06. Destiny

3K 341 7
                                    

Desa Murren, yang sering dikenal sebagai salah satu dari penggambaran dunia dongeng yang tersisa di era globalisasi.

Udara bebas dari asap kendaraan bermotor, langit yang jernih dan menampilkan keagungan bukit yang masih hijau. Tanpa ada satu buah sampah pun di pinggir jalan, para penduduk desa menjaga kebersihan lingkungan lebih dari apapun. Rumah kayu yang sudah tua banyak dijadikan lumbung tempat penyimpanan pakan ternak atau juga hasil pertanian.

Gotong royong masih dibudidayakan dengan senang hati. Saat musim panen, penduduk setempat atau juga wisatawan dipersilahkan ikut turun tangan pada kebun. Sang pemilik juga tidak begitu pelit, mereka yang bekerja juga akan menikmati makan bersama lalu membawa pulang sekeranjang buah hasil panen.

Malam ini Diana diundang makan malam bersama di rumah kepala desa, dalam rangka hari ulang tahun putri bungsu mereka.

Diana terlalu malas untuk memikirkan memar di wajahnya, dan lebih memilih untuk mengatur pakaian Lucifer.

Anak ini pasti tidak memiliki banyak benda yang layak di gubuknya. Tidak bisa lebih baik dari sepotong kain tipis lusuh yang disebutnya pakaian.

Diana memasuki kamarnya dan membuka kotak penyimpanan rahasia di lantai bawah kasur. Lucifer sudah dibawanya ke kamar sebelah, mungkin akan terganggu dengan bunyi nyaring seretan kayu penopang kasur.

Saat Diana mengumpulkan beberapa lembar yang diperkirakan cukup untuk memenuhi kebutuhan Lucifer untuk beberapa waktu, pintu kamarnya dibuka tanpa peringatan.

Diana memasang wajah bodoh karena tak siap. Sedangkan Lucifer dengan wajah tampan dan mudanya, terlihat agung dengan baju hangat berwarna cokelat tua di badannya. Ekspresinya sangat tidak cocok untuk anak seumurannya, tapi berkat paras yang apik, Lucifer dapat ditolelir.

"Ada apa dengan wajahmu?"

Diana tersadar akan lamunannya pada penampakan Lucifer sebagai permen mata. Dia menyadari kekasaran Lucifer dan berniat menegur.

"Lain kali, jangan memasuki kamar orang lain tanpa izin."

"Aku belum masuk."

"Jangan membukanya juga!"

Wajah Lucifer sedikit bereaksi. "Aku juga tidak membuka kamarmu."

Diana kesal akan kecerdasan anak itu, "Jangan membuka pintu kamar orang lain, atau juga ruangan pribadi lainnya sebelum mendapatkan izin!" Jadi dia mengatakannya dengan jelas kali ini.

Lucifer akhirnya mengangguk paham. "Aku boleh masuk atau tidak?"

"Masuklah."

Anak itu melangkah dengan tenang. Baju hangatnya terseret di belakang mengikuti setiap langkah, tampak seperti jubah kebesaran seorang raja. Diana tertawa dalam hati untuk hayalannya yang tidak masuk akal menyebut Lucifer sebagai raja.

"Ada yang kau perlukan?" Diana bertanya sambil menutup kotak penyimpanan barang berharganya. Di sisi kanan ada setumpuk uang yang tadi diambilnya. Tampak tidak peduli akan fakta bahwa Lucifer, anak yang baru saja ditemuinya kurang dari sehari melihat tempat rahasianya.

"Siapa pun akan berlari kepadamu yang bisa meruntuhkan langit dengan suara gesekan itu. Apa yang kau lakukan?" Lucifer ikut duduk di sebelah Diana.

Diana ingin mengembalikan posisi semula ranjang, tapi karena Lucifer sudah duduk jadi dia akan membiarkannya sebentar.

"Mengambil uang, kita akan pergi membeli keperluanmu." Diana tidak berniat untuk menyembunyikan apa pun.

Namun Lucifer tampak tidak setuju, "Jangan. Itu tidak perlu. Berikan saja aku lima sen, lalu berharap. Aku akan melakukan apa pun."

Diana merasa Lucifer tidak masuk akal, apa dia sedang bermain peran?

"Apa maksudmu berharap? Apa kau adalah ibu peri?" Diana bercanda pada kalimat terakhir.

"Aku jauh lebih baik dari itu." Lucifer tidak sudi disamakan dengan ibu-ibu gendut yang selalu didambakan manusia. Padahal di dunia nyata, di mana makhluk abadi bekerja, para peri itu hanya mengurus taman beberapa kali dalam sebulan, lalu kembali menghabiskan waktu yang selalu kosong setiap saat untuk hal-hal tidak berguna. Seperti: merajut untuk satu sama lain, belajar sihir tanpa ada inovasi baru, dan lain sebagainya.

Mereka makhluk pemalas yang dibenci Lucifer, jadi dia sering memperbudak bangsa peri. Aneh, tapi begitulah. Dunia para immortal yang sebenarnya memang berbeda dengan yang sering beredar di dunia manusia.

Diana tidak menanggapinya serius. Dia memasukkan uang yang dia kumpulkan dalam dompet rajutan miliknya.

"Suatu saat, kau akan menyesal sudah membuang uangmu untuk hal yang tidak penting."

"Bagiku, kau penting." Diana menutup dompet, dia sangat senang bermain dengan rambut hitam Lucifer jadi tangannya kembali mendarat di sana. "Jadi semua yang menyangkut dirimu, bagiku penting. Aku tidak akan menyesal."

Lucifer terdiam. Dia tidak mengerti bagaimana Diana bisa menyayangi seseorang yang belum dikenalnya dengan baik begitu dalam. Terlebih, Lucifer mengaku sebagai seorang pelancong. Dia perwujudan dari berpindah tempat dengan mudah, sesuai kehendak hati.

"Mengapa kau begitu percaya, aku orang yang pantas untuk berada di bawah matamu?"

"Entahlah. Kadang kala, ada seseorang yang kau temui dan hatimu akan berkata bahwa dia memiliki ikatan takdir denganmu." Diana masih merawat kepala Lucifer lalu memeriksa tangan-tangan kecil itu. Bersyukur dalam hati mengetahui tidak terjadi infeksi.

Lucifer memahami setiap garis wajah Diana yang secara mengagetkan dirasanya begitu apik dan tanpa kekurangan. Dia tidak pernah mengalami ini sebelumnya. Yang selalu dia nilai hanya payudara dan bokong wanita, dia tidak peduli apa yang terjadi pada bagian tubuh lain. Berhubung di dunia bawah tanah terdapat lebih banyak perwujudan yang tercampur dengan bentuk hewan. Jadi tidak ada yang benar-benar murni.

Bahkan para elf, mereka memiliki telinga yang panjang dan dianggap Lucifer lucu. Atau para peri dengan sayap serangga yang menyebalkan, dia tak jarang mematahkan mereka tanpa sengaja. Selama beberapa jam ini, dia bertemu Diana dan menyadari betapa merepotkannya dunia tempatnya tinggal.

Lucifer mengangkat tangannya, dia meraih dagu ramping Diana. Gadis itu terkejut dengan perilaku Lucifer meski keintiman itu tidak tersampaikan padanya. Diana benar-benar tertipu oleh perawakan kecil dari Lucifer.

"Kau tampak indah, Ana."

Diana merasakan dirinya disetrum oleh kata-kata anak muda di depannya. Dia tidak bisa menahan wajahnya tersipu dan menghangat. Dia mengingat perkataan orang tua di desa setiap kali anak kecil menilai hal-hal.

Anak kecil masih begitu polos, mereka hanya akan mengatakan apa yang mereka rasakan. Jujur dan belum bisa menyaring ucapan mereka.

Apa.. Lucifer juga begitu?

Memikirkannya saja membuat Diana malu. Baru kali ini pujian seorang lawan jenis membuatnya kalang kabut. Dan mengingat orang yang memberikannya di bawah usia sepuluh tahun, Diana semakin malu dan malu. Apa ini pengaruh wajah tampan tak biasa milik Lucifer? Anak ini perlu diamankan.

"Jangan mengalihkan wajahmu." Lucifer menahan dagu Diana lebih kuat saat gadis itu akan berpaling.

"Kau harus mempertanggung jawabkan kata-katamu, Ana." Lucifer menatap dalam kedua manik kecokelatan Diana. "Bahwa pertemuan kita terikat dengan takdir."

"Kau tidak boleh meninggalkanku."

20th February 2022


[END] LUCIFER (5 Cents Of Love) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang