4. ODETTA

8.3K 1.8K 47
                                    

"Maksud kamu apa ngomong kayak tadi?" Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk membuat Bimaskara menanyakan hal yang diucapkan oleh Odet tadi.

Memang, sih, tidak biasanya Odet menyatakan hal demikian, di depan orangtua perempuan itu pula. Namun, Odet tidak sedang ingin bermurah hati dengan bersikap baik pada Bima yang tanpa sadar sudah menyakitinya.

"Apa?" balas Odet sengaja untuk memantik perdebatan diantara keduanya.

"Tadi. Kamu bilang ke ayahmu kalo aku nggak akan tertarik macam-macam sama kamu. Itu maksudnya apa?"

Odet mengangkat kedua bahunya seolah itu bukanlah hal yang perlu untuk dibahas. Dia bersikap seperti perempuan yang tidak peduli dengan masalah yang ditimbulkannya sendiri. "Nggak ada maksud apa-apa," jawab Odet meniru gaya adiknya yang suka sekali dinilai oleh ibu mereka bahwa gaya bicara seperti itu dulu selalu digunakan oleh Seda.

"Odet, aku sahabatan sama kamu udah lama. Jangan bohong. Aku tahu kamu pasti punya maksud dengan ngomong begitu di depan ayah kamu."

Odetta menghela napasnya perlahan, dia mulai menatap Bima dan segera mengatakan hal yang mengejutkan bagi pria itu. "Aku nggak ngerti sama kamu, Bim. Apa masalahnya kalo aku bilang begitu? Kita aman, kan? Ayah nggak akan curiga, dan kita memang nggak akan melakukan apa-apa karena kamu juga pasti menjaga aku, kan? Kamu nggak akan mau nyentuh aku juga, kok."

Kali ini Bima menghela napas kesal. Odet mengamati semua reaksi itu. Bagaimana mungkin Odet tidak salah paham pada Bima jika pria itu saat ini bahkan terlihat kesal karena ucapan Odet yang menyinggung hubungan mereka yang tidak akan macam-macam.

"Aku nggak berniat bertengkar sama kamu. Aku mau memperbaiki komunikasi kita yang mendadak jadi nggak lancar." Pria itu menyalakan mesin mobilnya setelah menenangkan diri akibat balasan Odet tadi.

"Kamu mau ke mana sampe kursi belakang kamu tidurin begitu?" tanya Odet yang akhirnya melihat bagian belakang mobil Bima.

"Ikut aja. Aku nggak akan bawa kamu ke tempat aneh-aneh."

"Ya, karena kamu emang nggak akan suka lakuin hal aneh-aneh sama orang kayak aku."

Bima mengernyit dalam. "Kamu ngomong apa, sih, Odet? Kamu mau aku ngapa-ngapain kamu?"

"Aku mau berhenti ngapa-ngapain sama kamu, Bim. Udah waktunya jalan sendiri-sendiri."

Bima semakin menggelengkan kepalanya. "Makin ngaco. Udah, ah. Jangan bahas apa pun sebelum kita sampe di tempatnya."

Odet tidak mengatakan apa pun selama perjalanan sesuai dengan yang Bima katakan. Dia juga enggan meneruskan perdebatan karena semakin lama, Odet merasa semakin mempermalukan diri sendiri dengan melibatkan seluruh perasaannya. Semakin banyak bicara, semakin Odetta ingin mengungkapkan semua perasaannya. Jika terus begini, Odet sendiri yang akan malu dan membuat semua rencananya gagal.

"Tidur aja, mungkin bakalan agak lama perjalanan kita ini."

"Mau ke mana? Kamu nggak lupa ayahku cuma ngasih izin pulang jam 12, kan?"

"Iya. Aku nggak lupa, Odet."

Memilih diam, Odet menyamankan diri di kursi penumpang. Dia mudah untuk tidur, jadi tidak masalah untuk memejamkan mata sesuai saran Bima.

*

Nyatanya, mereka tidak terlalu membutuhkan waktu lama untuk sampai di Pantai Ancol. Odet tidak mengerti kenapa Bima membawanya ke sini, padahal ini sudah malam dan Odet sedang tidak ingin ke pantai.

"Bim?" panggil Odet yang menyadari kursi pengemudi kosong saat dia membuka mata. Selimut membentang melindungi tubuh Odet dilepaskan perlahan. Agak panik menyadari Bima tidak terlihat. "Bima!"

Odet mulai menyalakan ponselnya untuk menghubungi pria itu. Namun, ponsel milik Bima berdering di dashboard mobil, menandakan Bima tidak membawanya. "Ke mana, sih, dia?"

Saat sedang kalut, Odet terkejut begitu pintu belaknag mobil dibuka. "Astaga!"

"Udah bangun ternyata," kata Bima.

"Kamu, tuh, bikin kaget! Aku lagi panik kamu nggak ada, malah tahu-tahu buka pintu belakang!"

Bima tersenyum. Segera menyalakan lampu mobil dan tidak tahu dari mana, lampu LED yang biasanya sering digunakan di kamar ada di mobil pria itu.

"Bim? Ini apaan?" tanya Odet.

"Bentar, masih ada yang kurang. Aku ambil dulu barangnya, ya. Kamu tunggu, jangan panik. Aku nggak ninggalin kamu, Det."

Ah, sial. Bima bahkan mengucapkannya dengan ekspresi biasa saja, tapi Odet malah tersipu mendengar kalimat tersebut.

Odet memilih untuk mengikat rambutnya menjadi messy bun dan memastikan tidak ada kotoran mata sisa tidurnya.

Begitu selesai, Odet melihat pintu bagasi mobil dibuka oleh Bima dan ada dua orang di belakang Bima yang membawa nampan silver besar dengan sesuatu yang menggugah selera Odet seketika.

"Makasih, Mas. Nanti saya hubungi begitu selesai."

Bima dengan santainya mengatur sana sini agar dua nampan itu bisa tertata rapi di kursi belakang yang sudah diratakan hingga mereka bisa leluasa untuk menikmati makanan di sana.

"Sini, Det."

Odet menatap Bima dengan curiga, "Kamu sengaja pake cara ini, ya? Aku nggak akan mau nahan diri kalo urusan seafood, dan kamu manfaatin itu."

Bima mengangguk. "Kita bisa bicara lebih santai tanpa bikin kamu tensi kalo ada seafood."

"Kita bisa bicara tanpa seafood, Bim."

"Nggak bisa. Kamu selalu marah sejak hari ini sama aku. Jadi, nggak bisa kita bicara baik-baik tanpa menu kesukaan kamu. Sini, duduk di sini, kita makan sambil ngomongin apa pun diantara kita yang nggak jelas dengan santai."

Apa bisa Odetta santai? Sebab ini menyangkut pernyataan Bima yang tidak sengaja Odet dengar.

[Baca duluan bab 5 dan special chapter 5 ada di Karyakarsa 'kataromchick', ya. Bab 5 akan tetap di upload di Wattpad nantinya, tapi special chapternya nggak, ya. Thank you.]

ODETTA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang