Chapter 55

9 0 0
                                    

Setelah lelah berjam-jam menangis, dia tertidur di sofa, tanpa menyadari cahaya cahaya berterbangan diatasnya. Cahaya itu seakan memberikan senyuman yang sangat hangat sambil melihat kearah Mithriel yang tertidur pulas. Itu bukan Para Bintang, jumlah cahaya itu lebih banyak.

"Wajahnya memang selalu cantik, bahkan mata sembap itu tidak mengurangi kecantikannya." Salah satu menggulung rambut Mithriel di tangannya

"Anakku sangat cantik, lebih cantik dari siapapun." Salah satu lagi mengelus puncak kepalanya.

Ada tiga cahaya yang hanya memperhatikan dari balik senderan sofa, memperhatikan Mithriel dengan senyuman yang mengembang di wajah wajah jahil mereka.

Semua cahaya mengelilingi Mithriel, memperhatikan wajah yang tertidur itu dengan seksama, kecuali satu yang hanya diam melihatnya dari jauh. Tapi tanpa sadar air matanya mengalir melihat Mithriel yang menggenggam erat kalung yang ia pakai di lehernya. "Jangan melupakanku, Mithriel."

Saat pagi tiba, cahaya cahaya itu menghilang. Mithriel bangun dari tidurnya, kamarnya terasa sangat lengang dan sepi. Hanya cahaya matahari yang menyinari kamarnya.

Mithriel bangkit dan berjalan ke arah Jendela dan membukanya lebar, membuat angin masuk ke kamarnya.

"Yang Mulia, sarapan tiba." Wendy masuk bersama beberapa pelayan yang membawakan makanan. Sebelum sarapan Mithriel mandi dan berpakaian dibantu pelayannya.

Setelah berpakaian barulah dia makan sarapan yang sudah disiapkan.

"Yang Mulia, dikalangan penduduk rumor tentang Putra Mahkota sudah menyebar dengan cepat. Mereka mempertanyakan tentang pewaris Tuneca yang sebenarnya adalah Putra Mahkota, apa yang anda akan lakukan?" tanya Tara. Dia mengatakan itu dengan hati-hati karena mencemaskan Mithriel, bagaimana jika Ratu yang ia layani tersinggung dengan perkataannya barusan?

"Tara, adakan rapat dengan para bangsawan. Aku ingin mengumumkan sesuatu," perintah Mithriel pada Tara. Tara langsung pergi setelah diberi perintah.

"Wendy, beri tahu Putra Mahkota selesai sarapan dia harus ke ruang rapat."

"Baik, Yang Mulia," ucap Wendy.

Begitu Mithriel selesai menyarap, dia pergi ke ruang rapat. Dan bangsawan lain sudah menunggunya di ruang rapat, kecuali Ernil si Putra Mahkota.

"Kehormatan Tuneca bersama Anda," ucap bangsawan di ruangan dengan serempak sambil membungkuk.

Mithriel langsung memulai rapatnya bahkan tanpa menunggu Ernil terlebih dahulu. Rumor telah menyebar di seluruh Tuneca, kalau Putra Mahkota sudah kembali yang membuat seluruh rakyat Tuneca bingung, dan sebagian senang dengan berita itu.

Kemudian rumor lain menyebar, bagaimana nasib Ratu yang sekarang? Apakah dia akan turun tahta? Karena dia bukan pewaris tahta Tuneca yang sebenarnya, karena Putra Mahkota lebih berhak dengan itu. Mithriel tentu sudah mendengar rumor rumor yang tersebar luas, dia sudah memprediksikan hal-hal seperti ini begitu dia mendengar Ernil selamat dari pembantaian.

"Saya akan turun tahta," ucap Mithriel langsung. Tepat dimana Ernil muncul di tengah-tengah ruang rapat, membuat seluruh bangsawan yang ada di ruang rapat terkejut.

Para bangsawan terkejut dengan keputusan Mithriel yang tiba-tiba.

"Anda tidak bisa memutuskan seperti itu, apakah anda terpengaruh dengan rumor yang menyebar? Dan anda terpengaruh karena rakyat anda mempertanyakan tentang kelayakan anda memimpin? Apakah anda terpengaruh tentang itu, Yang Mulia?" tanya salah seorang bangsawan. Bangsawan ini selalu ada dipihak keluarga kerajaan, dan tentu ia ingin yang terbaik.

Mithriel menghela nafas, "Tidak seperti itu, saya sama sekali tidak tertarik dengan tahta ini. Putra Mahkota sudah kembali, dan saya benar benar tidak paham apapun tentang mengatur kerajaan. Saya tidak pernah dipersiapkan memimpin kerajaan, kalau bukan karena Pangeran dari Utara saya tidak bisa menyelesaikan pekerjaan ini. Dan saya sudah memutuskan ini." Mithriel menjelaskan pada mereka, tapi tetap saja ada yang tidak terima dengan keputusannya.

Bangsawan Tuneca juga tahu bagaimana Tuneca menetapkan calon pemimpin dengan menerapkan pendidikan hanya pada calon pemimpin, dan Mithriel bukanlah calon pemimpin dan dia tidak pernah disiapkan untuk itu. Tapi, dengan apa yang Mithriel sudah lakukan sejak pembantaian dan saat ini adalah kelayakan bagi para bangsawan.

"Tapi Yang Mulia, anda sudah memimpin kerajaan ini dengan baik. Anda bahkan memimpin perang, dan mencapai kemenangan," ucap salah satu bangsawan lain.

Mithriel kembali menyela, nada suaranya sudah benar benar muak karena mereka terus menahannya, "Itu karena bantuan penyihir Athall, saya selalu meminta masukan darinya, dia juga banyak berperan penting dalam kepemimpinan saya beberapa waktu ini. Dan saya benar benar tidak ingin ada di tahta ini, Putra Mahkota sudah ada disini, dan saya ingin mencapai impian saya yang lain. Saya akan melepas gelar kebangsawanan saya." Mithriel benar benar sudah membuat keputusan yang tidak bisa dibantah lagi.

Satu bangsawan berdiri, dengan ekspresi tenangnya dia berkata, "Jika anda menginginkan itu, saya akan menghormati keputusan anda Yang Mulia," ucap kepala keluarga Wcherin, yang merupakan bangsawan ternama.

"Yang Mulia memang sudah menjalankan perannya dengan sangat baik, tapi keputusan Yang Mulia sudah bulat. Saya dan Yang Mulia sudah membicarakan ini kemarin malam, dan dia benar-benar bersikeras membuat saya tidak dapat membantahnya lagi. Jadi jika anda semua ingin bersitegang dengan adik saya, dia tetap tidak akan mengubah keputusannya." Ernil mengingat bagaimana dia sampai hilang kontrol atas emosinya karena menolak keputusan Mithriel.

Kemudian para bangsawan akhirnya dengan berat hati setuju dengan keputusan Mithriel. "Saya tidak ingin mendengar jika ada pemberontakan karena tidak setuju dengan keputusan saya," ucap Mithriel dengan nada mengancam memperingatkan bangsawan yang masih berat hati.

Mithriel menumpuk tangannya satu sama lain, dan menatap tegas satu-persatu ke arah para bangsawan, "Upacara penurunan tahta saya akan langsung diadakan besok. Jangan ada yang mengacaukannya, dan dengan kepemimpinan terakhir saya hari ini, saya ingin anda semua yang ada di ruangan ini tetap menjaga kedamaian Tuneca." Para bangsawan mengangguk kemudian berdiri saat Mithriel bangkit dari duduknya, dan mengucapkan salam saat Mithriel pergi diikuti oleh Tara dan Ernil.

"Tara, besok adalah terakhir kalinya kau mengawalku. Kau sudah mengenalku dari sejak kecil karena kau selalu mengawal Nimriel yang setiap hari bersamaku, setelah itu kau harus menjaga Putra Mahkota. Itulah perintah terakhirku untukmu," ucap Mithriel. Tara hanya menundukkan pandangannya, dia tidak menjawab apapun, tapi tanpa diketahui Mithriel ataupun Ernil dia meneteskan air matanya.

Mithriel sudah menunggu hari seperti ini, hari dimana akhirnya dia bisa bebas dan bertualang ke seluruh negeri. "Aku percaya kau pasti bisa menangani semua bangsawan keras kepala itu, kak."

"Jika mereka tidak sekeras kepala kau, aku masih bisa menangani mereka dengan baik. Kau harus menjaga dirimu nanti, dan seringlah ke Tuneca." Ernil mengucapkan kata-kata seperti salam perpisahan, walau dia mengatakan Mithriel harus sering mengunjunginya, tetapi itu tetap saja akan menjadi percakapan mereka yang akan sangat jarang untuk dilakukan setelah besok.

Mithriel tersenyum, "aku akan mengunjungi Tuneca, dan akan melindungi Tuneca juga." Senyuman hangat dengan tatapan yang hangat membuat mata Ernil berlinang air mata.

"Baiklah, aku akan selalu menunggumu disini." Ernil membalas senyum hangat Mithriel.

Mithriel kembali ke kamarnya, perasaan campur aduk ia rasakan. Antara senang dan sedih  ada juga sedikit penyesalan di hatinya.

Ini sudah 8 bulan sejak kehidupannya berubah drastis, dari seorang Putri yang suka keluar tengah malam dan berpura-pura menjadi petualang terkenal hingga menjadi Ratu yang memimpin kerajaan dan membawa kemenangan untuk kerajaannya.

Si Petualang dengan Busur || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang