝒂𝒑𝒂𝒕 𝒑𝒖𝒍𝒂𝒏𝒈 𝒌𝒆 𝑴...