S¤E¤B¤E¤L¤A¤S

178 88 80
                                    

Nuda menatap bisu pada batu nisan yang bertuliskan nama sahabatnya itu. Nuda masih tidak percaya kalau Lina yang kemarin malam masih berdebat dengannya tapi pagi ini sudah tiada. Air netra Nuda kembali terjatuh di kala ia mengingat semua yang terjadi yang sudah mereka lewati. Nuda tidak habis pikir kenapa Lina berani mengakhiri hidupnya dengan cara yang sadis seperti itu. Apalagi ada benih yang sudah dititipkan oleh Tuhan dirahimnya. Nuda menyesali perbuatannya kemarin malam yang sudah menyalahkan sampai menampar Lina dengan keras. Nuda merasa sudah sangat berdosa atas perlakuannya semalam dengan Lina.

"Lin..., gue belum minta ma'af dan lo belum ma'afin gue. Gue mohon lo kembali ke sini. Lo nggak mau bareng gue lagi?" lirih Nuda dengan penuh isakan di atas makam Lina.

Aril yang masih setia di belakang Nuda dari pertama jasad Lina diantar ke makam sampai jasad Lina sudah dikebumikan bahkan ketika orang-orang yang mengantar jasad Lina kembali pulang pun Aril masih tetap memilih menunggui Nuda. Lagipula Lina juga adalah temannya Aril. Aril juga tidak habis pikir kenapa Yudi tega melakukan hal keji itu pada Lina.

"Udah, Nuda. Jangan sedih terus biar Lina tenang di alam sana." Aril berusaha membujuk kekasihnya itu karena sudah menghabiskan waktu berjam-jam untuk menangisi kepergian Lina.

"Lo nggak belum tahu gimana rasanya kehilangan, Ril."

"Tapi kan lo udah dari tadi nangisin Lina kaya gitu. Tuh mata lo sampai bengkak," kata Aril menunjuk mata Nuda yang sudah bengkak dan merah.

"Mata gue bengkak bisa gue sembuhin. Sedangkan kepergian Lina...," Nuda kembali menangis dengan tersedu-sedu. Aril membawa Nuda ke dalam pelukannya.

"Gue ngerti lo sakit banget kehilangan Lina. Gue juga temannya Lina, dan gue merasa sedih. Tapi tega kah lo nggak mau Lina tenang?" Aril merenggangkan pelukannya pada tubuh Nuda. Menatap netra Nuda dalam.

"Lo mau Lina tenang kan? Lo mau Lina bahagia kan disana?" tanya Aril sambil memegang kedua pipi Nuda dengan tangannya.

"Pinter!" Aril mengecup kening Nuda setelah Nuda mengangguk pelan.

"Yaudah. Ayo kita pulang."

"Lin, gue pulang dulu ya. Lo baik-baik disini. Besok gue datang lagi," ujar Nuda mencium nisan Lina dengan tersenyum.

Aril membantu Nuda untuk berdiri. Menuntun Nuda untuk berjalan agar tidak jatuh. Sudah tidak ada siapa-siapa di makam itu kecuali mereka berdua. Mereka dengan segera  berjalan menuju mobil.

Di dalam mobil Nuda hanya duduk diam membisu. Menatap keluar jendela mobil sepanjang jalan. Nuda tidak berselera membuka suara atau sekedar tersenyum. Senyumannya hilang dibawa oleh sahabatnya yang sekarang sudah berada di alam yang abadi. Aril pun mengerti dan tidak menanyakan atau mengajak Nuda untuk berbicara. Aril hanya fokus menyetir dan sesekali menatap iba pada sang kekasih. Aril memang sama sekali belum pernah merasakan kehilangan yang seperti Nuda rasakan. Tetapi Aril juga tahu kehilangan berpindah alam seperti itu melebihi kehilangan sesuatu di dunia.

              ***

Adnan sedang berkutat dengan laptopnya di ruang keluarga. Mengerjakan tugas yang semakin ditinggalkan semakin memblunjak dan numpuk. Terlihat sesekali Adnan memijit rambutnya kesal tanda ia sedang pusing.

"Susah banget sih nyelesaiin yang dibagian ini," ujar Adnan ngedumel dengan tangan yang tidak lepas dari keyboard laptopnya.

"Assalamualaikum!"

Adnan menoleh mendengar salam dari suara yang sudah tidak asing bahkan bosan ia dengar. Suara yang selalu ia debatkan di waktu siang, sore, malam maupun pagi.

"Waalaikumsalam! Weh, anak jalanan udah pulang, nih!" ledek Adnan.

Nuda yang masih berduka dan merasa kehilangan sahabatnya pun sama sekali tidak merespon ledekan Adnan. Nuda mendudukan dirinya di sofa di depan Adnan.

AKU atau TUHANMU❔ (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang