39. ODETTA

6.1K 1K 32
                                    

Banyak hal yang terjadi dalam kurun waktu yang singkat. Odet tahu dirinya sudah banyak melakukan tindakan bodoh, tapi dia tidak akan pernah belajar jika tak mempraktikkannya sendiri. Mungkin itu yang ayahnya inginkan. Menunjukkan pada Odet apa arti dari 'guru terbaik adalah pengalaman' yang dirinya akui ... Seda membuatnya sadar hingga ke titik dimana Odet tidak berani menunjukkan batang hidungnya ke rumah orangtuanya lagi. Bukan tak mau, tapi tak berani. Odet malu. Usianya sudah 28, tapi kelakuannya seperti gadis belasan tahun yang keras kepala dan baru akan tersadar setelah tahu sendiri rasanya realita yang menerjang.

Bagaimana bisa meminta maaf jika datang ke rumah itu saja Odet sangat malu?

"Aku akan temenin, Det." Bima memberikan saran dengan menjadi pihak yang akan menemani Odet untuk pulang.

"Aku takut, Bim. Malu lebih tepatnya," kata Odet dengan perasaan yang campur aduk. 

"Jadi, nggak mau pulang?" tanya Bima dengan fokus masih sepenuhnya pada kemudinya.

"Aku pengen pulang, pengen banget. Udah kangen juga sebenernya, tapi aku nggak mau bikin ayah marah."

Saat kemacetan mulai membentuk, Bima sedikit melonggarkan tangannya untuk menggenggam Odet. "Ayah kamu bukan tipe yang nggak bisa memaafkan. Hatinya gampang luluh kalo urusannya sama princess-nya. Kamu pasti tahu, kamu adalah kelemahan terbesarnya, Det."

Memang benar, tapi kekecewaan yang sudah Odet buat membayangi perempuan itu. Wajah Seda yang lelah dan marah membuat Odet tak memiliki muka untuk pulang dan meminta perhatian ayahnya seperti semula. Bahkan setelah membuat pria itu kecewa, Odet masih saja memiliki merasa bahwa Seda sudah banyak mengekangnya. Padahal selama ini Seda tidak pernah melakukan tindakan keras untuk mengancam Odet jika tidak melakukan seperti yang anaknya inginkan. Pria itu memiliki kekuasaan untuk melakukannya, tapi Seda tidak melakukannya. 

Sekarang ini Odet yang tersadar merasa sangat malu, tak memiliki muka untuk menunjukkan dirinya sendiri. Jika bicara dosa, dia sudah menjadi anak durhaka dengan semua tindakannya itu. Astaga ... Odet merasa tersiksa sekali sekarang. 

"Nggak akan ada yang menghakimi kamu di rumah. Aku tahu keluarga kamu adalah manifestasi dari rumah yang penuh kehangatan, Det. Meskipun om Seda keras dan tegas banget ke aku, tapi dia nggak sombong ketika aku melamar kamu di depannya."

Odet langsung terperangah dengan apa yang Bima katakan kali ini. "Kamu ... apa, Bim?"

Bima mengemudi dengan kecepatan yang sangat rendah karena kondisi jalanan yang tidak menentu di depannya. "Aku lamar kamu ke ayah kamu."

Tidak pernah Odet kira pria yang sudah mengenalnya lama ini bisa melamar langsung kepada Seda Dactari yang pasti sulit sekali diajak bicara berdua, apalagi Bima tidak memiliki hubungan pekerjaan dengan ayah Odet itu. 

"Kapan? Ayah memangnya langsung mau kamu ajak ketemu? Kamu bawa mama kamu buat lamar aku? Kamu udah bergerak resmi? Kok, aku nggak kamu libatin?" Odet menyambar dengan pertanyaan yang menumpuk hingga membuat Bima bingung sendiri harus menjawab yang mana lebih dulu. 

"Santai, rilex, Det. Aku bikin lamaran itu baru izin aja, kok. Ayah kamu nggak akan kasih kalo kamu nggak mau, udah agak lama juga aku lamarnya. Sebelum aku tahu kalo ternyata kamu pacaran sama Anggada."

Banyak cerita yang tidak Odet tahu karena terlalu sibuk dengan dirinya sendiri. Dia tidak akan mengerti perkembangan apa saja yang terjadi antara Bima dan Seda karena sibuk menjauh, merasa menjadi pihak yang tersakiti. Sekarang, dia tak tahu apa pun.

"Aku pengen lamar kamu dalam waktu dekat, aku udah nggak mau nunda. Kamu beneran mau, kan, nikah sama aku? Karena aku mau kamu memperbaiki hubungan kamu dan keluarga kamu supaya niat baik ini bisa segera tercapai, Det. Aku mau minta restu yang bener sama ayah dan ibu kamu."

Bima tidak bisa melihat wajah Odet sekarang, karena jalanan sudah kembali normal. Dia tidak mendengar balasan Odet dan tiba-tiba saja mendengar isakkan yang Odet luncurkan tanpa aba-aba. 

"Loh? Det? Kamu kenapa nangis? Kamu takut banget pulang sekarang sampe nangis? Kalo takut beneran aku nggak akan maksa, kok."

Odet menggelengkan kepalanya. Bima semakin bingung karena perempuan itu tidak menjawab dan sibuk menangis di kursinya. Bima putuskan untuk menunggu hingga Odet tenang sendiri, karena mengganggu perempuan itu ketika menangis akan membuat Odet lebih lama menangis. 

"Jangan tidur dulu. Nanti aku digerebek sama tetangga kamu yang udah akrab sama Anggada kalo gendong kamu masuk ke rumah."

Bima tidak dendam dengan tetangga Odet itu, tapi malas saja berurusan dengan orang yang pasti akan berusaha mencampuri urusan orang. 

"Aku mau pulang, Bim." 

"Iya, aku langsung bawa kamu pulang. Tapi jangan langsung tidur."

"Bukan pulang ke rumahku sendiri," kata Odet yang langsung membuat Bima agak hilang fokus. 

"Gimana, gimana, Det? Mau pulang ke mana?"

Odet mengusap tangisnya dengan brutal, membuat riasannya berantakan juga. Untung saja Odet selalu membawa tisu pembersih make-up yang memudahkannya jika bepergian. "Pulang ke rumah ayah, Bim."

Senyuman di bibir Bima langsung melebar. Dia senang dengan keputusan Odet meski dibuat pusing karena tangisan perempuan itu.

"Padahal tinggal bilang mau ke rumah ayah kamu, Det. Kenapa pake acara nangis?"

"Berisik, ah, Bim. Jangan bikin aku takut pulang, deh. Pokoknya jangan ajak ngomong dan langsung ke rumah ayah."

"Oke, Princess."

Bima tertawa dan Odet membiarkan pria itu melaju menuju rumah Seda. Semoga ini bisa cepat berlalu. 

[Udah ngintip malam pertamanya Odet sama Bima, belum? 🙊 Kalo udah, diem-diem bae, oke. Nunggu babak kedua gak perjalanan mereka? Kalo bentar lagi tamat, gimana?]

ODETTA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang