"Selamat datang! Bagaimana harimu, Paman Jack?"
Diana menyapa pelanggan yang baru saja memasuki kedai tempat dirinya bekerja selama dua tahun belakangan ini. Dia segera membawa Paman Jack menuju bangku kosong menghadap jendela besar di depan toko.
Paman Jack tampak senang atas perhatian Diana. Di Murren, memang masih menjalani kehidupan sehari-hari sambil bergandengan dengan rasa kekeluargaan yang tinggi. Terlebih pada Kedai Hangat, kedai yang menjadi kesukaan penduduk setempat akibat kehangatan tak terbatas yang sesuai dengan nama miliknya.
Tak ada pelayan yang dingin sebab kelelahan atau kepanasan, tempat itu selalu bisa menjadi peristirahatan terbaik. Mereka melayani para pelanggan seolah keluarga, memperhatikan mereka, dan mendengar cerita mereka.
Tak jarang mereka yang sedang dirundung masalah mendatangi Kedai Hangat hanya untuk memesan segelas cokelat panas dan teman untuk berbicara. Pemilik kedai, Nyonya Mei, juga selalu bijaksana dalam memberi masukan. Membuat hampir seluruh anak muda di desa ingin mendaftar menjadi anak Nyonya Mei.
"Hariku baik, Dia. Terima kasih. Bagaimana denganmu?" Balas Paman Jack setelah duduk di tempat yang diarahkan Diana.
Gadis itu tersenyum sama hangatnya dengan Paman Jack. "Bisa bertemu dengan Paman dan lainnya sampai saat ini, bagaimana bisa hariku menjadi buruk?"
Paman Jack tertawa dan tidak lagi menjawab. Jawaban itu tidak lagi asing di telinganya, Diana memang selalu pandai berkata manis. Apalagi dengan situasinya yang adalah seorang duda, anak satu-satunya juga sudah lama berlayar ke negeri seberang untuk membangun kehidupan baru. Anak muda yang penuh dengan ambisi. Sangat berbeda dengan Diana, gadis berusia dua puluh tahun yang datang ke desa itu dengan kehendak hati sendiri.
Melihat watak Diana yang hanya berisikan kata-kata positif, Paman Jack hanya bisa menyayanginya seolah putri kandung sejak tak lama dari awal kedatangan Diana di Murren.
Sebenarnya, tidak hanya Paman Jack. Hampir seluruh penduduk Murren menyukai gadis cerah itu. Bahkan tak jarang Diana mendapatkan lamaran dari pemuda di desa, namun selalu ditolak dengan alasan dirinya belum siap membangun keluarga.
Selesai mendapatkan pesanan Paman Jack, Diana melaporkan menu yang dipilih pada koki yang bertugas di area dapur.
"Dia, tolong antarkan ini ke meja nomor enam!" Seru Kyle, sang koki sekaligus sebelum Diana menjauhi dapur.
Gadis itu mengambil patuh nampan berisi semangkuk sup daging dengan mangkuk lainnya berisi beberapa potong roti. Berjalan dengan telaten tanpa membuat kuah sup bergoyang, keahliannya masih mendarah daging setelah profesinya sebelum ini.
Menjadi pembunuh bayaran mengharuskan Diana dapat melangkah seringan bulu, bernapas tanpa menggetarkan api lilin, mengamati setajam belati. Diana menjadi pembunuh selama delapan tahun, semua demi adik laki-lakinya yang tewas di tangan majikannya sendiri dua tahun lalu.
Diana yang kehilangan alasannya untuk bertahan hidup, hampir turut memotong lehernya saat itu juga. Sebuah keberuntungan dirinya masih dapat meraih kesadaran sampai sekarang.
"Pesananmu, Harry. Nikmatilah selagi hangat. Cuaca mulai membeku emasuki musim dingin." Diana menaruh nampan kayu yang dipegangnya pada ujung meja, satu per satu isinya diatur di depan Harry.
Harry tersenyum lembut senantiasa mengamati pergerakan Diana tanpa celah. "Dia, kau sudah memikirkannya lagi?"
Diana masih bergerak tanpa jeda, dia membuka kain putih lalu dilipatnya untuk diberikan pada Harry sebelum pria itu mulai menyantap makanannya.
"Harry, jawabanku masih sama. Maafkan aku."
Hal yang dimaksud Harry adalah lamaran.
"Kenapa? Kau memiliki seseorang yang kau sukai?" Pria berusia tiga puluh tahun itu tampak tidak puas dengan jawaban Diana. Siapa pun akan mengharapkan jawaban positif atas lamarannya.
"Maaf, aku sedang bekerja. Aku tidak bisa mengobrol denganmu sekarang." Diana mencoba menyudahi. Jujur saja, dia sudah muak dengan kegilaan Harry yang seakan mengekorinya kemana-mana selama dua minggu ini.
"Jadi kau memiliki satu! Kenapa kau tidak mengatakannya saja?" Harry menaikkan suaranya.
Diana memejamkan mata dan menahan napas. Pria ini, dia jelas tidak menjawab apa pun dari pertanyaan sampah itu. Mengapa dia sangat gila?
Diana ingin meninggalkannya, tapi dia yakin Harry tidak akan menjadi tenang oleh itu dan malah menjadi semakin menjadi. Dia tidak bisa membiarkan Harry mengganggu ketenangan Kedai Hangat.
"Harry, kita akan membicarakan ini setelah aku selesai bekerja. Bagaimana?"
"Apa bedanya? Kau hanya akan menolak dengan alasan konyol tidak ingin berkeluarga dan langsung pergi. Bicarakan saja sekarang!"
Diana hampir menarik garpu untuk menikam tenggorokan Harry. Tentu saja dia akan menolak! Niatnya memang menolak! Apa yang kau harapkan selain itu?
"Yang ingin kau bicarakan itu tolakanku, atau pria yang kusuka?" Ya, mereka memang sedang meributkan seseorang yang dianggap Harry disukai oleh Diana. Pria ini hanya terus mengalihkan pembicaraan dan kembali pada titik memaksakan lamarannya.
"Kau menolakku karena pria itu, 'kan?"
"Tidak. Aku memang tidak ingin menikah."
"Konyol. Mengapa ada wanita yang tidak ingin menikah dan melahirkan anak?"
Diana mulai diambang batas kesabarannya. Apa pria ini baru saja merendahkan ambisi wanita dan hanya bisa melahirkan anak? Tidak peduli apa maksud sebenarnya dari Harry, Diana masih membencinya.
"Ya, aku salah satu kekonyolan itu. Aku akan menjadi biarawati dan mengabdikan diriku pada Tuhan. Rebutlah aku jika kau ingin." Putus Diana sebelum berbalik meninggalkan Harry.
Plak!
"Sejak kapan pelayanan Kedai Hangat menjadi sangat buruk?!" Hardik Harry di depan wajah Diana yang memegang bekas tamparan di tempat yang sama.
Mengapa..
Pria ini terus saja mengujinya.
Raut Diana mungkin tidak terlihat, tapi di balik sana terdapat wajah segelap malam dan sedingin salju. Dia menghabiskan hampir setengah dari usianya untuk menghentikan napas manusia dengan berbagai cara. Sebutkan alasan mengapa Diana tidak mampu melakukan hal yang sama pada Harry saat ini juga!
"Hei, Nona. Ingin memberiku lima sen? Aku akan melakukan apa saja untukmu bila kau memberiku satu." Suara nyaring khas anak kecil membuyarkan pikiran keji Diana.
Pandangannya langsung tertuju pada laki-laki kecil sekitar usia tujuh tahun memegang pagar pembatas kedai dengan mata hitam yang bulat. Rambut lurusnya memiliki warna yang sama. Pakaiannya kotor dan penuh noda, dia juga terlihat kurus.
Diana tidak bisa menahan pikirannya untuk tersambung pada Daniel, almarhum adiknya yang meninggal dua tahun silam.
Dia mengacuhkan Harry yang sibuk mengocehkan kata-kata buruk dan mendekati bocah itu berdiri. Tangan gemulainya meraih milik si bocah, hatinya teriris merasakan dingin dari sana.
"Akan kuberikan, lalu maukah kamu ikut denganku?" Ajak Diana tanpa pikir panjang.
Bocah itu mengangkat alisnya terheran. Itu permintaan yang aneh. Gadis di depannya tentu tidak terlihat seperti penjual organ manusia, lalu untuk apa dia diminta untuk mengikutinya?
"Baiklah."
Rasa perih di hati Diana seketika terhempas oleh kehangatan. "Siapa namamu?"
"Lucifer."
20th February 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] LUCIFER (5 Cents Of Love)
FantasíaDiana memelihara seorang bocah, tanpa mengetahui identitasnya sebagai raja iblis penuh obsesi. ㅤㅤㅤㅤ *** Lucifer memuja Diana, maka dia rela membuang kebanggaannya, menaruh kepalanya sejajar dengan k...