Chapter 44

7 0 0
                                    

Kini malam tiba, malam dingin karena sudah mendekati akhir tahun dan akan turun salju beberapa minggu lagi. Tapi malam seperti inilah yang disukai Mithriel. Walau seharian penuh benar benar menguras seluruh energinya, dimulai dari penobatan, tiba-tiba ada penyerangan, dan harus memikirkan taktik taktik yang harus ia lakukakan kedepannya.

Dia sudah mengirim seluruh merpati Tuneca ke seluruh sekutunya, dan belum ada yang merespon mereka. Mithriel berfikir apakah mereka akan bertempur seorang diri disini. Dia hanya menghela nafas dalam sambil melihat ke arah bintang bintang di balkonnya.

Para Bintang mereka ke Menara Putih, tempat para penyihir tinggal dan belajar sihir. Athall juga sudah diobati disana, dan sekarang Mithriel benar benar tenang sendirian. Dia berfikir untuk berjalan-jalan ke taman utama.

Mithriel hanya membawa sebuah lentera, ini berbeda dari sebelumnya dia tidak perlu mengendap-endap lagi. Dia hanya akan berjalan dan berjalan tanpa menghiraukan akan ada prajurit yang berjaga atau tidak.

Sampai di taman utama Mithriel masih bisa merasakan kenangan yang dulu ia sering lakukan, dan tersenyum sekilas mengingatnya. Mithriel mendudukkan dirinya di rerumputan, mulai meletakkan tangannya diatas tanah, sekejap ada beberapa lapisan cahaya yang keluar dari tangannya, itu sihir perisai. Sama seperti yang dulu ia lakukan.

Dia mencegah setidaknya jika ada penyerangan tiba-tiba dia bisa mengetahuinya. Sihir perisai yang kuat sekali ia keluarkan. "Aku rasa segini cukup, hanya jangan sampai ada yang mati." Seulas senyum kembali merekah.

Mithriel bisa merasakan hembusan angin, merasakan rerumputan dan tanah, merasakan hangat dari lentera dan air matanya menetes turun. Dia merasa dirinya sudah cukup kuat sekarang, tapi... Mithriel tetaplah hanya seorang gadis kecil, dia tetap ketakutan.

Cahaya hijau dimatanya menerangi rerumputan yang ia duduki. "Aku hanya ingin bertemu kakak...."

***

Situasi benar benar kacau dimana-mana, Mithriel benar benar meminta pertolongan dalam surat permohonan yang diberi tertanda Kekasih Para Bintang, membuat semua sekutu mereka bingung untuk membantu atau tidak.

Kerajaan Utara salah satunya, para Bangsawan tengah berdebat panjang dan berakhir dengan keputusan mereka akan membantu. Selain Tuneca dan Utara bersahabat, catatan catatan sejarah lama dibuka dan membuat keputusan menjadi sah.

Elf Relean bersedia membantu kapan saja, juga para peri, para kurcaci itu menggeram marah walau tidak suka, Mithriel tetaplah tetap Kekasih Para Bintang dan mereka akan membantu kapanpun dibutuhkan walau dengan perdebatan panjang. Begitu juga dengan makhluk lain yang masih setia dengan Para Bintang yang ikut menyetujui permohonan itu.

Walau terlihat lancar, banyak perdebatan didalamnya yang tidak bisa dijelaskan. Terutama di Kerajaan Elf Kegelapam saat ini.

Ernil tidak bisa tenang setelah mendapat surat dari Tuneca. Disana tertulis permohonan untuk membantu Tuneca dalam perang yang akan terjadi dalam waktu dekat, dan dengan tertanda Kekasih Para Bintang. Dan dengan tertanda itu kini bangsawan Elf kegelapan benar benar berdebat panjang, bagaimana harusnya mereka tetap menutup diri dari dunia luar, tapi yang lain menyanggah karena yang meminta pertolongan adalah Kekasih Para Bintang itu sendiri. Dan Mithriel menambahkan bahwa Ernil harus tetap disana, jika sesuatu buruk terjadi padanya, Ernil yang harus kembali menjadi penerus Tuneca.

Dan itu membuat Ernil tambah khawatir. Dia tau bagaimana adiknya akan bertindak, dan dia tidak mau kehilangan adiknya.

Secara cepat surat permohonan juga disebar diseluruh penjuru Kota dan membuat benar-benar heboh, tapi tidak ada satupun dari mereka yang ketakutan.

"Yah, kalau seperti itu mau Yang Mulia, kita harus lakukan. Lagi pula, kalian tidak lihat bagaimana dia mengorbankan dirinya sendiri saat penyerangan tadi?" ucap salah satu penduduk yang mengingatkan penduduk lain.

"Apalagi dengan kenyataan dia bisa membuat Petualang yang ada di Tuneca bergabung seperti itu, bukankah hebat? Dia memancing musuhnya menggunakan dirinya sendiri. Dan membiarkan yang lain memakan hasil pancingannya, ah jika kau melihat itu bulu kudukmu bisa berdiri," Ujar yang lainnya. Tentu kenyataan Petualang dapat disatukan adalah hal hebat, karena mereka semua dari bangsa yang berbeda-beda.

***

Sialan!!

Brak!

Mithriel mencampakkan semua dokumen yang ada di mejanya dan menggebrak mejanya mengeluarkan rasa kesal yang ia tahan. "Kau gila?!" pekik Athall.

"Mereka benar benar mencoba main main denganku, Bangsawan sialan." Mithriel mendengar kabar ada tiga keluarga bangsawan yang kabur, dan itu benar-benar membuatnya ingin membunuh mereka semua.

Athall benar-benar tidak ingin mendekati Mithriel saat ini, aura menyeramkan seperti mengerubunginya. Ini sudah tiga hari dari penyerangan itu, dan Mithriel sudah menerima semua surat persetujuan dari semua sekutu dari bangsa-bangsa lain.

Para Bintang dan Para Sihir yang ada di ruangan itu juga bergidik ngeri melihat Mithriel yang marah seperti itu. Pasalnya mereka baru saja tertawa, kemudian Mithriel membaca surat dari prajurit yang dia kirim kalau tiga keluarga itu melarikan diri, dan wajah Mithriel langsung berubah marah dan mengerikan.

"Kekasihku, kenapa wajahmu bertekuk masam seperti itu?" ucap salah seorang dari Para Bintang yang berjalan mendekat dengan senyuman hangat.

Panggilan "kekasihku." barusan benar benar membuat Para Sihir muak, mereka cemburu karena Para Bintang bisa memanggilnya leluasa dengan seperti itu. Athall juga menatap Para Bintang tidak senang, rasanya benar benar membuat Athall kesal.

Mithriel tidak menjawab tapi aura kemarahannya menghilang, dan dia menghela nafas panjang.

"Hah?!" Seorang penyihir muncul tiba-tiba di dalam ruangan dengan wajah ketakutan dan badan yang bergetar. "Ada apa?" tanya Mithriel bangkit dari duduknya dan langsung mendekat ke arah penyihir itu.

"Yang Mulia, Pohon pohonnya bergerak." Penyihir itu berkata dengan nada bicara yang gemetar dan sangat sulit menenangkan diri.

"Pohon pohonnya, mencoba menerobos perisai yang kami buat. Pohon-pohon itu belum menyentuh perisai Yang Mulia!" ucapnya lagi meyakinkan kalau mereka masih bisa bertahan.

Mithriel tidak terkejut dengan kabar yang ada. "Baiklah kita harus menyiapkan rapat terakhir, bersama para sekutu." Mithriel langsung menatap Para Sihir yang menatapnya dengan bangga.

"Athall kau benar-benar sudah sembuh? Atau aku perlu memakai merpati?" tanya Mithriel meyakinkan Athall.

"Tentu saja."

Mithriel tersenyum, "Tara siapkan prajurit untuk menjemput bangsawan, untuk rapat terakhir. Athall pergi ke Utara dan Relean, dan sisanya..." Mithriel tersenyum ke arah Para Bintang. Kali ini dia meminta tolong pada mereka untuk menggunakan kekuatan mereka lagi. "Bisa kalian membantuku itu, kekasihku?" tanya Mithriel dengan senyuman yang merekah.

"Cih," decihan keluar sebelum dia menggunakan sihir teleportasi ke Utara dan Relean. Benar, itu decihan Athall.

Dia meminta mereka untuk memberitahukan kepada para bangsa-bangsa yang masih memihak Para Bintang, dan dengan satu jentikan tangan. Mithriel bisa tahu sebentar lagi mereka akan tiba.

Mithriel berlari ke kamarnya, menggunakan zirah besi yang ia pakai. Kemungkinan untuk perang bisa saja terjadi malam ini, atau besok pagi. Mengambil belati yang selalu ia bawa kemana saja. Dan detik berikutnya, Mithriel bisa melihat teman-temannya sudah bersamanya.

Si Petualang dengan Busur || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang