Sudah seminggu Alana mengikuti Haydar untuk tinggal bersamanya. Nuda dan Haydar juga sekarang sudah pindah rumah ke rumah mereka sendiri. Di rumah itu mereka tinggal bersama dengan Alana. Seperti biasa Haydar bekerja dan berdakwah. Nuda dan Alana hanya tinggal di rumah dan setiap sore ke masjid dekat rumah mereka untuk mengajari anak-anak mengaji dan mengajari Alana juga. Baik Nuda maupun Alana mereka sudah terbiasa dengan memakai niqab kemanapun mereka pergi. Kadang tatapan aneh dari orang-orang membuat iman mereka goyah tapi selalu lagi dan lagi penyemangat mereka yaitu Haydar menyemangati mereka sepenuhnya.
"Sayang?" panggil Haydar pada istrinya yang sedang sibuk menggeser beranda Shopee. Hanya menggeser lalu memasukkan ke keranjang, checkoutnya entah kapan.
Nuda menoleh sebentar lalu melanjutkan aktivitasnya. Haydar yang sedang duduk di ranjang mulai beranjak dan menghampiri tempat duduk istrinya.
"Sayang?" panggil Haydar lagi dengan rengekan manja meletakkan kepalanya di pundah Nuda.
"Apa sih?" tanya Nuda kesal karena merasa terganggu oleh tingkah suaminya.
"Dingin," ujar Haydar sambil cengar cengir.
"Ya ampun!" Nuda berucap kesal menghadapi suaminya yang menurutnya sangat manja itu. Nuda beranjak dari duduknya menuju ranjang.
"Ikut!" kata Haydar bergegas menghampiri istrinya di ranjang.
"Sini," kata Nuda sambil merentangkan tangannya bersiap memeluk Haydar.
Haydar lalu mendekatkan dirinya ke tubuh Nuda. Nuda mendekap suaminya itu dengan erat. Nuda menutupi tubuh suaminya dengan selimut lalu menepuk-nepuk pundaknya. Haydar memejamkan matanya sambil tersenyum. Kenyamanan dalam dekapan istrinya memang tidak bisa membuatnya bosan.
"Abang besok kemana?" tanya Nuda.
"Nggak kemana-mana. Emangnya kenapa?" tanya Haydar balik.
"Nggak apa-apa sih. Cuman nanya aja."
"Ayang rindu Abi dan Umi, ya?" tanya Haydar.
"Nggak juga sih, Bang. Nuda cuma kangen suasana di sana aja."
"Besok ke rumah Abi mau?"
"Serius, Bang?" tanya Nuda dengan mata yang berbinar. Haydar mengangguk.
"Besok ketemu Abi dan Umi. Malam ini ngapain?" ujar Haydar menyembunyikan kekehannya.
"Abang pengen?" tanya Nuda tersenyum menatap wajah suaminya dari atas.
"Banget," sahut Haydar cengar cengir.
"Yaudah, ayo."
"Ayo!"
"Ab-" Tiba-tiba pintu dibuka. Sontak Nuda dan Haydar menoleh. Seorang perempuan berdiri mematung di pintu.
"Kenapa sih, Na? Ganggu Abang mau sunahan aja," kata Haydar kesal pada Alana.
"Ya, ma'af. Ana kan nggak tahu kalau Abang sama Akak lagi itu," sahut Alana merasa bersalah.
"Yaudah. Sana keluar lagi Abang mau sunahan, nih!" ujar Haydar.
"Apaan sih, Bang!" Nuda memukul tangan Haydar. Yang dipukul hanya meringis kesakitan.
"Masuk dulu geh, Na!" kata Nuda mempersilahkan adik iparnya itu untuk masuk. Dengan ragu Alana memasuki kamar pasutri itu kemudian duduk di sofa.
"Abang ngejauh dulu dari Akak. Nempel terus ngehasilin anak kagak!" kata Alana.
"Ini juga Abang mau nanam anak. Kamunya aja yang ganggu!" kata Haydar beranjak dari duduknya sedikit menjauh dari istrinya. Lagi-lagi Haydar terkena sentilan dari tangan istrinya yang membuatnya kembali mengadu kesakitan.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKU atau TUHANMU❔ (Terbit)
Phi Hư CấuTelah terbit di Chartamedia Publisher🦋 "Ril, buruan nikahin gue. Sekarang Abi udah kasih pilihan nikah sekarang sama lo atau nikah sekarang sama Fiqri!" ujar Nuda kala itu. "Gimana mau tinggal seatap kalau rumah ibadah aja udah beda?" ujar Aril tan...