Bab 8. Salah Paham

23K 1.9K 102
                                    

Tekan vote dulu yuk biar gak lupa!

Siap?

Jangan lupa sambil nyemil odol ya, biar gak emosi banget baca part ini, hihihi.

***

Tubuh Ceysa bergetar hebat di tengah usahanya meredam hasrat yang kian merasuki. Dia rasanya tidak kuat dan ingin menyerah saja. Ternyata seperti ini efeknya obat perangsang, melebihi libido menjelang masa subur.

"Je ..." lirih Ceysa.

Jevan yang baru saja ingin menelepon Blaire, lantas menoleh dan menaruh ponselnya ke saku. Dia mendekati wanita itu, duduk di samping ranjang. "Kenapa?" tanyanya menatap lekat.

"Gue nggak kuat ..." Ceysa menggigit bibir bawahnya. Kedua kakinya sejak tadi sudah dirapatkan, tapi justru menambah gairahnya.

"Lawan Cey, Lo pasti bisa."

"Bantu gue, Je ..." Ceysa menegakkan tubuhnya dengan menjadikan lutut sebagai tumpuan. Didekatinya pria itu dan merangkul lehernya, lalu duduk di pangkuannya.

Jevan harus memegangi pinggang Ceysa agar wanita itu tidak jatuh ke bawah. "Lo yakin?" tanyanya ragu.

Ceysa mengangguk. Didekatinya bibir Jevan, lalu melumatnya penuh gairah.  Saat ciumannya berbalas, tubuhnya seperti terbakar.

"Ah." Ceysa mendesah saat bibir Jevan menyerang lehernya. "Je ..." lirihnya terpuaskan. Tangannya bergerak ke kancing kemeja Jevan.

Jevan menjatuhkan tubuh Ceysa ke kasur, lalu menindihnya. Dia tahan tangan wanita itu ke ujung kepala agar tidak menggerayanginya. Hanya ini yang bisa dia lakukan sekarang.

"Je ..." erang Ceysa kembali. Dia tidak puas tangannya dipegangi, sehingga tubuhnya menggeliat atas reaksi yang didapatkan dari cumbuan Jevan itu.

Ting. Tong.

Jevan melepaskan ciuman, membuat wajah Ceysa sedikit tertarik ke depan karena belum siap menyudahi. "Gue buka pintu dulu," ucapnya meminta Ceysa tetap di situ.

Ceysa bergerak duduk. Mengelap peluh dan basah di lehernya. Kedua kakinya dia rapatkan kembali. Entah seperti apa dia terlihat sekarang, pasti sangat memalukan. Meski sedang dikuasai oleh gairah, dia sepenuhnya sadar dengan semua yang terjadi. Diamatinya setiap gerakan Jevan yang tengah menyiapkan sesuatu di gelas.

Jevan datang dan memberikan gelas berisi air warna putih keruh. "Minum ini, air kelapa muda. Katanya ini bisa meredam obat itu," suruhnya.

Ceysa menuruti Jevan, menghabiskan air itu. Rasanya enak. Setelah habis, Jevan menaruh gelasnya ke atas nakas.

"Kita tunggu dulu reaksinya," ujar Jevan sembari mengelap keringat di wajah Ceysa. "Lebih bagus lagi kalau Lo mau mandi air hangat, biar rileks."

Ceysa mengangguk.

Di bawah pancuran shower, Ceysa membasahi seluruh tubuh dengan air hangat. Saat memejamkan mata, dia malah mengingat ciuman Jevan tadi. Cara pria itu menyentuhnya sangat lembut. Tanpa sadar diusapnya leher yang tadi dicumbu oleh Jevan, bagai masih terasa di sana. Jantungnya berdetak keras.

Saat Ceysa keluar dari kamar mandi, Jevan sedang menonton televisi. Pria itu langsung mendekatinya.

"Gimana sekarang?" tanya Jevan. Dia amati wajah Ceysa begitu lekat, tidak lagi merah seperti tadi.

"Udah lebih baik," jujur Ceysa tersipu.

"Syukurlah. Kalau gitu Lo istirahat aja sekarang." Jevan membimbing Ceysa ke ranjang.

"Lo tidur di mana?" tanya Ceysa. Hanya ada satu ranjang di sini, dan jujur saja dia tidak keberatan bila harus berbagi.

"Gampang. Gue bisa di lantai, sofa atau bahkan sambil berdiri," kekeh Jevan.

Sweet JealousyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang