Chapter 52

10 0 0
                                    

Sudah tiga hari sejak upacara pemakaman teman-temannya sebagai pahlawan Tuneca. Ateli selalu menemani Mithriel di kamarnya, Ateli selalu melihat Mithriel melamun dengan tatapan kosong dan selalu berakhir menangis.

"Anda tahu Pangeran? Mereka semua adalah anak anak yang baik. Walau nakal tapi mereka semua sangat baik, ketika saya dahulu sering kabur dari istana anak anak itu yang menjadi teman saya dan menjaga saya." Mithriel bercerita mengenai tiga sahabatnya. Walau Mithriel dan Ateli sudah berteman dari kecil, tapi kebersamaan yang ia rasakan dengan ketiga sahabatnya sangat berbeda.

"Mereka bertiga mati tepat di hadapan saya, saya masih bisa mendengar teriakan Sean, saya masih bisa melihat bagaimana tubuh Egoz meledak, saya masih bisa merasakan bagaimana belati saya membunuh Nincel." Mithriel berbicara dengan nada bergetar. Dia melihat ke arah tangannya yang bergetar, disitu masih ada cincin pemberian Athall untuknya saat upacara kedewasaannya.

Ateli bangkit dari duduknya, dia berlutut di hadapan Mithriel, dan menggenggam tangan Mithriel. "Mereka pasti senang anda selamat, Yang Mulia. Terutama penyihir itu, dia sangat senang bisa menjaga anda hingga akhir hidupnya," ucap Ateli menatap Mithriel dengan tatapan hangat.

Mithriel menitihkan air matanya lagi.

"Anda sudah menangis selama tiga hari, dan saya tidak menyangka bahwa pasokan air mata anda sangat banyak." Ateli mencoba menghibur Mithriel, dengan mengatakan candaan ringan yang membuat Mithriel tersenyum sambil mengusap air matanya.

Ateli berdiri lalu duduk di sebelah Mithriel, mengusap punggungnya pelan dan memberikan sihir yang hangat untuk menenangkan Mithriel. "Terima kasih, Pangeran," ucap Mithriel.

Ateli tidak membalas dia hanya tersenyum dan mengangguk.

Tok...
Tok...

"Masuklah."

Itu Tara, dia membungkuk lalu berkata, "Yang Mulia, rapat akan segera dimulai." Rapat yang harusnya dilaksanakan selesai upacara pemakaman, harus ditunda karena perintah Mithriel.

Mithriel tersenyum kemudian bangkit dan berjalan keluar kamarnya dengan Ateli di sampingnya menuntun Mithriel agar dia tidak terjatuh, karena tubuh Mithriel terlihat lemah dan berjalan sedikit sempoyongan.

Saat tiba di ruang rapat, beberapa bangsawan terkejut karena Mithriel menggandeng seorang pangeran Utara. "Baiklah, kita mulai rapatnya."

Ruang rapat terdiri dari orang-orang yang terlibat dalam peperangan. "Sebelum itu, saya memerintahkan tiga bangsawan yang kabur untuk ditangkap dan dirampas seluruh hartanya, asingkan mereka jauh dari Tuneca," perintah Mithriel kepada Tara. "Baik, Yang Mulia."

Mithriel kemudian melihat ke arah para bangsawan yang hanya duduk terdiam membisu melihat ke arah Mithriel. Dia berdiri dan membungkuk sangat lama, membuat orang-orang di dalam ruangan terkejut. Mereka bisa melihat wajah pucat Mithriel, walau tertutupi dengan hiasan, mereka bisa melihat mata merah dan kantung mata yang menghitam.

"Sekali lagi saya mengucapkan terima kasih banyak karena membantu Tuneca untuk menghadapi peperangan seperti ini. Terima kasih."

Raja dari utara bangkit dari duduknya, "Yang Mulia, saya tidak pernah melihat seseorang yang daya juangnya tinggi untuk mencegah pembantaian di kerajaannya. Anda masih sangat muda, dan sangat pintar mengatur strategi perang, mengumpulkan sekutu anda, dan mengambil keputusan. Mungkin seumur hidup saya, hanya anda yang bisa melakukan tugas seperti ini, memimpin negara dan perang diusia sangat muda." Kemudian Raja dari utara itu bertepuk tangan dan diikuti orang-orang yang ada di dalam ruangan.

"Hanya satu yang Yang Mulia lewatkan," ucap seorang bangsawan lain dengan senyuman membuat semua orang menatapnya bingung.

"Pesta perayaan kemenangan setelah perang. Kami sudah merayakan itu, bersama dengan rakyat Tuneca yang lain, tapi Yang Mulia malah tidak hadir di pesta itu," ucapnya santai dan mendapat persetujuan dari beberapa bangsawan yang mengeluhkan dengan nada kekecewaan.

Si Petualang dengan Busur || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang