E¤M¤P¤A¤T¤B¤E¤L¤A¤S

151 53 17
                                    

Jam menunjukkan pukul sembilan malam. Nuda sudah bersiap-siap untuk keluar menonton bioskop dengan Aril malam ini. Memakai gaun yang sangat indah dengan dibaluti oleh jilbab yang membuatnya bertambah cantik. Sedikit polesan make up menambah mempesonanya tampilan Nuda malam ini. Beberapa menit yang lalu ia sudah menghubungi Aril dan Aril bilang ia sedang di jalan untuk menjemput Nuda.

Nuda dengan gembira menuruni anak tangga satu persatu. Bagaimana tidak gembira ia sebentar lagi akan menemui sang kekasih hati yang wajahnya membuat Nuda candu. Tidak dapat dipungkiri Nuda memang sudah sangat mencintai Aril. Apapun kegiatan yang dilakukan olehnya wajah Aril selalu terbayang-terbayang sepanjang waktu. Mungkin kata orang Nuda sudah dikatakan bucin karena hal itu.

"Mau kemana malam-malam gini?" tanya Haji Rojak ketika Nuda sampai di lantai bawah.

"Mau nonton, Bi."

"Televisi kan ada. Handphone juga ada ngapain capek-capek keluar," kata Haji Rojak sebelum menyeruput kopi hangatnya.

"Walaupun punya televisi berjuta-juta inci terus memiliki handphone bermilyaran buah pun akan tetap berbeda dengan suasana yang ada di bioskop, Bi." Haja Aminah mengeluarkan suaranya.

"Tau tuh si Abi. Nuda pergi dulu ya!" kata Nuda sambil menciumi tangan Abi dan Uminya.

"Kalau sama Fiqri perginya boleh aja. Tapi kalau sama Aril Abi nggak memperbolehkan!" ujar Haji Rojak membuat Nuda kesal.

"Apaan sih, Bi. Mentang-mentang Fiqri udah pulang ke Indonesia jadi gitu. Ngapain Nuda pergi bareng Fiqri, pacar Nuda kan ada." Nuda berucap kesal.

"Eh. Fiqri udah pulang ya? Sejak kapan?" tanya Haja Aminah.

"Tadi pagi, Mi. Calon menantu kita tuh katanya juga malam ini mau bertamu di rumah kita," ujar Haji Rojak membuat Nuda terkejut.

"Ngapain dia kesini?" tanya Nuda ketus.

"Mau bersilaturrahim. Tadi kamu udah ketemu sama Fiqri?" tanya Haji Rojak balik.

"Hm," sahut Nuda tidak berselera.

"Assalamualaikum!" Nuda, Haji Rojak dan Haja Aminah sontak menoleh ke arah sumber suara. Dari pintu utama terlihat Fiqri sedang tersenyum. Haji Rojak dan Haja Aminah menjawab salam dari Fiqri dengan sangat riangnya berbeda dengan Nuda yang sudah sangat kesal dengan situasi itu.

"Masuk, Nak!" Haja Aminah mempersilahkan Fiqri untuk masuk. Fiqri dengan sopannya menghampiri tempat duduk tuan rumah.

"Duduk, Nak Fiqri," kata Haji Rojak tersenyum. Fiqri lalu menduduki sofa tidak jauh dari tempat Nuda berdiri.

"Yaudah ya, Bi, Mi. Nuda pamit dulu. Ass-"

"Tidak boleh jika perginya nggak sama Fiqri," seru Haji Rojak serius.

"Tapi kan, Bi. Aril sudah dijalan mau jemput Nuda," kesal Nuda.

"Biarin saja, Bi. Lagian Nuda sudah dewasa, sudah bisa memilih dan memilah," tambah Haja Aminah.

"Pilihan Nuda selalu salah dan tidak pernah benar. Duduk, Nuda!" titah Haji Rojak pada Nuda yang sedari tadi berdiri.

"Nuda nggak mau duduk. Nuda mau keluar, Bi."

"Nggak sopan banget kamu langsung pergi pada saat Fiqri datang ke sini!" Suara Haji Rojak meninggi.

"Fiqri kan kesini mau nemuin Abi bukan nemuin Nuda," sahut Nuda sebal.

"Biarkan saja dia pergi. Malam ini memang ada film yang sangat seru di bioskop." Fiqri mengeluarkan suaranya setelah berdiam diri. Sebenarnya Fiqri sangat canggung berada di tengah keluarga yang sedang berdebat itu. Apalagi masalah itu ada kaitannya dengannya.

AKU atau TUHANMU❔ (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang