Bab 7. Tidak Pulang

23.9K 1.7K 69
                                    

Bismillah, sebelum baca Vote dulu yuk!

***

Jevan langsung mendatangi Hotel di mana Ceysa sedang menangis saat dia telepon tadi. Untungnya dia memiliki koneksi sehingga diizinkan untuk ke lantai empat meski bukan tamu hotel. Saat melihat Ceysa duduk menangis di lobi, kepalanya mendidih.

"Cey, Lo nggak apa-apa?" tanya Jevan sembari berlutut dan memegang pundak Ceysa.

"Maafin gue, Je. Maaf gue nggak bisa ajak Pak Sidik bergabung ke asuransi kita. Padahal dia target utama kita," isak Ceysa. Tubuhnya bergetar hebat, air matanya terus mengalir deras.

"Cey, nggak perlu minta maaf. Keputusan Lo udah bener. Gue malah seneng Lo nggak terperdaya sama dia," ucap Jevan tegas.

"Tapi gimana dengan target kita? Gue udah hilangkan peluang emas yang Lo percaya ke gue. Nggak seharusnya gue ..."

Jevan memeluk Ceysa. "Lo nggak salah. Nggak akan ada yang nyalahin Lo."

"Ah." Ceysa mengerang. Dia sudah tidak kuat menahan geliat di bagian bawah tubuhnya yang terasa ingin menenggelamkannya ke dasar gairah.

Jevan melepaskan pelukan, memegang pundak Ceysa, memiringkan kepala untuk melihat wajahnya. "Lo kenapa Cey?" tanyanya panik.

"Gue nggak tau dia kasih apa ke minuman gue. Rasanya ..." Suara Ceysa mulai berat, dia menggigit bibirnya menahannya.

Rahang Jevan mengeras, tubuhnya bagai dikuasai api sekarang. Dia cukup pintar untuk tahu apa yang terjadi pada Ceysa sekarang. "Kamar berapa?" tanyanya.

"Lo mau ngapain?" tanya Ceysa balik.

"Dia udah bikin Lo kayak gini, gue nggak bisa diem aja," desis Jevan.

Ceysa menggeleng. "Jangan Je. Kita harus jaga hubungan baik dengan calon klien. Dia bisa tuntut Lo, karir Lo taruhannya," larangnya.

"Lo pikir gue masih peduli soal karir dibanding harga diri Lo?" Jevan sangat marah, "Dia udah berbuat yang nggak pantes sama Lo, jadi gue harus kasih dia perhitungan.

Ceysa terpana.

"Kamar berapa, Cey?"

Ceysa menunjuk pintu yang tak jauh dari tempatnya duduk sekarang. Jevan langsung bergerak ke sana, lalu mengetuk pintu itu dengan keras.

Pintu dibuka oleh Pak Sidik, melihat Jevan keningnya berkerut. "Pak Jevan, kenapa anda ..."

BUGH!

Jevan memukul wajah Pak Sidik dengan keras.

"Apa yang anda lakukan, Pak Jevan?!" sergah Pak Sidik begitu marah.

"Kalau sekali lagi anda berani berbuat yang tidak pantas pada tim saya, anda akan mendapatkan lebih dari ini," ancam Jevan.

Ceysa langsung berdiri dan menahan gerakan Jevan selanjutnya. "Cukup Je, ayo kita pergi dari sini," paksanya.

Pak Sidik melirik Ceysa, lalu tersenyum menjijikkan. "Saya tidak menyentuhnya, tapi anda sudah menyentuh saya. Kalau saya bawa ini ke hukum, siapa yang akan rugi nantinya?" ancamnya balik.

"Saya tidak takut Pak Sidik. Malah saya pikir nama anda yang akan hancur setelah ini, bersiaplah," tantang Jevan.

Pak Sidik terlihat gentar. Dia langsung mendorong Jevan dan menutup pintu.

"Je, gimana kalau dia beneran lapor polisi?" tanya Ceysa takut.

"Nggak akan berani dia." Jevan mengesah, rasa marah masih meliputi dirinya. "Ya udah yok pulang."

Sweet JealousyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang