34. Diana's Death

1.1K 136 0
                                    

"Hari ini, rumah masih terasa dingin."

Diana baru membuka pintu kamar, itu masih pukul enam pagi. Terlalu dini bagi dirinya yang telah terjaga sepanjang malam. Untuk dinyatakan berapa lama dia tertidur, mungkin kurang dari dua jam.

Itu menjadi pagi ketujuh, satu minggu setelah kepergian Lucifer. Diana masih tidak bisa terpejam di malam hari namun semakin tertekan pada waktu ke waktu.

Dia hanya amat patah hati. Tidak hanya itu, kehidupannya hancur untuk kesekian kali. Pola makan dan hidupnya mengalami hal yang sama. Hanya dalam waktu seminggu, Diana pasti kehilangan beberapa jarum di timbangannya.

Tangan yang telah lembut oleh sihir Lucifer kembali kasar, bahkan lebih kasar. Diana sekali lagi menyapa kegiatan bodoh yang menyia-nyiakan kesehatannya.

Dia pada dasarnya tahu. Namun sekali seseorang telah mencoba, dia akan mendapatkan keinginan mencoba lebih banyak di kesempatan lain.

Diana merasa sesak hanya dengan melihat setiap bagian rumahnya. Entah itu dapur, sepasang cangkir, tumpukan buku kanak-kanak dan saluran televisi berisi berita hingga kartun.

Itu terlalu jauh. Diana bahkan telah tertimpa beban hanya dengan membuka matanya atau terbaring di ranjang dingin. Sisi lain seharusnya tidak kosong dan hangat, dia lama-lama melupakan kesedihannya akan Daniel dan mulai tersadar bahwa saat ini dirinya telah bergantung pada sosok lain.

Bila itu seorang pendosa, maka biarlah pendosa. Sebab dia tetap saja mencintai penguasa dosa itu sendiri.

Diana perlahan mulai mencari keberadaan Lucifer. Entah itu bocah atau dewasa. Dia hanya sangat kesepian. Sangat sedih.

Diana membuka lembar baru di buku tulis Lucifer yang dia belikan untuk berkreasi. Kala ini, Diana baru mengetahui bahwa Lucifer kecil sungguh tidak pernah menikmati saat Diana memaksanya bermain. Alih-alih membuat coretan, pria kecil itu membuat catatan pengetahuan dan teori yang dia dapat dari saluran televisi dewasa.

Diana tertawa dalam kenangan, tidak peduli kelopak matanya masih menggenang air asin.

Lucifer, dia penguasa dosa yang menurut Diana tidak begitu memperlihatkan identitasnya. Pria itu tidak malas dan bodoh, justru penuh keingintahuan dan taat kepada Diana.

Diana berpikir kembali, mungkin Lucifer benar. Takdir telah terjalin, empat kehidupan telah berjalan. Lucifer penguasa dosa, namun dia bukan pengatur takdir. Dia adalah orang terakhir yang dapat disalahkan.

Seperti yang pernah dia katakan, Diana sebagai manusia selalu mengira setelah kematian, hal-hal berakhir begitu saja. Dia mampu menyalahkan Lucifer, juga atas kebaikan pria itu sendiri yang memberinya rahasia aturan semesta.

Itu masih hak Lucifer yang meminta bayarannya. Dan memikirkan dirinya seharusnya juga sama sial dan menderita cukup banyak sebagai tawanan raja iblis, Diana tidak bisa menyangkal bila saja dia tidak mencintai sang raja iblis.

Namun, dia memelihara perasaan itu. Sebuah kesialan tidak akan lagi menjadi sial jika kau menikmatinya.

Dia hanya merasa itu tidak adil bagi Daniel. Namun di saat bersamaan, dia masih berpikir Daniel melakukan segalanya untuk kebahagiaannya. Jika dia menyia-nyiakan kesempatan, Daniel akan lebih rugi lagi.

Diana semakin depresi hanya dengan memikirkan mana yang benar dan salah. Dia tiba-tiba merasa dirinya menukar otaknya dengan seekor ayam.

Diana menarik pena untuk menulis diari singkat di buku tulis Lucifer kecil.

Di sana dia berkata: Aku kesepian hanya dengan seminggu tanpamu. Lu, kupikir beradaptasi tidak semudah itu dalam beberapa hal. Hanya dalam waktu singkat, aku telah membayangkan bagaimana waktu yang lama berlalu tanpamu.

Lalu keegoisan itu lewat, aku sekali lagi berpikir. Bagaimana kau, seseorang dengan usia yang begitu panjang. Kehidupan yang begitu lama. Dengan lingkungan yang tidak berubah, akan bertahan dalam kesepian yang begitu berat? Aku mengira, mungkin aku benar pihak yang egois di sini.

Lu, kebahagiaanku ternyata adalah kau yang mencintaiku, dan mengizinkanku merasakan cinta, dan memahami bagaimana cinta itu dapat berjalan.

Diana melepas pena ketika pintu rumah diketuk lemah, dia segera menyapa kembali tamu yang datang dalam perjalanannya membuka pintu.

"Dia, aku mendapatkan kue ini dan dibagi bersamamu. Ada juga cokelat panas. Apa kau mau?"

Diana terkejut melihat Nyonya Brown di depan pintu dengan seloyang pie hangat dengan termos kecil. Dia berterima kasih dan sigap mengambil alih beban.

"Tidak masalah, nikmatilah. Ah, mengapa kau sangat kurus?" Nyonya Brown mengusap pipi Diana yang kehilangan. Gadis itu hanya tersenyum dan menyiratkan penolakan untuk menjawab. Dengan itu, Nyonya Brown mengangguk paham.

"Kau harus sehat, Dia. Luci masih sangat kecil, dia membutuhkanmu. Kalian harus hidup satu abad dan bahagia." Demikian, Nyonya Brown pamit menyisakan Diana yang meremas loyang dan termos.

Diana berbalik dan menutup pintu, dengan saleh menyajikan dua piring pie di meja depan televisi. Dia duduk dengan posisi normal di mana kedua dari mereka masih berkumpul.

Diana mengulas kelemahan sebelum akhirnya menyantap pie beri yang diberikan Nyonya Brown. Itu manis dan lembut, tidak begitu cocok dengan kepahitan yang tengah ditelan Diana luar dan dalam. Akan tetapi, tabrakan itu pula yang membuatnya lebih semangat untuk memakannya.

Kunyahan Diana bahkan tidak berlangsung banyak, hanya satu dan dua lalu telan. Dia menghabiskan seperempat loyang dalam waktu singkat sebelum kembali merasa kacau di dalam hati. Dia sampai berpikir menyisakan ini untuk Lucifer.

Hanya ketika Diana akan meratapi kesedihan, dia seakan menekan tombol jeda. Diana terbatuk beberapa kali, sampai tak terhitung berapa kali. Dia terjatuh dengan mata terbuka lebar, bulu matanya bergetar di sepotong kulit yang pucat pasih. Kesakitan ini datang terlalu tiba-tiba dan berhasil membuatnya panik.

Diana meraih cangkir berisi cokelat dan menelannya habis untuk menekan batuk, namun alih-alih, itu membuatnya semakin sulit menarik napas. Tenggorokannya sempit dan panas, penuh tekanan dan membuat Diana yang hendak berteriak ketika menelan ludah bahkan terasa sulit, namun suaranya tertahan.

Saat dia menyadari kesalahan itu, Diana sudah berusaha berdiri demi mengambil obat untuk angiodema-nya. Akan tetapi langkah itu terlalu goyah dan gegabah, membuatnya terjatuh dengan vas bunga. Menyebarkan tekanan emosi yang terlalu besar sehingga memicu reaksi alergi yang dipercepat.

Saat pecahan itu berada dalam remasannya, Diana mengkhawatirkan hal lain. Matanya terasa sama panasnya dengan saluran pernapasannya. Dalam rintih dia memanggil sebuah nama menjelang hembus napas terakhirnya.

8th April 2022

[END] LUCIFER (5 Cents Of Love) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang