"Mbak, aku duluan, ya! Mbak Jihan memintaku menghadap ke pak Niko."
Setelah mendengar Sera berkata demikian, Yara mendadak panik sampai bangkit dari duduknya, "Loh, kenapa menghadap ke pak Niko? Kau ada salah?"
Sera menggeleng, membawa tasnya cepat untuk disampirkan pada pundak, "Tidak tahu! Nanti Sera kabari lagi, oke? Hati-hati di jalan, mbak!"
Belum sempat Yara menjawab, Sera sudah beranjak pergi begitu saja berlari meninggalkan ruang kerja menuju ruangan Niko, membuat Yara menghela napas. Tumben sekali Sera diminta menghadap ke Niko, padahal biasanya Yara.
Sadar bahwa ia sudah terlalu lama di ruangan divisi-nya padahal sudah 15 menit sejak jam pulang berlalu, Yara segera melangkahkan kakinya untuk keluar kantor, barang kali Jeka sudah menjemputnya dan menunggunya. Namun, ia tak mendapati mobil Jeka di depan kantor, malah mendapati Zale yang terlihat bersandar pada mobil sembari memainkan ponselnya. Pria itu tentu jadi pusat perhatian beberapa karyawati yang masih belum pulang dengan berbagai alasan.
"Kak Ale!" Sapanya girang, berlari menuju Zale yang kini memusatkan pandangannya pada Yara.
"Hai, Yar! Baru pulang?"
Yara mengangguk dengan senyuman lebar, "Menunggu Sera, ya?"
"Iya, kok Sera belum keluar?"
"Tadi disuruh menghadap ke pak Niko, tunggu sebentar lagi saja!" Jawab Yara.
Zale hanya mengangguk, memasukkan ponselnya pada saku celana kain sembari bertanya, "Kau akan pulang? Pulang dengan siapa? Naik apa? Mau kuantar sekalian sama Sera?"
Yara terkikik dengan gelengan kepala, "Terima kasih untuk tawarannya, tapi Yara pulang dijemput Jeka!"
Zale langsung memasang wajah tengil, berniat menggoda Yara yang kelihatannya sedang bahagia, "Hooo... sudah diantar jemput sekarang? Sudah ada kemajuan?"
"Tidak, kak Ale! Yara pulangnya saja yang dijemput, kalau berangkat masih berangkat sendiri naik ojek. Merepotkan kalau diantar jemput tiap pagi, apalagi kantor kita jalannya tak searah!"
Zale mengangguk, masih mempertahankan wajah tengilnya, "Ya, kau memang selalu pengertian dengan pasangan! Bukan begitu?"
Yara tertawa, menepuk lengan Zale karena malu, "Apa, sih!"
Zale ikutan tertawa, "Lalu bagaimana dengan saranku waktu itu? Kau sudah tanya pada Jeka soal 'komitmen' itu?"
Yara menggeleng, "Belum. Tak enak rasanya kalau ingin bertanya!"
"Aku mengerti kekhawatiranmu, kalau tak mau bergerak duluan, tunggu saja dia sampai mau membuat komitmen denganmu! Aku hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk kalian, semoga kalian tidak patah hati lagi."
Yara tersenyum sendu, sadar kalau perjalanan cintanya dengan Jeka sangat amat tidak mulus, bahkan sejak awal mereka memulai. Namun, ketidakmulusan itu membawa kekuatan dalam cinta mereka, 'kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
✓ Mi Casa
Fiksi Penggemar𝑲𝒂𝒕𝒂𝒏𝒚𝒂 𝑱𝒆𝒌𝒂, 𝒀𝒂𝒓𝒂 𝒂𝒅𝒂𝒍𝒂𝒉 𝑴𝒊 𝑪𝒂𝒔𝒂-𝒏𝒚𝒂. 𝑱𝒆𝒌𝒂 𝒊𝒏𝒈𝒊𝒏 𝒑𝒖𝒍𝒂𝒏𝒈, 𝒌𝒆𝒓𝒖𝒎𝒂𝒉𝒏𝒚𝒂, 𝒌𝒆 𝑴𝒊 𝑪𝒂𝒔𝒂-𝒏𝒚𝒂. 𝑴𝒂𝒖𝒌𝒂𝒉 𝒀𝒂𝒓𝒂 𝒎𝒆𝒎𝒃𝒖𝒌𝒂 𝒑𝒊𝒏𝒕𝒖 𝒂𝒈𝒂𝒓 𝑱𝒆𝒌𝒂 𝒅𝒂𝒑𝒂𝒕 𝒑𝒖𝒍𝒂𝒏𝒈 𝒌𝒆 𝑴...