nuit pluvieuse et ciel orageux

2.3K 337 65
                                    


nuit pluvieuse et ciel orageux
Rainy night and the stormy sky

________________


"Ji, kita itu sama sama sibuk, aku ga bisa maksain buat ketemu kamu disaat saat gini" ungkap Gigi kesal.

"Emang ga bisa ya, Gi? kosongin waktunya buat aku bentar? Mumpung aku lagi ga sibuk" seru Aji.

Gigi berdecih. "cih, kalau aku yang minta kamu kosongin waktu buat aku, kamu mau?"

Aji mengangguk mantap "I will. Ofcourse, cause its you"

Mendengar jawaban Aji, lagi lagi wanita itu berdecak kesal. "you said, you would??But you never do it, Ji. For years, kita pacaran, kamu ga pernah mau kosongin waktu kamu buat aku. Selalu aku, aku, dan aku yang ngalah. Bahkan aku nunda meeting karena nyesuaian jadwal sama kamu" ungkap Gigi kesal mengingat 2 tahunnya bersama Aji.

"Karena kerja aku emang ga bisa ditinggal banget, Gi. Kamu kan paham gimana sibuknya aku. Jam kerjamu kan bisa fleksibel, sedangkan aku dituntut" sanggah Aji mencoba menahan kesalnya yang mungkin sebentar lagi bisa meledak.

"Ji, sadar ga sih? Kerja aku juga dituntut waktu sama klien, harus lihat kain, ngedesign, ngejahit sebelum klienku ngambil pesanannya. Kamu kira cuman kamu yang dikejar target kredit nasabah? Aku juga dikejar sama ekspetasi klien." Gigi mengeluarkan unek uneknya.

"dan sekarang, aku lagi sibuk sibuknya sama cafe dan butik. Please, pahamin aku kalau kamu masih mau sama aku." Ujar Gigi mencoba mengigit bibir bawahnya, mengupayakan untuk tidak menangis di depan Aji. Karena kalau menangis, dia hanya akan berakhir diketawai bahkan diejek oleh pria itu karena terlalu baper.

Tak ada respon dari banker di depan Gigi, akhirnya wanita itu kembali bersuara "2 tahun Ji, aku terus yang mengalah. Coba kamu deh yang ngalah." Kemudian dia beranjak mengambil tasnya. Tubuh Gigi menjauh dari kursi cafe tempat ia dan Aji beradu argumen. "argue" may be too subtle to describe it, how about we replace it with "fight"? maybe, it's more suitable than "argue"

Aji mengacak rambutnya kasar dan mengerang kesal melihat punggung Gigi yang menjauh dari cafe di dinding kaca samping kursinya. Kemudian helaan naas panjang keluar dari nafasnya, mencoba membuang rasa kesal juga marah yang mengendalikan emosinya saat ini.

________________


Merasa tak sanggup menahan semuanya, Gigi menepikan mobilnya di kawasan menteng. Ia menumpu kepalanya pada kemudi mobil, mematikan radio, dan menangis disana. Hatinya sesak dan kacau. Mungkin menurut kalian, ini masalah yang biasa. Tapi tidak bagi Gigi. 2 tahun dia berpacaran dengan Aji, masalah yang mereka dapatkan hanya itu, masalah tanpa solusi, masalah hasil dari keegoisan masing masing.

Keduanya begitu susah untuk membagi waktu untuk bersama. Aji yang sibuk dengan target bulanan nasabah bank dan Gigi yang sibuk mengejar deadline gaun serta menu menu cafenya.

Mereka berdua terlalu sibuk dengan pekerjaan masing masing, terlalu ambis, sama sama workaholic, dan tak ingin mengalah. Tidak, Gigi mau mengalah, hanya saja Aji yang tidak ingin. Egois memang. Mau bagaimanapun percakapan mereka tentang quality time, Aji tidak pernah ingin mengorbankan waktunya. Dia selalu berdalih ini tuntutan kerja, aku dikejar target nasabah, bank aku nyuruh aku lembur Gi. Membuat Gigi muak.

Sedangkan Gigi, dia selalu mencoba menyisihkan waktu sibuknya untuk bertemu Aji. Bahkan pernah menunda beberapa meeting penting hanya untuk berpacaran dengan Aji. Lama kelamaan, Gigi merasa tidak adil, kenapa harus dia terus yang mengalah? Kenapa Aji tidak pernah mau mengalah?

Sama seperti masalah malam ini. Aji mengajaknya untuk menghabiskan akhir pekan di puncak. Tapi sayang, Gigi tidak bisa. Ada banyak pesanan klien yang harus dia buat. Walaupun ada pegawai butiknya, tapi mereka bukanlah apa apa tanpa tangan Gigi. Semua itu berakhir dengan Aji yang memelas, Gigi yang bersikeras menolak, dan lagi lagi pertengkaran dengan topik yang sama setiap saat.

Second Date Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang