Nuda pagi ini sedang berada di ruang keluarga menemani Adel yang mengerjakan tugasnya. Adnan juga berada di sana melihat Nuda dan Adel yang bercerita ke sana kemari dan tidak selesai-selesai mengerjakan tugas. Adnan sama sekali tidak berselera untuk memulai percakapan ataupun menjawab untuk sekedar mengejek Nuda dan Adel. Ia masih berpikir kenapa cewek-cewek yang ia dekati datang sekejap lalu kemudian menghilang entah kemana. 'Seperti makhluk halus' kata Adnan.
"Lo kenapa sih dari tadi diam mulu? Mana mukanya digituin lagi udah kaya cecurut," kata Nuda yang sedari tadi memperhatikan saudara laki-lakinya yang kelihatan duduk terdiam dengan wajah murung.
"Tapi kalo dilihat-lihat ya, Adnan lebih ganteng pas diam gitu daripada pas cerewetnya," kekeh Adel yang diiyakan oleh Nuda.
"Nggak papa, nggak papa lagi, nggak papa terus, nggak papa banget, nggak papa sumpah nggak papa, nggak papa serius nggak papa!" sahut Adnan sambil menarik napas mengelus dadanya. Nuda dan Adel terkekeh pelan melihat reaksi Adnan.
"Main tebak-tebakkan yuk, biar seru!" seru Adel bersemangat.
"Ayo, aku duluan!" kata Adnan bersemangat tiba-tiba.
"Ayo-ayo. Apa?"
"Apa yang bilangnya 'iya' berarti 'tidak', bilangnya 'tidak' berarti 'iya'?" tanya Adnan. Nuda dan Adel kebingungan.
"Ya, betul. Perempuan!" kata Adnan sedikit ngegas.
"Belum juga dijawab udah betul-betul aja," kata Adel kesal. Adnan terkekeh.
"Ok. Sekarang giliran Adel," kata Nuda melirik Adel.
"Ada seorang laki-laki botak yang super kaya. Apapun bisa dibelinya. Mobil, motor, rumah, sampai pesawat ia beli. Tapi ada satu yang nggak pernah ia beli. Apakah itu?"
"Pembalut!" tebak Adnan.
"Ih, salah!" kata Adel.
"Lah kan dia cowok mana bisa dia beli pembalut. Ya 'kan?"
"Bisa aja dia beli buat tetangganya 'kan? Huh!"
"Terus apa yang bener?" tanya Adnan kesal.
"Sisir! Jawabannya sisir. Kan dia botak mana mungkin dia beli sisir ya 'kan?" seru Adel dengan bangganya sambil menaik turunkan alisnya.
"Yaelah, bisa aja 'kan dia beliin buat tetangganya juga! Huh!" balas Adnan.
"Enggak. Pokoknya yang nggak dia beli tuh sisir. S-I-S-I-R!" tegas Adel.
"Dia juga nggak akan bisa beli pembalut, bego! Sisir mah bisa di beli terus dia kasih ke tetangganya!" balas Adnan tak mau kalah.
"Pokoknya sisir. Titik!" tegas Adel.
"Pembalut!"
"Sisir!"
"Pembalut, tulul!" kata Adnan lagi.
"Sisir, sisir dan sisir!" ujar Adel sambil berdiri dan berkacak pibggang di depan Adnan.
"Pembalut! P-E-M-B-A-L-U-T!" kata Adnan sambil berdiri menunjuk muka Adel.
"Jangan nunjuk-nunjuk! Nggak sopan banget!" kesal Adel.
"Apa? Lo juga ngapain berkacak pinggang di depan gue? Nggak sopan!" cecar Adnan lagi.
Adnan dan Adel terus saja memperdebatkan masalah tebak-tebakan itu. Tidak ada yang mau mengalah dan masing-masing berjuang mempertahankan pendapat mereka. Nuda menyaksikan tingkah kedua orang di depannya itu dengan tatapan pusing dan heran. Nuda yang sudah lelah memperhatikan tingkah kedua orang itu lalu bergegas ke dapur.

KAMU SEDANG MEMBACA
AKU atau TUHANMU❔ (Terbit)
Non-FictionTelah terbit di Chartamedia Publisher🦋 "Ril, buruan nikahin gue. Sekarang Abi udah kasih pilihan nikah sekarang sama lo atau nikah sekarang sama Fiqri!" ujar Nuda kala itu. "Gimana mau tinggal seatap kalau rumah ibadah aja udah beda?" ujar Aril tan...