Ternyata benar yang orang-orang katakan, kalau menangis merupakan solusi paling ampuh untuk melegakan hati yang terasa sesak. Itu juga yang Ceysa rasakan saat ini, dadanya plong dan pikirannya jauh lebih enteng. Dia menoleh ke ranjang Allura, wanita itu sudah tidur pulas. Lalu menoleh lagi ke ranjang Blaire yang kosong.
"Bi di mana?" gumamnya sembari turun dari ranjang. Dia pun ke luar kamar mencari sahabatnya itu.
Ceysa menuruni tangga. Kondisi di bawah tidak terlalu terang, hanya terdapat sedikit cahaya dari dapur yang menyebar hingga ke ruang tamu. Di beberapa anak tangga terakhir, tak sengaja dia melihat sepasang manusia sedang bermesraan.
Awalnya Ceysa berniat mengabaikan, karena mengira dua orang itu Viko dan Serly yang memang sering kegep bermesraan. Dia tidak mengerti kenapa keduanya tidak pacaran saja, bila memang sudah nyaman satu sama lain.
Ketika sang pria mengangkat kepala dari lekuk leher wanitanya, barulah Ceysa ketahui kalau dia ... Jevan. Sontak jantungnya berdetak tidak karuan. Hatinya menolak untuk tahu siapa wanita yang sedang memompa tubuh di atas Jevan itu, namun entah kenapa kakinya ingin terus mendekat.
Dari jarak yang cukup dekat, Ceysa akhirnya tahu siapa wanita itu. Tidak lain adalah Blaire, sahabatnya sendiri. Di saat bersamaan, Jevan menoleh ke arahnya. Ceysa langsung membalikkan badan dan kembali ke kamar.
Air mata Ceysa kembali menetes, rasa sakit di hatinya sungguh tidak biasa. Dia tahu, tidak pantas untuk cemburu karena Jevan bukan miliknya. Namun bukankah Blaire pun sudah tidak punya hubungan dengan Jevan? Lalu kenapa keduanya ...
Ceysa mengambil kopernya. Malam ini juga dia ingin pulang. Entah harus menginap di Bandara atau jalanan sekali pun, dia sungguh ingin pulang.
Allura terbangun mendengar suara isak tangis serta keributan kecil di sekitarnya. Dia memicingkan mata menoleh ke samping. Melihat Ceysa tengah memasukkan pakaian secara acak ke koper, kantuknya pun hilang.
"Cey, Lo ngapain? Beberes?" tanya Allura sembari duduk.
"Gue mau pulang," jawab Ceysa tetap sibuk menjejalkan semua barangnya ke koper. Dalam keadaan marah, dia tidak bisa menyusun pakaian dengan benar sehingga koper itu tidak muat menampung semuanya.
"Heh, apaan sih?" Allura langsung turun dari ranjangnya dan mendekati Ceysa. "Pulang gimana?"
"Gue mau pulang ke Jakarta, Ra." Ceysa menekan kopernya dengan paksa agar bisa ditutup, tapi tetap tidak bisa. "Ini kenapa sih susah banget?!" makinya kesal.
"Cey, ada apa? Kenapa tiba-tiba Lo mau pulang? Liburan kita masih lama loh," ratu Allura.
Ceysa mendorong kopernya karena sudah begitu kesal. Koper itu jatuh ke bawah, menumpahkan semua isinya. Dia menangis kembali.
"Astaga Cey, cerita sama gue ada apa? Lo jangan kayak gini dong," bujuk Allura terus. Bila Ceysa tetap seperti ini dia akan memanggil Blaire. Bila perlu Jevan dan Onyx juga.
"Jevan sama Bi ... mereka ... Gue lihat mereka lagi having sex di bawah." Ceysa menceritakannya dengan suara tersendat.
Allura terlihat tidak terkejut, Ceysa menatapnya lekat. "Lo udah tau sesuatu tentang mereka, Ra?" selidiknya.
Allura tidak langsung menjawab. Dia bingung. Baik Blaire atau Ceysa, keduanya adalah sahabatnya. Jangan sampai ada masalah di antara mereka yang bisa memecah persahabatan.
"Please, Ra. Lo jangan sembunyiin apapun dari gue," mohon Ceysa.
Allura sedih melihat Ceysa seperti ini. Dia pun mengangguk. "Mereka udah balikan," beritahunya.
Ceysa terpaku menatap Allura begitu lama. "Kapan?" tanyanya nyaris tidak ada suara.
"Gue nggak tau persisnya kapan, tapi malam pas mereka sama-sama nggak pulang waktu itu sebenernya ... Lo tau kelanjutannya, kan?" Allura tidak enak untuk mengatakannya, Ceysa juga pasti sudah cukup pintar.
"Mereka dari mana emang?"
"Bi cerita sih Jevan ngajak dia ketemu sama keluarganya, sepupunya atau siapa gitu nikah." Bagian ini Allura lupa-lupa ingat.
Ceysa menarik napas yang terasa sesak. "Kenapa kalian nggak jujur sejak awal sih, Ra? Kalau gue tau yang sebenarnya, gue nggak akan terlihat kayak orang bodoh yang jatuh cinta sebelah tangan gini, Ra," lirihnya.
"Sorry ..." Air mata Allura menetes. "Gue bingung, Cey. Di satu sisi, gue mikirin perasaan Lo. Tapi di sisi lain, gue juga nggak bisa nyalahin Bi. Gue bener-bener dilema."
Ceysa menutup wajahnya dengan telapak tangan. "Pantes Jevan nolak gue terus. Gue emang nggak tau malu," isaknya.
"Hei ... Lo juga nggak salah. Nggak ada yang salah dengan jatuh cinta." Allura mengusap punggung Ceysa.
"Tapi gue malu banget sekarang, Ra." Ceysa makin terisak.
"Nggak perlu malu, Cey. Lo juga, kan, nggak tau kalau mereka udah balikan. Gue juga salah karena nggak jujur sama Lo."
"Gila ya, di saat gue mulai buka hati dan jatuh cinta sama laki-laki, malah bisa langsung patah hati gini," lirih Ceysa. "Sakit banget, Ra ..." Ceysa menekan dadanya.
Allura menggigit bibirnya, sementara air matanya terus jatuh. "Someday you deserve better," ucapnya meyakinkan.
Ceysa mengangguk, tapi hatinya tetap sesakit itu. Dia memeluk Allura dan makin terisak. "Jangan kasih tau, Bi, ya Ra. Biar gue yang tanggung semua ini sendiri," mintanya.
"Jangan kasih tau gue apa nih?" Blaire sudah berdiri di depan pintu.
Ceysa dan Allura melepas pelukan, lalu sama-sama mengelap air mata di pipi. Keduanya saling pandang, cemas bila Blaire sudah mendengar banyak.
Blaire mendekati Allura dan Ceysa. "Kalian kenapa kok nangis?" tanyanya curiga.
"Itu ... Kita lagi ngebahas film yang endingnya tuh sedih banget," bohong Allura. Hanya itu yang terlintas di kepalanya sekarang.
"Gue bukan anak kecil yang bisa Lo bohongin pake cara amatiran kayak gini, Ra." Blaire mendesah.
"Gue lagi patah hati, Bi." Ceysa bicara jujur, membuat Allura cemas.
"Patah hati sama siapa?" Blaire tidak pernah tahu Ceysa menyukai seorang pria, lalu bagaimana bisa patah hati?
"Gue kenalan sama cowok di tinder sebulan yang lalu. Sampai kemaren hubungan kita baik-baik aja, sampai akhirnya tadi gue tau ternyata dia udah punya istri." Ceysa berbohong dengan nada yang tenang, terdengar sangat meyakinkan.
Allura melirik Blaire.
"Ya ampun Cey ..." Blaire yang percaya pun sontak bersimpati. Dia mengusap lengan Ceysa memberi support. "Mending jangan main yang gituan deh, karena kita nggak tau mereka sebenarnya fake atau real. Ini nggak terjadi sama Lo aja, banyak yang udah ketipu."
Ceysa terisak, bukan sedih karena itu tapi lukanya sendiri. "Gue terlanjur banget sama dia, Bi ..." lirihnya. "Dia yang pertama bisa bikin gue jatuh cinta."
Blaire langsung memeluk Ceysa, dan Allura pun ikut memeluknya. Mereka bertiga menangis bersama.
Di luar pintu kamar, Jevan bersandar lesu dengan wajah yang teramat sedih. Dia memijat keningnya, tidak tahu harus meminta maaf dengan cara apa untuk menebus kesalahannya pada Ceysa.
***
Tim Wattpad harus kuatin hati untuk beberapa part ke depan ya 😏
Beda sama tim Karyakarsa yang udah senyum-senyum gak jelas 🤭
Kalian tim mana?
Masih kuat nungguin?
Kalau mau Momi update sering, komennya juga harus dibanyakin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Jealousy
RomanceWarning: Khusus 18+ bijaklah dalam memilih bacaan yang sesuai usia ya. Blaire dikhianati oleh kekasihnya, lalu menerima bantuan Jevan untuk balas dendam dengan cara yang berkelas. Tapi Blaire lupa kalau Jevan justru lebih brengsek. Ibaratnya, keluar...