Di saat semua orang sedang berlarian di pantai, Ceysa hanya duduk dengan wajah tak berminat. Dia memandang jauh ke depan, pada deburan ombak dan peselancar. Angin menerbangkan kain tipis yang semula menyelimuti tubuhnya, jatuh ke tangan Jevan. Dia langsung memalingkan wajah saat pria itu tersenyum.
"Hei," sapa Jevan sembari duduk dan memberikan kain pantai itu pada Ceysa.
Ceysa tersenyum singkat, mengambil kain itu dan hanya menggenggamnya. Dia tak mau menatap Jevan, meski itu hanya sedetik.
"Maafin gue ..." ucap Jevan.
Ceysa refleks menoleh pada pria itu. "Maaf kenapa?" tanyanya.
"Maaf karena udah nyakitin perasaan Lo. Gue udah ... ngasih harapan yang nggak seharusnya."
"Lo nggak pernah ngasih gue harapan kok Je. Gue aja yang salah paham," balas Ceysa. "Hanya karena Lo bantu gue, gue malah mikir Lo suka sama gue."
"Lo cantik Cey, sungguh." Jevan tidak berbohong. "Andai hati gue sejak awal nggak stuck sama Blaire, mungkin gue bakalan deketin Lo mati-matian."
Ceysa terpana.
"Ya ... walau Lo galaknya ngalahin macan, gue tetep bakalan deketin Lo," kekeh Jevan.
Ceysa tertawa mendengar itu.
"Gue serius, Lo cantik. Lo menarik. Bohong kalau gue nggak tergoda. Tapi karena Lo sahabat gue, makanya gue berusaha untuk nggak nyentuh Lo. Jadi Lo salah kalau berpikir gue nggak tertarik sama Lo saat berkali-kali gue nolak Lo, itu cuma karena gue takut nggak bisa berhenti."
Ceysa kembali terpana.
Jevan tersenyum dan menunduk. "Lo jangan tantang gue lagi ya setelah ini, karena sumpah deh gue bakalan sulit nahan diri lain kali," kekehnya.
"Gue malu kali, Je. Gue udah ... kayak cewek murahan banget nggak sih?"
Jevan menggeleng. "Gue punya satu rahasia yang sampai detik ini cuma Onyx yang tau," ujarnya.
"Apa?"
"Lo mau tau nggak siapa yang lebih dulu gue suka sebelum Blaire?" tanya Jevan membuat penasaran.
"Siapa?"
"Lo." Jevan terkekeh, tapi terdengar sangat serius.
"Bohong banget," tepis Ceysa dengan wajah panas. "Jelas-jelas sejak awal yang Lo deketin itu Bi."
"Lo terlalu cuek sih orangnya, nggak peka. Padahal udah berkali-kali gue lempar kode," ucap Jevan.
"Masa sih?" Ceysa sungguh tidak tahu soal ini, bahkan terpikir pun tidak.
"Sumpah. Tanya Onyx deh kalau nggak percaya." Jevan mendesah. "Sampai akhirnya gue deket sama Bi, terus stuck sama dia."
Raut wajah Ceysa berubah sendu, seperti sangat menyesal pernah tidak mengerti kode yang dimaksud Jevan.
Jevan tersenyum, diusapnya puncak kepala Ceysa. "Gue yakin Lo bakalan nemu yang sepadan, bukan bajingan kayak gue," sindirnya.
Ceysa tertawa.
"Cey," panggil Jevan.
"Hmm?"
"Sekali lagi tolong maafin gue, ya? Lo harus lihat gue lagi sama Bi, setelah gue nolak Lo. Itu pasti nyakitin Lo banget, kan?"
Ceysa tersenyum. "Udahlah lupain aja. Gue malu kalau dibahas terus. Kita bisa anggap nggak pernah terjadi apa-apa dan jadi sahabat lagi. Oke?" Ceysa mengulurkan tangan.
Jevan membalas uluran tangan itu dan tersenyum, "Oke."
Sesak Ceysa hilang. Kini dadanya jauh lebih plong. Dia pun berdiri, lali berlari mendekati Blaire dan Allura yang asyik berenang. "Ikutan dong!" teriaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Jealousy
RomanceWarning: Khusus 18+ bijaklah dalam memilih bacaan yang sesuai usia ya. Blaire dikhianati oleh kekasihnya, lalu menerima bantuan Jevan untuk balas dendam dengan cara yang berkelas. Tapi Blaire lupa kalau Jevan justru lebih brengsek. Ibaratnya, keluar...