Langkah Anthony menuju kamarnya terasa begitu berat sore itu. Jelas saja, karna dia baru saja kalah dari salah satu pemain junior dari negara Thailand.
Tidak, Anthony tidak memandang remeh lawannya tadi meski dia masih junior. Lebih tepatnya, Anthony tidak pernah memandang remeh siapa pun yang menjadi lawannya. Dia hanya kesal dengan dirinya yang begitu banyak melakukan kesalahan dan tidak sabar dalam bermain. Dua hal yang membuatnya harus menerima kekalahan dari lawannya hari ini.
Anthony membuka pintu kamarnya, tidak ada siapa pun di sana. Teman sekamarnya yang bermain sebelumnya juga tidak terlihat di sana. Sepertinya pria itu masih berada di luar, menikmati waktunya setelah selesai bertanding tadi.
Biasanya Anthony juga akan melakukan hal yang sama seperti temannya itu, tapi kali ini Anthony tidak melakukannya. Sebenarnya dia tidak melakukan itu karena ia merasa enggan untuk bertatap muka dengan siapa pun, termasuk dengan teman sekamarnya itu.
Meletakkan tas raketnya dengan sedikit kasar di sudut kamar, Anthony masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan dirinya sekaligus untuk memperbaiki suasana hatinya.
"Ny, mau makan malem bareng nggak?" tanya sebuah suara setelah terdengar ketukan di pintu kamar mandi sebelumnya.
"Engga Jo."
"Aku pesenin aja ya kalau gitu?"
"Engga usah. Nanti aku turun kok, kamu duluan aja makan sama yang lain."
"Oke. Kamu jangan lama-lama mandinya."
"Iya." Jawab Anthony dan setelahnya terdengar langkah kaki Jonatan yang menjauh dari pintu kamar mandi. Anthony menghela nafasnya, dia bersyukur pria itu mau meninggalkan dirinya. Memberikannya waktu untuk sendiri.
Pukul 8 malam waktu setempat.
Anthony merebahkan tubuhnya di kasur setelah menyelesaikan makan malamnya di kamar. Iya, di kamarnya dan seorang diri. Karena pria itu ternyata terlalu malas untuk turun ke restoran hotel. Jadi Anthony memutuskan untuk memesan makan malamnya ke kamarnya.
Selain karna malas, dia juga sedang ingin sendirian. Suasana hatinya benar-benar belum membaik meski telah berendam tadi saat mandi. Anthony sebenarnya juga malas untuk makan, tapi dia tidak mau mendengar ocehan panjang dari teman sekamarnya jika mengetahui kalau dirinya belum makan malam saat ia kembali nanti.
Anthony menatap nanar pandangan di luar jendela. Entah apa yang dia pikirkan, yang pasti dia sedang tidak baik-baik saja saat ini. Jelas saja, karena pria itu baru saja kalah. Suatu alasan yang masuk akal untuk tidak baik-baik saja kan?
Saat mendengar pintu kamar yang terbuka, Anthony buru-buru memejamkan matanya. Berharap agar siapa pun yang masuk ke dalam kamar mengurungkan niatnya untuk mengajaknya berbicara.
Tapi usahanya itu sepertinya sia-sia karena dia bisa merasakan seseorang duduk di pinggir tempat tidur. Anthony menebak kalau orang itu pasti teman sekamarnya yang sudah selesai dengan urusannya dan bersiap untuk istirahat.
Anthony masih mempertahankan posisinya meski dia merasa sedikit penasaran karena tidak ada pergerakan apa pun dari orang itu. Menebak-nebak siapa kemungkinan orang yang datang berkunjung dan hanya duduk diam.
Hingga rasa penasarannya sedikit terjawab ketika dia merasakan sebuah usapan lembut di kepalanya. Merasa sangat familiar dengan sentuhan itu tapi Anthony menolak kata hatinya yang mengatakan kalau sentuhan itu berasal dari orang yang sangat ingin dia temui saat ini.
"Kenapa mesti pura-pura tidur sih?"
Anthony membuka matanya dan cukup terkejut menemukan sang kekasih ada di sana sedang tersenyum menatapnya.