L¤I¤M¤A¤B¤E¤L¤A¤S

152 50 12
                                    

Tok! Tok! Tok!

Nuda mengetuk kamar kost Aril dengan hati dan perasaan was-was. Pagi-pagi sekali Nuda ke kostan Aril untuk meminta ma'af dan menjelaskan kenapa tadi malam ia tidak keluar. Adnan juga semalam sudah bercerita kalau Aril menungguinya sampai ketiduran di dalam mobil di pintu gerbang. Nuda mengutuk dirinya sendiri dan sangat menyesal kemarin malam tidak keluar. Tetapi Nuda harus bagaimana sedangkan Abinya melarang ia untuk keluar rumah. 

Ceklek!

Pintu kamar kost Aril terbuka dan Nuda menemukan wajah Aril yang baru bangun tidur di sana. Nuda tidak berani menyapa duluan. Aril menatap wajah Nuda dengan tatapan datar.

"Ril...," Panggil Nuda pelan takut jika Aril emosi. Aril tidak menyahut bahkan tidak merubah ekspresi wajahnya.

"Se-semalam gue nggak bisa keluar karena-"

"Karena ada di Sriti 'kan?" kata Aril memotong ucapan Nuda.

"Iya. Ta-tapi bukan kemauan gue untuk tidak keluar. Abi yang melarang gue untuk menemui lo," ujar Nuda dengan hati-hati.

"O, iya." Aril menutup kembali pintu kostnya.

"Aril! Aril buka!" Teriak Nuda mengetuk-ngetuk pintu kost Aril.

"Gue belum selesai ngomong, Ril...,"

"Gue nggak bermaksud untuk ngecewain lo. Gu-gue...," Tangisan Nuda akhirnya lolos dengan sendirinya. Nuda tidak sanggup lagi jika Aril sudah begini.

"Lah? Kenapa jadi nangis gini sih? Hey!" kata Aril setelah ia kembali keluar menghampiri Nuda. Aril mendekat dan memegang wajah Nuda.

"Gue tadi masuk cuman mau cuci muka. Astaga!" ujar Aril mengusap air mata Nuda yang mengalir.

"Kenapa pintunya sampai ditutup?" tanya Nuda masih dengan perasaan bersalah dan menangis.

"Biar kelihatan keren aja sih," kekeh Aril.

"Keren gimana?"

"Ya biar lo merasa kalau gue tuh ngambek gitu," seru Aril tanpa dosa.

"Kan ini emang lagi ngambek!" kata Nuda semakin mengeluarkan air matanya.

"Nggak. Siapa yang ngambek? Gue nggak bisa ngambek sama lo, Da." Aril menatap dalam netra Nuda yang masih setia meneteskan air matanya.

"Tapi kan gue udah ngecewain lo, Ril." Air mata Nuda enggan untuk berhenti mengalir. Semakin Aril berkata-kata semakin deras pula air mata yang keluar dari matanya.

"Ngecewain gimana?" kata Aril bingung.

"Soal semalam lo nungguin gue sampai ketiduran,"

Aril hanya terkekeh mendengar apa yang Nuda katakan. Kembali menatap wajah sang kekasih lalu memeluknya erat. Nuda menerima dengan senang hati sekaligus haru pelukan dari laki-laki yang kini menjadi pacarnya itu. Ia pikir Aril akan marah ternyata sama sekali tidak marah.

"Gue sayang sama lo, Da. Sangat...," lirih Aril sambil mengusap lembut kepala Nuda yang membuat Nuda semakin menangis.

"Ih, kok tambah nangis sih? Udah, dong," ujar Aril ketika sudah melepaskan pelukannya pada tubuh Nuda.

"Lo sih bikin gue nangis mulu!" kesal Nuda sambil memukul dada bidang Aril.

"Tuh kan! Sakit Ayang ih!"

"Biarin! Ngapain tadi bikin gue nangis!" kesal Nuda manja.

"Bego emang. Dia yang salah, dia yang nangis sendiri eh dia juga yang ngambek," ujar Aril kesal membuat Nuda terkekeh.

Nuda kembali memeluk pinggang Aril manja. Aril membalas pelukan itu dengan bahagia. Mengecup lembut kepala sang kekasih dengan penuh perasaan.

"Jadi nggak ngambek masalah kemarin?" tanya Nuda tanpa melepas pelukannya pada Aril.

"Ngambek sih enggak cuman kesal aja. Apalagi alasannya nggak keluar karena ada si Sriti sok kegantengan itu!"

"Semalam dilarang sama Abi. Kalau nggak dilarang mah udah keluar," kata Nuda lagi.

"Yaudah. Masakin dulu gih gue belum sarapan," kekeh Aril sambil melepaskan pelukannya. Nuda tersenyum simpul. Kebiasaan Aril memang seperti itu kalau Nuda datang pagi-pagi pasti disuruh masakin.

"Nggak perlu. Nih udah gue bawain!" kata Nuda sambil memperlihatkan kantung kresek yang sedari tadi ia tenteng.

"Utututu! So sweet!" Aril memonyongkan bibirnya membuat Nuda tertawa.

"Hari ini nggak kuliah?" tanya Nuda.

"Nanti jam 1 baru kuliah. Ayang punya jam kuliah hari ini?" tanya Aril balik.

"Enggak ada."

"Wah, senang dong bisa leha-leha,"

"Hm. Boleh nggak nemenin Ayang kuliah?" pinta Nuda dengan suara manjanya.

"Nggak perlu di ragukan lagi. Boleh banget!"

"Yaudah. Ayo masuk sarapan dulu nanti disuapin,"

Aril mengangguk dan menggenggam tangan Nuda untuk masuk.

                 ***

Haji Rojak dan Haja Aminah sekarang berada di rumahnya Fiqri. Mereka sedang mengobrol sana sini sambil tertawa.

"Kapan kau akan kembali ke Australia, Fiqri?" tanya Haji Rojak.

"Niatnya sih pulang kali ini membawa istri, Bi." Fiqri berkata terus terang.

"Jadi masih lama di Indonesia?" tanya Abubakar juga.

"Agak lama soalnya mau cari pendamping dulu. Fiqri udah berumur malu kalo nggak nikah-nikah," kekeh Fiqri membuat seiai rumah tertawa.

"Jadi kamu siap menikahi Nuda sekarang juga?" tanya Haji Rojak yang membuat Fiqri dan orantuanya terkejut. Haja Aminah pun ikutan terkejut atas penuturan suaminya yang sama sekali tidak terpikirkan itu.

"Bukannya Nuda sudah pacaran dengan laki-laki ya, Jak. Jangan memaksakan kehendakmu. Jikalau anakmu tidak ingin menikah dengan Fiqri jangan memaksanya, tidak baik!" kata Abubakar yang diiyakan oleh Aisyah dan Haja Aminah.

"Fiqri tidak mungkin menikahi Nuda yang jelas-jelas sekarang sudah berhubungan dengan laki-laki lain, Bi. Fiqri tidak mau Nuda semakin membenci Fiqri. Masalah semalam saja Fiqri yakin Nuda sudah sangat marah kepada Fiqri." Fiqri menjelaskan panjang lebar.

"Masalah apa?" tanya Haja Aisyah bingung karena Fiqri sama sekali tidak menceritakan tentanng apa-apa ketika pulang dari rumah Nuda.

"Ti-tidak ada masalah apa-apa kok, Syah. Hanya masalah sepele," ujar Haja Aminah berbohong agar Fiqri tidak disalahkan oleh kedua orantuanya itu.

"Jika seandainya Nuda tidak berhubungan dengan laki-laki itu, apakah kamu mau menikahi Nuda?" tanya Haji Rojak menatao Fiqri serius.

"Dulu Fiqri menyuruh orangtua Fiqri untuk datang ke rumah Abi adalah untuk melamar Nuda. Yang niatnya pulang kali ini Fiqri akan menikahi Nuda dan setelah menikah Nuda akan saya ajak ke Australia bersama-sama. Tetapi ternyata Nuda sudah menambatkan hatinya pada laki-laki lain dan saya harus ikhlas menerima itu semua," ujar Fiqri dengan raut wajah datar.

"Jadi jika Nuda tidak berhubungan lagi dengan laki-laki itu, Fiqri mau menikahi Nuda?" tanya Haji Rojak lagi.

"Bismillah dengan izin Allah saya siap menikahi Nuda jika Nuda juga mau menikah dengan saya." Fiqri berujar mantap.

Haji Rojak tersenyum senang begitu juga dengan Haji Abubakar dan istrinya, Haja Aisyah serta Haja Aminah.

Siapa yang tidak ingin mempunyai menantu seperti Fiqri? Penghafal Al-Quran, cerdas, kuliah di luar negeri, sholeh, sopan pula. Paket komplit sekali jika mempunyai menantu semacam Fiqri. Apalagi Fiqri adalah pemuda tampan dan berwibawa. Pasti perempuan yang mendapatkan hati Fiqri akan sangat beruntung dan bahagia.

Tapi Nuda yang sudah mendapatkan hati Fiqri apakah Nuda merasa seberuntung itu?

                  ****

Vote untuk lanjut♡

AKU atau TUHANMU❔ (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang