31. The Left General and The Prince

1.1K 136 0
                                    

"Mengapa.." Diana linglung. Terlalu banyak yang ingin dia tanyakan, sampai untuk menyebutnya satu per satu menjadi sulit.

Mengapa semuanya mati, apa yang terjadi.

Apa setiap bereinkarnasi, adalah hal wajar untuk disatukan kembali.

Lalu mengapa takdir mereka tidak berubah, untuk apa kehidupan berikutnya?

Apa itu semua diperuntukkan agar menyadarkannya, bahwa dia selalu menjadi pembunuh, dan akan menjadi pembunuh?

Bahkan, orang yang selalu disialkannya adalah satu orang yang sama. Yang terkasih, yang mengorbankan segalanya.

Lucifer seakan mengetahui pikiran Diana. Dia kemudian bertanya, "Apa kau ingin melihat sepenuhnya?"

Diana tertikam. Dia sakit, dia tak tega. Namun itu semua adalah dosanya, jadi dia mengangguk.

Kehancuran dirasakan Diana untuk yang kedua kali sebelum menerima tayangan pertumpahan darah.

Semulanya, semua penuh haru.

Diana pada awalnya merupakan seorang Jenderal Kiri kerajaan lawan, yang merajut kasih dengan sang Pangeran musuh.

Itu indah dan rahasia. Hanya disebabkan kebetulan di tengah hutan berburu, Pangeran diselamatkan sang Jenderal dari sergapan ular. Berkat sebuah anak panah, Pangeran menawarkan hatinya kepada sang Jenderal.

Jenderal itu tadinya memelihara hati sekeras batu, dia mengetahui fakta tentang latar belakang sang Pangeran dan tidak bisa tidak membencinya. Akan tetapi, membunuh menjadi terlalu jauh.

Jenderal terpesona akan kehangatan Pangeran. Bila dipertimbangkan, dia adalah seorang kandidat penerus raja. Mengapa begitu belas kasih? Bahkan untuk membunuh seekor kelinci, Pangeran itu menurunkan tangan meski perut berbunyi.

"Kau tidak bisa seperti ini. Dunia selalu membutuhkan kekuatan untuk diatur. Tahta tidak akan cukup. Aku mengkhawatirkan rakyatmu."

Pangeran itu tersenyum, dia tidak mengindah nasihat Jenderal. "Opsi terlalu sulit. Aku menolak tahta demi sebuah nyawa, dan membuat kesempatan bagi orang lain dengan kemampuan melindungi seratus ribu nyawa.

Apa itu lebih buruk dari menerima tahta, dan menyiksa seratus ribu nyawa karena berat hati mengorbankan satu?"

Sang Jenderal menarik anak panahnya, dia melirik pangeran dalam pengukuran arah tembakan. "Keduanya adalah hal bodoh. Kau dapat membedakan benar dan salah, jadi ada opsi ketiga yaitu usaha. Karena pilihan pertama berarti orang itu entah siapa dan di mana, dan tidak menjamin hatinya setulus milikmu. Anggaplah dia putih, lalu kau pikir kau akan selamat?"

Begitu anak panah melesat, seekor kelinci jatuh bersimbah darah di tanah. "Kau hanya pengecut dan pemalas. Rencanamu tidak sempurna dan penuh kekosongan. Itu tidak berbeda dengan melarikan diri dari tanggung jawab."

Pangeran menelan teguran. Tidak menganggap Jenderal salah, dia hanya mengangguk. Meski satu nyawa yang dimaksudnya adalah selir terakhir, yang merupakan ibunya. Wanita yang menjadi ancaman baginya agar tunduk pada kekuasaan yang lebih besar, yaitu permaisuri kerajaan.

Obrolan itu singkat. Pangeran mengamalkan perintah sang Jenderal agar lebih mengeluarkan usaha. Tidak hanya puas dengan pilihan yang diberikan, dia harus membuat satu yang lain.

Tetapi itu semua percuma, selir terakhir telah tewas diracuni. Pangeran tidak bisa mengatasi kehancuran. Dia sedih dan terpuruk. Bahkan pada pemakaman sang ibu, istana kerajaan tidak cukup sudi untuk menggelar persembahan yang pantas.

Itu kecil dan sepi, menyisakan dirinya sendiri bersujud di depan guci abu. Kala itu, dia mengira akan sebatang kara. Dia tidak akan mampu bertahan.

Walau perebutan tahta sebenarnya mudah, sebab hanya ada dirinya dan putra mahkota yang rentah, Pangeran tidak mengumpulkan cukup banyak minat.

[END] LUCIFER (5 Cents Of Love) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang