Bab 9. Penjelasan

22.8K 2K 62
                                    

Blaire duduk di depan cermin, untuk merias wajah saja rasanya malas. Tapi ini wajib dilakukan, karena pekerjaan menuntutnya harus tampil menawan di depan klien. Kalau hanya di rumah atau jalan ke luar sekalipun, dia lebih suka membiarkan wajahnya ringan tanpa sentuhan make up.

Cklek.

Seseorang membuka pintu kamarnya dari luar. Diliriknya lewat cermin, langsung berpura-pura cuek saat tahu Jevan yang masuk. Disapunya kuas ke pipi, rona merah muda menjadi akhir dari riasannya.

Jevan melirik jam di dinding. "Mau ke mana?" tanyanya.

"Menurut Lo?" Blaire hanya melirik Jevan lewat cermin. Dia menambah warna merah pada bibirnya menjadi lebih pekat.

"Kondangan?"

Mata Blaire sontak melotot. "Gue mau kerja!" perjelasnya, siapa tahu Jevan buta dia memakai setelan formal ke kantor.

"Menor banget." Jevan tidak meledek, tapi berkomentar. Bibir Blaire terlalu menyala, dan pipinya bagai terkena tamparan.

"Gue nggak pinter kayak Ceysa kalau dandan, sorry kalau sebagai atasan Lo kecewa." Blaire kembali menatap cermin. Masa sih menor banget?

"Apaan sih, Bi?" Jevan tidak mengerti arah sindiran Blaire, tapi tahu kalau wanita itu marah.

Jevan menarik kursi kerja Blaire, lalu duduk di hadapan wanita itu. "Marah ya sama gue?" tanyanya.

"Nggak." Blaire tidak mau menoleh.

"Kalau nggak marah kok ketus?"

"Emang gue pernah ramah sama Lo?" Kali ini Blaire memutar kepala untuk memberikan tatapan sadisnya pada Jevan.

"Ya nggak sih ..." Jevan terkekeh.

"So ... Nggak usah sok akrab sama gue. Hubungan kita nggak sedekat itu." Blaire hendak berdiri, tapi Jevan menahan tangannya hingga terduduk kembali. Kakinya dijepit oleh kedua lutut pria itu. "Ngapain sih?!" ketusnya.

Jevan mengambil kapas dan micellar water. Dia tuang pembersih make up itu ke kapas, mengusap lembut wajah Blaire. "Nggak perlu terlalu tebal, Lo udah cantik tanpa make up," ujarnya dengan serius.

Blaire berusaha untuk tidak meleleh dengan perlakuan Buaya darat satu ini. Setelah semalaman bersama Ceysa, sekarang maksudnya dia mau menggodanya juga? Jangan harap!

Untuk bibir, Jevan menggunakan tisu dan mengelap dengan hati-hati. "Nah, gini kan cantik. Alami aja, nggak usah berlebihan," puji Jevan lagi.

Blaire menoleh ke cermin, wajahnya sudah polos kembali. Hanya tersisa sedikit maskara dan warna lipstik yang memudar. Namun tiba-tiba tangannya ditarik cepat oleh Jevan. Tubuhnya diputar, kemudian jatuh begitu saja ke atas ranjang. "Heh, Lo nggak usah macem-macem ya! Gue teriak nih," ancamnya ketika Jevan ikut naik ke ranjang dan memeluknya.

"Bentar aja. Gue capek banget," minta Jevan. Nadanya terdengar memohon.

Tadinya Blaire serius ingin teriak bila Jevan tidak melepaskannya, namun urung saat mendengar permintaan pria itu. "Tidur di kamar Lo sana," usirnya lebih lembut.

"Kayak gini lebih nyaman." Jevan menaruh wajahnya di lekuk leher Blaire.

Blaire menahan napas.

"Gue nggak tidur semaleman," beritahu Jevan.

Otak Blaire langsung menebak yang tidak-tidak. Jevan bersama Ceysa semalaman, dan apa yang keduanya lakukan sampai tidak tidur? Pasti itu, kan?

"Tadi malem, Ceysa hampir diperkosa gara-gara gue."

"What?!" Blaire langsung mendorong Jevan, lalu duduk dengan wajah kaget.

Sweet JealousyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang