Rinai hujan basahi aku
Temani sepi yang mengendap
Kento menatap datar ke arah langit yang sudah berubah menjadi mendung, dia sangat kesal karena prakiraan cuaca yang dia dengar tadi pagi benar-benar tidak sesuai. Lihat saja, hujan yang katanya akan turun saat malam hari justru kini hendak memunculkan dirinya untuk membasahi bumi di saat hari menjelang sore.
"Katanya hujan bakalan turun malam hari, kenapa sekarang udah mendung sih?" Gerutu Kento yang kini mempercepat langkahnya agar bisa sampai ke halte terdekat tanpa terkena hujan. Pasalnya Kento tidak membawa payung sama sekali dan kini dia harus memastikan semua kertas-kertas dalam tasnya tidak basah terkena hujan. Karna jika semua kertas itu basah, Kento harus mengulang semua tugas-tugasnya yang sudah hampir selesai. Kento semakin mempercepat langkahnya bahkan ia berlari kecil untuk sampai di sebuah bangunan untuk berteduh karena hujan sudah mulai turun.
"Ramalan cuacanya engga akurat nih, masa baru jam segini udah hujan padahal kan harusnya nanti malam hujannya. " Gerutu Kento sembari menepis air hujan yang sempat membasahi lengan jaketnya.
"Namanya juga ramalan, kan bisa aja meleset." Sahut seseorang yang berada tidak jauh dari tempat Kento memandangi hujan yang turun semakin deras.
Kento menoleh ke arah pria yang berdiri tidak jauh darinya mengamati pria itu, seolah memastikan jika pria itu benar-benar manusia. Meski Kento terbilang baru di kampus itu dia sudah sering sekali mendengar dari rekan-rekannya kalau suka ada kejadian aneh di sana jika keadaan sedang sepi, seperti sekarang ini hanya ada dirinya dan pria itu. Karena jujur saja, Kento tidak menyadari keberadaan pria itu saat dia memilih untuk berlindung di sana.
"Tapi setidaknya harus akurat, bilang turun hujannya malam tapi nyatanya masih jam 3 sore hujan sudah turun. Deras lagi." Sahut Kento yang masih kesal karena ramalan cuaca yang dia dengar pagi tadi salah dan membuat dirinya harus terjebak di tempat itu karena tidak membawa payung. Pria itu tersenyum geli mendengar jawaban Kento.
"Namanya juga ramalan cuaca kan, dan lagi ini alam. Apa pun bisa terjadi di luar prediksi kita." Jawabnya. Kento terdiam, karena jawaban pria itu benar adanya. Hanya saja Kento sudah terbiasa dengan ramalan cuaca di negaranya yang sangat akurat. "Tapi ramalan cuacanya akurat kok menurut aku, meski cuman 80 persen sih akuratnya. Karena ramalan cuacanya cuma meleset dari waktunya aja, tapi bener kan kalo dibilang bakalam turun hujan." Katanya lagi yang kali ini mendapat anggukkan setuju dari Kento. "Yang nyebelin itu saat ramalan cuaca bilang engga akan turun hujan ternyata hujan. Itu baru engga akurat menurut aku." Tambahnya lagi.
Keduanya kembali terdiam, Kento masih larut memandangi hujan yang masih belum mau untuk reda sedangkan pria tadi sibuk mengetikkan sesuatu di ponselnya lalu menoleh ke arah hujan secara bergantian.
"Kamu salah satu mahasiswa dari program pertukaran pelajar ya?" Tanya pria tadi memecah keheningan di antara mereka. Kento menoleh ke arah pria itu dan mengangguk singkat. "Dari Jepang ya?" Tanyanya lagi, Kento kembali mengangguk. "Jurusan apa?" Tanyanya lagi, masih berusaha untuk membuka percakapan dengan Kento.
"Sastra." Kento menjawab singkat, memberi kode kalau dirinya tidak ingin melanjutkan pembicaraan. Tapi sepertinya pria ini tidak menyadari kode itu, buktinya pria itu tersenyum senang ke arahnya dan akan mengeluarkan kalimat lain.
"Wah sama dong. Aku juga jurusan sastra, tapi mungkin beda sama kamu." Katanya. "Kalo kamu pasti ambil jurusan sastra Jepang ya karena dari Jepang? Kalo aku di jurusan sastra Indonesia. Tapi meski begitu kita pasti ada satu kelas yang sama, soalnya dari dua tahun yang lalu aku selalu satu kelas sama mahasiswa dari Jepang." Tambahnya lagi. "Nama aku Anthony, kamu siapa?" Tanyanya sembari mengulurkan tangannya kepada Kento. Kento menatap malas tangan pria itu dan menghela nafas kasar tanpa sepengetahuan Anthony.