05. Hot Choco

3.3K 306 0
                                    

"Danny?"

Diana mencari adiknya pada langkah pertama dia memasuki kamar petaknya. Tempat dia dan adiknya tinggal beberapa tahun belakangan, setelah kedua orang tua mereka tewas entah atas alasan apa.

Diana dan adiknya yang saat itu masih berupa bayi dengan kulit merah, hanya menerima satu pilihan yaitu mengikuti kelompok orang dewasa yang berkata akan merawat Diana dan Daniel selama setia bekerja pada mereka.

Diana kecil menyetujui tanpa pikir panjang. Dia tidak ada kuasa untuk mencari cara lain agar dapat membesarkan adiknya.

Maka sejak saat itu, di usia kesepuluh Diana. Dia mulai dilatih menjadi seorang pembunuh. Sebab kepolosan anak kecil dianggap lebih mudah mendapat kelengahan dari target. Bila Diana dipoles dengan baik, dia bisa menjadi pembunuh yang sangat handal.

Hal itu terbukti dengan hasil positif sampai pada tahun kedelapan dirinya bekerja. Dia sudah tak jarang dikirim untuk menghabisi petinggi-petinggi berkuasa dari seluruh dunia. Mereka bangga pada hasil Diana, tetapi tidak bagi gadis yang bersangkutan.

Diana lelah. Dia merasa kotor. Seiring bertumbuhnya dia, Diana bukan lagi bocah yang tidak memahami apa-apa tentang dunia. Tentang dosa. Dia mulai diteror oleh rasa bersalah, bahkan untuk menyentuh sang adik. Memikirkan berapa banyak lautan darah yang dia buat sampai membuat adiknya tumbuh sebesar ini. Dia bahkan mual setiap kali akan mengisi perut.

Berapa banyak orang yang dia bunuh melalui makanan mereka, berapa banyak orang yang dia tikam saat menikmati makanan mereka, berapa banyak orang yang dia aniaya demi menerima sepiring makanan segar ini.

Betapa rendahnya dia, mengambil setiap nyawa yang sebenarnya mempunyai banyak kesempatan dalam hidupnya untuk menjadi sosok yang lebih baik. Hanya demi mempertahankan napasnya.

Apa dia masih pantas untuk menikmati kehidupan ini?

Bahkan manusia normal tidak perlu memotong seekor untuk setiap piring makanannya. Sedangkan dia menghabisi satu nyawa manusia demi dirinya dan sang adik.

Dia mengotori adiknya. Dia menarik adiknya pada jurang dosa tak berujung. Dia menyiksa adiknya demi kesalahan yang dia lakukan, beralasan itu semua demi mereka berdua.

Lama kelamaan, kinerja Diana mulai menurun. Dia memperoleh luka lebih banyak dari biasanya, dan membiarkan beberapa nyawa terbebas ketika menjalani misi.

Petinggi organisasi mulai geram.

Mereka menekan Diana agar kembali kompeten dalam pekerjaannya. Diana tidak berkutik. Apakah pekerjaannya itu? Tidak lebih baik dari tukang jagal.

Dia menghancurkan kehidupannya sejak delapan tahun lalu, saat dia menerima uluran tangan bos organisasi tersebut.

Diana menghancurkan semuanya. Kehidupannya, kehidupan adiknya. Kebebasan, ketenangan, kepribadiannya. Setiap hal dari dirinya menjadi semakin buruk dalam waktu ke waktu.

Adiknya jauh lebih baik. Sangat baik. Dia sosok paling mulia di mata Diana, adik yang sangat lembut dan penyayang. Adik yang belajar masak pada usia yang terlalu muda untuk berada di dapur.

Adik yang membiarkan tangannya dipenuhi luka demi membuat semangkuk sup dengan potongan sayur yang tak berbentuk.

Adik yang membungkus bagian tubuhnya yang terluka dengan kain bekas dalam diam. Tanpa sekali pun mengeluh pada Diana.

Adik yang memperdayakan tangan lemah itu untuk mencuci pakaian dan noda darah di pakaian Diana, tanpa tahu siapa pemilik cairan amis yang sudah mengering itu.

Adik yang sering menunggu dirinya sampai tertidur di meja makan. Dengan tumpukan buku bekas di bawah pantatnya. Akibat dari tinggi badannya yang masih terlalu minim.

Adik yang begitu pengertian sampai membuat Diana hilang akal. Adiknya, tak pernah sekali pun menanyai apa yang dilakukan kakaknya. Atau di mana keluarga mereka yang lain. Kapan dia akan disekolahkan. Meski dia mengetahui dengan jelas bagaimana dunia luar dengan adanya televisi dan buku-buku pengetahuan di rumah petak mereka.

Diana yang setiap harinya melakukan hal keji, bahkan tidak berani meminta lebih dari kebutuhan terprioritas mereka. Mereka hidup dalam kesederhanaan. Tanpa ada hiburan lebih. Organisasi juga senang akan pilihan mereka. Tentu, uang yang dihasilkan Diana diterima bersih.

Hari berganti menjadi minggu. Diana masih sama buruknya dalam menjalankan tugas. Dia tidak berani menatap adiknya, maka dia selalu tiba di rumah dini hari. Melihat adiknya dalam kondisi yang sama, terlelap bersama wajah yang menumpu di meja makan. Di sana seperti biasa, tersedia makanan yang sudah dingin dan menjadi keras.

Diana mengambil selimut dan menggendong adiknya ke kamar. Bahkan tidak berani untuk bersentuhan langsung dengan kulit sang adik.

Dengan tangan yang baru saja dia bilas entah berapa kali banyaknya, menghilangkan aroma, warna, dan sensasi saat darah itu masih berada pada genggamannya. Kulitnya keriput sampai belas di beberapa tempat.

Dia segera beralih setelah menyamankan sang adik di atas kasur.

Kegiatan yang sama, berlangsung selama satu bulan penuh. Adiknya sudah berhenti menunggu di meja makan. Yang ada di sana tersisa makanan dingin dan sepucuk surat untuk memanaskan makanan tersebut. Agar Diana tidak membiarkan perutnya kosong dan dingin. Agar Diana tidak lupa mandi dengan air hangat sebelum pergi tidur. Agar Diana beristirahat sepuasnya, dan tidak terlalu memaksakan diri.

Agar Diana sesekali pulang cepat, untuknya melepas rindu.

Diana masih terpuruk dan tidak berani melangkah mendekati kamar sang adik.

Setengah bulan berlalu, makanan itu mulai tidak tersedia di atas meja. Diana merasa adiknya mungkin sudah bosan melihat masakannya disisakan atau bahkan tidak disantap. Atau berakhir di tempat sampah. Atau bahkan dia mendapati setiap kali Diana memuntahkan isi perutnya.

Dua bulan, rumah terasa semakin dingin. Saat itu badai salju sering terjadi. Diana mulai melemahkan hati dan pulang lebih cepat. Tapi dia masih tidak menemukan keberadaan adiknya. Daniel yang biasanya masih menonton televisi atau membaca buku di ruang tengah. Daniel yang memikirkan resep baru untuk dia sajikan pada kakaknya. Daniel yang menulis buku hariannya yang sebenarnya monoton, karena dia tidak pernah berkunjung pada dunia luar.

Diana mengetuk pintu kamar sang adik, tidak ada jawaban. Dia mengira Daniel terlelap lebih cepat hari ini. Mengingat udara yang sangat membekukan.

Diana berjalan memasuki area dapur. Memikirkan apa yang bisa dia perbuat dengan benda-benda yang dia jauhi selama ini. Yang membuatnya mual dan pusing, teringat pada jeritan dan permohonan korban-korbannya.

Diana memilih membuka kotak berisi cokelat batang dan memanaskannya dengan air. Dia akan mengobrol dengan adiknya setelah sekian lama. Diana mencoba membuat hal yang manis pada lidah dan hati, mendukung keduanya berbaikan. Mendukung Diana untuk memiliki wajah dan meminta maaf pada adiknya.

Tapi semua itu runtuh, saat dia membuka pintu kamar adiknya. Aroma cokelat panas berganti dengan bau busuk. Diana terpaku. Perlahan, saraf-sarafnya mulai kebas.

Di sana terdapat mayat adiknya.

Mayat yang jelas sudah kaku dalam waktu lama.

20th February 2022


[END] LUCIFER (5 Cents Of Love) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang