Chapter 22

9 0 0
                                    

"Bukankah ini sedikit aneh?" Sean yang tiba-tiba angkat bicara.

"Kenapa?" tanya Mithriel balik.

"Ini tidak terlalu berbahaya seperti ya Athall bilang. Malah lebih mudah."

Jika dipikir, Sean berbicara betul. Ini jauh lebih mudah dari yang mereka bayangkan. "Ya kau belum melihat makhluk yang lebih berbahaya dari Gwota tadi," timpal Athall.

Mereka beristirahat, hari sudah gelap. Cahaya bulan tidak dapat menembus lebatnya hutan. Hanya ada cahaya dari api unggun dan cahaya hijau dari mata Mithriel.

Duduk sendirian dalam hening malam, ditemani suara jangkrik yang saling sahut. Teman temannya sudah tertidur, perjalanan mereka masih panjang.

Walau sudah bertemu penjaga perbatasan pertama, yaitu Gwota, itu masih tetap jauh.

Menarik nafas dalam, mencoba membuang ingatan mengerikan itu.

Mithriel perlahan mulai menutup matanya, kantuk sudah menyerangnya. "Apa... Yang terjadi?? Kakak? Kakak!!! Kenapa, kenapa kalian...., Kak?? Ayah? Ibu? Nimriel?...."

"MITHRIEL!!" suara teriakan Athall terdengar. Itu membangunkan Mithriel yang masih tertidur.

Mithriel mengerjapkan matanya, kemudian menatap mata Athall dalam dalam. "Apa yang terjadi?" tanya Mithriel.

Athall terlihat lebih lega, Nincel dan yang lain ikut terbangun karena teriakan Athall memanggil nama Mithriel kencang sekali.

"Badanmu.... bergetar sangat kencang." ucap Athall yang kemudian memegang tangan Mithriel mengecek keadaan tubuh Mithriel.

Mithriel mencoba untuk duduk, dia merasa tubuhnya tidak terjadi apa apa hanya bingung dan masih terkejut, mimpi tadi.... Mimpi apa?

"Sudah mau hujan, ayo cari tempat berteduh," ucap Nincel.

Mereka kemudian berjalan lagi, menyusuri hutan yang masih gelap. Dan benar, hujan turun tidak lama mereka berangkat.

Ukuran pohon yang besar dan tinggi membuat ada beberapa celah celah ruang yang dapat mereka jadikan tempat untuk meneduh. Baju mereka basah, bahkan tempat anak panah Mithriel sudah dipenuhi air.

"Aku bisa terkena flu," ucap Sean.

"Bukan waktu yang tepat untuk sakit," ucap Mithriel. Kemudian dia mengelus kepala Sean. Anak ini sedikit mirip dengan Nimriel.

*crrak!
*crrak!
*crrak!

Suara langkah kaki tegas, dipenuhi lumpur mendekat ke arah mereka. Sepersekian detik dari mereka menyadari, langkah kaki itu mendadak menghilang.

"Permisi!"

"HAH!" Sean terlonjak kaget. Melihat seseorang dengan wajah tertutup kain, sepatu penuh dengan lumpur, mata merah menyala, dan bau yang tidak sedap. Ditambah seluruh tubuh yang basah.

Mithriel mengeluarkan sihir perisainya melindungi mereka yang tengah tersudut. "Hei hei, aku tidak akan menyakiti kalian." ucap pria itu dengan perlahan membuka kain di wajahnya.

"Aku bahkan tidak membawa senjata," ucap pria tadi.

"Kau pemakai senjata?" tanya Mithriel.

"Tentu saja, yaa sekarang sudah tidak ada yang memakai senjata. Tapi aku dan kaumku masih memakainya." Pria tadi duduk, walau belum dipersilahkan.

Pria itu melihat kearah mereka satu persatu. Tatapan menyelidik dan takut keoadanya yang ia dapati dari mereka.

"Hhhh" Pria itu menghela nafas. "Aku bukan pengguna sihir, juga tidak ahli dalam senjata. Hanya seorang tukang obat." Ucap pria itu.

Si Petualang dengan Busur || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang