"Gue nggak suka Lo mempermainkan Bi sama Ceysa. Mereka itu sahabatan Je, kita berdua sama-sama tau seperti apa kedekatan mereka."
Tiba-tiba saja Jevan diserang dengan pernyataan itu saat sedang berdua dengan Allura di mobil. Dia menoleh ke belakang. "Lo ngomong apaan sih, Ra?" tanyanya.
"Lo udah ngasih harapan ke Ceysa, tapi Lo malah main-main sama Bi di belakang. Menurut Lo apa namanya?" tandas Allura.
"Tunggu ..." Jevan menarik napas, lalu meniupnya perlahan. "Atas dasar apa Lo nuduh gue kayak gitu?"
"Gue punya mata dan telinga, Je. Gue bisa lihat, bisa denger. Gue denger Ceysa sendiri yang bilang kalau sikap Lo ke dia tuh beda, bikin dia jadi salah paham dan mikir kalau Lo suka sama dia. Terus dalam waktu bersamaan, gue lihat Lo mesra-mesraan sama Bi. Lo sinting ya emang," maki Allura
Baru saja Jevan ingin menjawab, Onyx dan Blaire sudah datang. Dia pun diam, begitu juga dengan Allura.
"Ceysa akhirnya mau ditinggal bentar. Tapi abis absen gue balik lagi ke sini," beritahu Blaire.
Tidak ada yang menyahut. Blaire pun menatap Jevan dan Allura bergantian, lalu merasa curiga dengan ekspresi keduanya. "Kalian berdua kenapa?" tanyanya.
Onyx ikut menoleh sang pacar yang memasang wajah cemberut di sebelahnya. "Lo nggak apa-apain cewek gue, kan, Je?" candanya.
"Menurut Lo gue masih bisa napas setelah apa-apain dia?" balas Jevan bercanda.
Onyx terbahak.
Allura makin cemberut.
"Heh, Lo kenapa?" tanya Blaire masih penasaran. Tadi di rumah sakit tidak terjadi apa-apa, semua terasa baik-baik saja.
Allura menggeleng, Jevan meliriknya dari kaca spion. Dia memberikan tatapan super tajam pada pria itu.
"Kenapa sih dia?" tanya Blaire pada Jevan.
Jevan diam saja, hanya mengangkat bahu, membuat Allura makin tajam menatapnya lewat kaca spion. Untuk saat ini dia berharap Allura tidak bilang apa-apa dulu pada Blaire, biar dia cari waktu yang telah untuk terus terang.
Mobil meninggalkan parkiran rumah sakit menuju gedung tempat mereka bekerja. Jaraknya yang tidak terlalu jauh pun hanya ditempuh dalam waktu sepuluh menit tanpa dihalangi oleh kemacetan. Sepanjang perjalanan tidak ada yang bersuara, lantaran masih bingung dengan sikap Jevan dan Allura.
Allura dan Onyx turun lebih dulu.
Blaire menatap Jevan lekat. "Jujur deh itu kenapa Allura?" desaknya.
"Nggak tau. Lagi PMS kali. Kamu tau, kan, dia kalau PMS bisa berubah wujud jadi Macan," jawab Jevan diselingi candaan. Dia sedikit mencondongkan tubuhnya ke samping untuk membuka seat belt Blaire.
Blaire menghela napas. Saat dia mau turun, Jevan menahan pergelangan tangannya. Membuatnya menoleh kembali pada pria itu. "Apa?" tanyanya.
Jevan ingin bicara, tapi kemudian takut pada kemungkinan yang akan terjadi setelahnya. Dia pun dengan cepat menggeleng, mengganti ekspresi serius tadi dengan senyum lebar. "Mumpung lagi berdua ..." Baru bicara sedikit, Blaire sudah menarik tangan dan menatapnya horor.
"Kamu sadar nggak kita lagi di mana? Jangan aneh-aneh deh, Je."
Jevan pun terbahak. "Emang aku mau ngapain?" ledeknya. "Ya ampun ini isi kepala kamu kayaknya perlu dibenerin," kekehnya sambil mengetuk kepala Blaire dengan lembut.
Wajah Blaire merah.
Sebuah ciuman cepat mendarat di pipi Blaire. Kekehan Jevan terdengar, tapi diikuti dengan turunnya pria itu lebih dulu dari mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Jealousy
RomanceWarning: Khusus 18+ bijaklah dalam memilih bacaan yang sesuai usia ya. Blaire dikhianati oleh kekasihnya, lalu menerima bantuan Jevan untuk balas dendam dengan cara yang berkelas. Tapi Blaire lupa kalau Jevan justru lebih brengsek. Ibaratnya, keluar...