Chapter 19

13 1 0
                                    

"Yang Mulia, ada surat dari Tuan Putri Mithriel," ucap salah satu prajurit yang masuk ke ruangan.

Raja Alen terkejut, disaat seperti ini Tuan Putri dari Tuneca itu mengiriminya sebuah surat? Apa yang mau ia lakukan?

Utusan dari Tuneca masuk ke ruangan. Dia membungkuk dan memberi salam. "Yang Mulia, Semoga anugerah Qietre bersama anda," ucap utusan itu.

Kemudian utusan yang dikirim Mithriel merogoh tasnya, mengambil sebuah kotak berlindung sihir dan memberikannya ke Raja Alen.

Saat Alen menyentuhnya, sihir pelindung itu menghilang digantikan sepucuk surat resmi bertandatangan Tuan Putri Mithriel.

"Yang benar saja? Apa pikiran, Tuan Putri?" gumam Raja Alen. Dia tampak berfikir apa yang harus ia lakukan. Haruskah ia setujui atau ia kembalikan.

Di surat resmi itu juga tertulis bahwa sekedar hanya membantu kerajaan dan mengambil alih sementara sampai ia kembali, tapi bagaimana jika ia tidak kembali? Pikir Raja Alen.

"Aku harus menanyakannya langsung pada Tuan Putri Tuneca." Raja Alen beranjak dari duduknya.

"Tidak perlu, Yang Mulia. Aku disini." Suara tegas itu membuat Raja Alen terkejut. Mithriel berdiri di ambang pintu ruangannya, bersama Athall— penyihir yang menemaninya.

Utusan Mithriel terkejut dengan kedatangan Tuan Putri dari kerajaannya. Dia segera membungkuk dan melangkah mundur mempersilahkan Mithriel maju menghadap Raja Alen.

"Kalian bisa keluar sebentar," Perintah Raja Alen.

"Tapi–" ucapan Athall terpotong saat Mithriel mengangkat tangannya menyuruhnya menurut akan perintah Raja Alen.

"Baik." Athall berbalik meninggalkan ruangan.

Mithriel dipersilahkan duduk oleh Raja Alen. Dan disiapkan pelayan secangkir kopi dan beberapa camilan.

"Intinya saja Yang Mulia," ucap Mithriel tanpa basa basi.

"Tuan Putri, saya tau Tuneca dan Kerajaan  Utara berteman sangat dekat. Saya dan Mendiang Yang Mulia Mithren adalah teman di akademi. Begitu juga para pangeran dan anda, serta mendiang pangeran Ernil dan Nona Nimriel. Tapi, untuk tindakan seperti ini, apa Tuan Putri tidak memikirkan akibatnya terlebih dahulu?"

Mithriel menyimak perkataan Raja Alen satu persatu, dia paham maksud perkataannya bahwa susah untuk mengambil alih Kerajaan lain sementara Kerajaan mereka juga harus diurus.

"Saya paham Yang Mulia. Tapi saya tidak ingin anda yang mengambil alih, tapi para pangeran." Mithriel menatap tegas mata Raja Alen, meyakinkan ucapannya.

Raja Alen berfikir sejenak, "Atala baru saja lulus dari akademi beberapa bulan lalu bersama Pangeran Ernil. Dan Ateli, Saya masih belum yakin tentangnya dalam mengurus istana apalagi sebesar Tuneca," ucap Raja Alen. Dia berdiri, menatap ke arah jendela luar yang terlihat Ateli sedang belajar tentang sihir bersama pelatihnya.

"Terkhusus, Pangeran Ateli," Sambung Mithriel.

"Saya percaya pada Pangeran Ateli. Potensinya memimpin Kerajaan memang masih sedikit dibandingkan dengan Pangeran Atala, tapi Pangeran Ateli tetap mau bekerja keras untuk meraih potensi dan mengejar potensi Pangeran Atala, maaf jika terkesan memaksa tapi hanya dari kalian saya mengharapkan bantuan," ucap Mithriel.

Raja Alen menatap Mithriel yang ikut berdiri di samping melihat Ateli sedang berlatih. Haruskah dia menyetujuinya? Dan membiarkan Ateli membantu Tuneca?

Raja Alen menghela nafasnya kasar. "Baiklah, akan saya tanda tangani."

Mithriel tersenyum sambil masih melihat kearah Ateli yang terkejut melihat Mithriel ada di ruangan Ayahnya. Dan langsung berlari ke dalam.

Si Petualang dengan Busur || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang