22. Revenge, and "Shit." (M)

1.9K 219 2
                                    

Peringatan adegan kekerasan eksplisit. Mohon kebijaksanaan dalam memilih bacaan.

'''

Karena kedua tangan dirantai, Damares memukuli sangkar dengan kepalanya. Dia mengabaikan pusing dan nyeri yang menyebar, terus memaksa seakan batok kepalanya cukup kuat untuk melawan baja dingin.

Mulutnya masih membisu, pandangannya tidak berbeda dengan buta sebab aliran darah yang menutupi. Untuk rasa sakit dan panik yang besar, setiap tarikan napasnya berat dan berat. Semakin sulit hingga pendek.

Di depannya, Lucifer tengah berluntut di sisi altar tempat Diana terbaring. Dia mengambil tangan gadis itu, mengelusnya bagai harta abadi. Tangan lain Lucifer kemudian terulur, turut merawat kening Diana.

"Sayang, aku membawa air matamu." Dengan bisikan ini, kelopak mata Diana bereaksi.

Mata persik itu sekali lagi terjaga. Kastil itu selalu kekurangan cahaya, jadi tidak perlu banyak waktu untuk Diana terbiasa. Gadis itu menoleh, dan menemukan Lucifer kecil di sisi altar.

Diana meninggalkan kenangan buruk baru-baru ini, mengizinkan kerinduan mengambil alih. Dia bangun, dalam posisi terduduk di atas altar menghadap Lucifer kecil.

Dengan posisi Lucifer yang menengadah, Diana benar-benar terlihat mendekati sosok Dewi. Cahaya redup jatuh tepat di atas altar, memperindah tampilannya yang penuh kasih.

Diana menyentuh kepala kecil Lucifer, menyibak rambut halus yang menutupi keningnya. "Di mana kau terluka?" Tanya Diana, melupakan fakta bahwa dialah yang paling terluka.

Lucifer menikmati sentuhan Diana, dia memegang pergelangan ramping gadis itu, menjawab dengan bibir di telapak tangan Diana. "Semuanya terluka. Hibur aku, Ana."

Walau semuanya telah disembuhkan.

Akan tetapi tampaknya Diana memikirkan hal yang sama, lalu meraih tubuh kecil Lucifer ke dalam pelukannya. "Maaf telah melepaskanmu. Biarkan aku mengobati?"

Lucifer menumbuhkan kebahagiaan rahasia. Sepertinya harus membuat luka palsu di tubuhnya sehabis ini. "Baik."

Diana menengok ketika keributan yang dibuat Damares mengganggunya. Hal-hal yang disepelehkannya tadi, kembali menggali memori Diana.

Diana menelantarkan kewarasannya saat itu juga. Meninggalkan Lucifer di belakang, menghapus sangkar baja dingin yang sirna di depan matanya. Seakan itu merupakan hal biasa, dia meraih kerah Damares yang menjatuhkan dirinya di tengah kegelisahan parah.

Damares menunjukkan rasa was-wasnya, menarik diri dari genggaman Diana meski mustahil. Dia telah menghabiskan terlalu banyak tenaga sampai sekarang. Mengingat kondisi Diana yang sebenarnya telah dipulihkan Lucifer, probabilitas kemenangannya mencapai nol persen.

Bahkan kastil ini tidak akan membiarkannya hidup, apalagi suatu kehidupan penuh dendam.

Diana meraih tangan Damares yang dililit rantai, dia menginjak dada pria tua itu yang sebetulnya tidak ada apa-apanya dari pada milik agen yang dibawa sore tadi.

"Kau menyuruhku untuk bertahan hidup lebih lama, kali ini kalimat itu kukembalikan untukmu." Diana menusukkan kukunya yang sudah terkupas tidak beraturan ketika menggaruk tanah di saat traumanya menguasai ke daging di bawah kuku ibu jari Damares.

Menekan sebanyak yang dia bisa, merekam setiap keputusasaan yang pertama kali dibuat Damares kepadanya.

Diana menggali kuku ibu jari pertama Damares dengan tangannya sendiri, bereksperimen tanpa memegang dasar teori apa pun dan hanya mencari tujuan saja.

Diana mengerutkan keningnya, teriakan tertahan Damares sedikit terlalu berisik untuk diberi toleransi. "Apa ada benda ringan yang bisa dipegang?"

Lucifer sedari tadi menonton dengan posisi berbaring menyamping di atas altar. Menyahut setelah berpikir beberapa saat, percaya bahwa Diana tidak memaksudkan barang seperti bantalan yang ditidurinya. "Tidak. Tapi aku membeli sebuah sisir di tengah perjalanan ke sini."

Lucifer mengeluarkan sebuah kantong kertas berisi sikat rambut yang dia rencakan untuk mengganti milik Diana. Melemparkan isi dari kantong bersama dorongan sedikit sihir ke atas tangan Diana.

"Ini sudah cukup." Diana menyalurkan lebih banyak kekuatan pada di tekanan kakinya, menggenggam batang leher Damares sambil menyimpan sisir yang dipegangnya bagai pisau menghadap kepala pria tua itu.

"Pertama, aku akan mengukir kepala ini. Sepertinya itu terlalu besar, melebihi kemampuanmu untuk berdiri." Diana tersenyum oleh mata merah Damares. Wajah kemerahannya didukung cairan merah ketika mendobrak sangkar secara menggebu-gebu dengan kepalanya.

Bagian tubuh yang sudah sengaja dirusaknya, semakin dikacaukan dengan tikaman Dania menggunakan sisir barunya. Aroma toko yang tersimpan segera lenyap tergantikan dengan amis penuh lengket.

"Aku akan mengikis bagian tubuhmu satu per satu setiap harinya. Sampai kelima inderamu mati, kedua kaki dan tanganmu lumpuh."

Diana menahan agar remasannya di leher Damares tidak cukup kuat untuk membunuhnya. Tetap, dia masih menghajar wajah pria itu tanpa ampun. Tidak peduli bola mata Damares yang tampaknya telah pecah dari aliran darah yang merembes keluar.

"Ah, ini buruk."

Diana menjeda pertempuran lalu membuka kelopak mata Damares, menyendok apa pun isi di dalamnya kemudian disapu Diana ke permukaan bibir Damares yang selalu terkatup, masih dalam kendali Lucifer.

"Akan kusisakan satu mata untukmu melihat bagaimana tubuh ini menjadi pakan ternak babi." Diana melepaskan tangannya dari Damares yang menjatuhkan kepalanya yang lembab.

"Sampai di sini untuk hari ini, dia akan kehabisan darah." Diana berkata pada dirinya sendiri. Mengistirahatkan matanya yang telah bekerja keras merekam penderitaan Damares.

Dia membuka matanya, menyadari detik-detik terakhir di ambang batas kesadarannya menghilang siang tadi. Diana mengingat serapahnya dalam kegilaan. Jadi itu nyata, kesempatan itu benar-benar disuguhkan untuknya.

Diana melihat Lucifer, lalu ruang luas di mana dia berada. Dengan atap setinggi belasan meter di atas, Diana memahami dunia fantasi yang telah dilewatinya.

"Lu, aku tahu ini dari mitos rakyat. Tapi apakah benar..." Diana menyamankan diri dari pada tergesa-gesa, terlihat sangat santai untuk seseorang yang habis mengerjakan penyiksaan. "Kau adalah.." Diana ragu-ragu untuk melanjutkan begitu menghadap pada subjek yang ditemaninya berbicara.

"Aku adalah Lucifer-mu. Tidak peduli cerita lainnya. Di depanmu, aku hanya laki-laki bernama Lucifer." Bocah itu memiringkan kepalanya, "Kau tidak percaya padaku?"

"... Bagaimana aku percaya pada seseorang yang disebut Ayah Pendusta?"

"Itu bukan aku. Aku adalah Lucifer ketiga. Yang mengambil papan nama itu pasti Kakekku, Ana." Lucifer berusaha menyakinkan.

"Lalu mengapa kau sangat kecil?" Diana mendekat demi mencubit pipi Lucifer yang terlihat lebih sehat dari sebelumnya.

"Aku tidak ingin mengejutkanmu."

Gadis itu semakin tertarik, memangkas jarak keduanya dengan antusias. "Kau bisa berubah? Maka lakukan sekarang!"

Lucifer lelah, tetapi setidaknya Diana tidak lagi terlihat murung. Dia menyuruh Diana untuk menutup matanya sementara dia berubah. Gadis itu menurut, hanya untuk tiga detik. Seusainya, dia kembali membuka mata tanpa aba-aba dari Lucifer.

"Sial." Umpat Diana, lima belas detik setelah bertukar pandang dengan sosok tampan di depannya.

26th February 2022

[END] LUCIFER (5 Cents Of Love) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang