D¤U¤A¤P¤U¤L¤U¤H¤D¤U¤A

145 67 86
                                    

Nuda memasuki kamar dengan perasaan takut. Perlahan-lahan ia membuka pintu dan terlihat Haydar menatap tajam ke arah pintu. Haydar duduk di tepi ranjang dengan melipat kedua tanganya di dada. Nuda menelan salivanya dengan paksa. Suaminya benar-benar marah untuk saat ini. Nuda berjalan dengan bergetar menghampiri Haydar yang terlihat memasang wajah penuh emosi.

"Ngapain ke kamar? Kenapa nggak nemenin mantanmu aja tuh di bawah?" kata Haydar masih menatap Nuda dengan kesal.

"Mantan apaan sih orang aku sama Fiqri nggak pernah pacaran geh!" Kesal Nuda pada suaminya.

"Terus apa namanya mau nikah tapi nggak jadi?" tanya Haydar lagi.

"Ya, mantan juga sih. Kenapa emang? Abang cemburu?" kata Nuda kesal.

"Iya lah cemburu. Kenapa?"

"Kan cuman duduk doang terus ada Abi juga, ih. Nggak lucu banget Abang mah," kata Nuda sambil mendekati tepi ranjang tempat Haydar duduk.

"Terus tadi pas Fiqri datang nggak ada niatan ke kamar aja gitu?"

"Nggak enak lah, Bang. Kan tamu adalah Raja. Bukan begitu?" kata Nuda mencari pembelaan padahal ia tahu ia salah karena tidak masuk kamar pas Fiqri datang.

"Tamu memang Raja. Tapi perasaan suamimu lebih penting!" kata Haydar menatap Nuda dengan tatapan kesal.

"Yaudah, deh. Ma'afin," ujar Nuda sambil mengancungkan dua jarinya.

"Demi Allah Abang nggak rela melihat istri yang Abang cintai berdua-duaan dengan laki-laki lain apalagi laki-laki itu pernah mencintai istri Abang. Abang cemburu, Nuda. Kamu udah milik Abang seutuhnya, seharusnya kamu tahu menjaga perasaan suami kamu, Da. Abang cemburu!" Tegas Haydar dengan mata berkaca-kaca antara sedih dan marah mengingat Nuda dan Fiqri di ruang tamu tadi.

Hati Nuda seketika remuk melihat Haydar menangis karena kesalahannya yang berdua-duaan dengan Fiqri di ruang tamu tadi. Kini untuk kedua kalinya Nuda melihat laki-lakinya itu menangis. Pertama ketika mereka berpisah satu tahun yang lalu dan sekarang karena kecemburuaanya pada Nuda. Tak sadar air mata Nuda mulai terjatuh dari pelupuk matanya. Ia mengaku salah karena nggak bisa menjaga perasaan suaminya itu. Seharusnya tadi ia tidak menemani Abinya untuk mengobrol dengan Fiqri. Nuda menunduk dan menangis terisak-isak di samping Haydar yang juga sedang menangis.

Haydar menoleh mendengar isak tangis dari istrinya di sampingnya. Haydar tidak habis pikir kalau Nuda akan menangis. Apakah ia sudah terlalu kasar pada istrinya itu?

"Kok nangis sih? Kan Abang yang seharusnya nangis bukan istri Abang," ujar Haydar memeluk Nuda. Nuda semakin terisak di dekapan Haydar.

"Udah-udah. Ma'afin Abang ya udah marah sama Nuda," kata Haydar merenggangkan pelukannya pada tubuh istrinya lalu menghapus air mata Nuda dengan jarinya.

"Nuda kan nggak ngapa-ngapain sama Fiqri. Nuda cuman nemenin Abi aja," kata Nuda menangis semakin menjadi-jadi.

"Utututu, udah jangan nangis lagi nanti Abang marah lagi nih," kata Haydar kembali memeluk istrinya itu.

"Marah aja nanti Nuda nangis lagi," kata Nuda dalam dekapan Haydar.

"Yaudah. Jangan nangis lagi ya."

"Ya Abangnya marahin Nuda, geh!" kata Nuda.

"Nggak marah lagi, janji!" Haydar tersenyum menatap wajah istrinya yang masih basah oleh air mata.

Nuda tersenyum. "Peluk."

Haydar tersenyum lalu memeluk tubuh mungil istrinya itu. Mengecup puncak kepala istrinya dan mengelus pundak Nuda lembut. Nuda yang merasa nyaman dengan dekapan dan perlakuan Haydar tersenyum penuh arti.

AKU atau TUHANMU❔ (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang