Sang surya kini sudah berwarna jingga di ufuk barat. Sinar indahnya membuat hati siapapun tenang dan damai. Tidak sedikit orang bisa tersenyum dengan sendirinya hanya karena menatap matahari yang sudah ingin tenggelam kembali ke peraduannya. Orang biasa menyebutnya dengan 'sunset'.
Entah sejak kapan Nuda sudah berada di balkon menatap senja yang sedang meraup anila. Ia berdiri sambil memejamkan matanya membayangkan hal-hal yang bahagia terjadi di hidupnya. Ia tersenyum lalu membuka perlahan kedua matanya. Sinar jingga itu semakin lama semakin menghilang. Tandanya malam sudah mulai tiba. Nuda masih ingin berada di balkon untuk menyaksikan peristiwa alam yang begitu luar biasa itu.
Nuda menghela napas dalam. Besok ia sudah akan menjadi istri orang. Istri dari sosok laki-laki yang pernah ia kagumi. Ia tidak tahu entah bagaimana ke depannya menjalin rumah tangga dengan Fiqri. Ia tidak tahu apakah sekarang ia sudah ikhlas dengan kepergian Ariel. Ia tidak tahu itu semua. Yang ingin ia lakukan sekarang hanyalah berdo'a dan menyerahkan diri kepada-Nya. Nuda sudah tidak ingin meminta banyak lagi. Nuda hanya ingin meminta satu hal yaitu kebahagiaan. Jika Fiqri memang sudah ditakdirkan untuk menjadi jodohnya, maka ia ingin Tuhan yang Maha Membolak-balikkan hati untuk segera menciptakan rasa dihati Nuda agar nanti hidup bersama Fiqri tidak terkesan nikah karena paksaan.
Allahu akbar! Allahu akbar!
Adzan maghrib sudah dikumandangkan. Suara muadzinnya sudah tidak asing lagi bagi Nuda. Suara merdu yang membuat siapapun terbuai saat mendengarnya. Nuda tersenyum simpul ketika mendengar suara adzan yang begitu indah menenangkan hati. Apalagi orang itu yang besok akan segera menghalalkannya dan akan menjadi imam dunia dan akhiratnya.
Nuda dengan segera meninggalkan balkon. Ia melangkah menuju kamar mandi untuk berwudhu. Setelah iqamat sudah di lantunkan, Nuda melaksanakan sholat dengan khusyuknya.
Nuda turun ke lantai dua setelah menyelesaikan sholat maghribnya. Di ruang keluarga hanya ada kedua orangtua dan saudara laki-lakinya di sana.
"Weh, calon pengantin nih!" ujar Adnan melihat Nuda menghampiri tempat duduknya. Haji Rojak dan Haja Aminah hanya terkekeh pelan.
"Fiqri tadi menelpon Abi katanya malam ini mau ke rumah. Nuda udah tahu?" tanya Haji Rojak melirik Nuda.
"Udah, Bi. Tadi dia ngechat Nuda," balas Nuda sambil memasukkan kue ke mulutnya.
"Malam ini diajak kemana sama Fiqri, Da?" Haja Aminah melirik putri semata wayangnya.
"Fiqri nggak ngajak kemana-mana. Emangnya kenapa, Mi?" Nuda membalas.
"Kirain mau jalan-jalan dulu sebelum besok akan menjadi suami istri," kata Haja Aminah tersenyum.
"Mending halal dulu baru puas jalan-jalan ya, Da?" kata Adnan pula.
"Nah, iya. Tumben pinter." Nuda melirik Adnan.
"Pinter setiap hari kali. Eh, Adel mana ya, Da?"
"Tuh di atas tadi," kata Nuda menunjuk lantai atas dengan wajahnya.
"Oh, jadi pergi sama Adelnya, Nan?" Haja Aminah melirik Adnan. Adnan mengangguk mengiyakan.
"Kak Da! Liat ini deh!" Teriak Adel dari jauh sambil melihat HP ditangannya.
"Kenapa?" Nuda memasang wajah ingin tahu.
"Nih! Kenal ustadz ini 'kan?" tanya Adel dengan hebohnya. Nuda mengamati foto seorang laki-laki yang dimaksud Adel. Dalam foto itu terpampang jelas wajah seorang laki-laki yang sangat tampan dengan penampilan syar'i. Celana cingkrang warna hitam di padu dengan baju koko warna putih yang ia pakai membuat penampilannya semakin menawan.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKU atau TUHANMU❔ (Terbit)
SaggisticaTelah terbit di Chartamedia Publisher🦋 "Ril, buruan nikahin gue. Sekarang Abi udah kasih pilihan nikah sekarang sama lo atau nikah sekarang sama Fiqri!" ujar Nuda kala itu. "Gimana mau tinggal seatap kalau rumah ibadah aja udah beda?" ujar Aril tan...