28. ODETTA

4.4K 1K 43
                                    

Baru beberapa hari lalu Odet melihat dan mendapati ibunya membentak untuk mengusir Anggada dari rumah itu. Sekarang Odet malah mengalami sendiri pengusiran dari ayahnya. Sosok yang selama ini selalu ada untuknya, menyayanginya tanpa sekalipun pernah membentak. Lima belas tahun menjadi anak tunggal memang berpengaruh bagi Odet. Dia terlalu menuntut untuk diperhatikan, disayangi, dan cenderung dimanja. Rasanya aneh mendapati hubungannya dan sang ayah yang begini.

Menangis adalah satu-satunya hal yang bisa Odet lakukan karena seluruh emosinya memuncak. Perdabta dengan Anggada tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan dibentak oleh ayahnya. Sakit sekali rasanya, hingga membuat kepala Odet pening karena sibuk menangis di dalam mobil tanpa berniat mengemudikannya sama sekali. Ya, bagaimana bisa dia mengemudi ditengah perasaan yang kacau begini? 

Odet terkejut ketika kaca mobilnya diketuk oleh seseorang. Odet tidak bisa melihat dengan jelas siapa orangnya. Namun, begitu menyadari jaket yang pernah dibelikannya untuk Bima, saat itu juga dia membuka pintu. 

"Kenapa?" tanya Odet pada Bima yang datang disaat seperti ini.

"Kamu duduk di sana, biar aku yang bawa mobil kamu."

Odet menatap pria itu dengan bingung. "Ngapain?"

"Kamu mau pulang atau mau tidur di mobil? Nggak mungkin kamu bawa mobil dalam kondisi begini, kan? Mata kamu yang bengkak itu bisa lihat dengan jelas jalanan di malam hari begini?"

Ucapan Bima memang benar. Odet membutuhkan seseorang untuk membantunya mengemudi hingga selamat sampai di rumahnya sendiri. Niat yang semula ingin menginap di rumah orangtuanya harus terganti karena tak akan mungkin masuk lagi ke sana karena Seda sudah memarahi dan mengusirnya tadi.

Odet dengan lemas pindah ke kursi penumpang tanpa keluar dari mobil. Di turunkannya sandaran kursi hingga hampir membuatnya telentang, Odet ingin menangis dengan posisi miring agar tidak melihat Bima yang bisa mengamatinya. Odet sungguh malu mendapati Bima yang ada untuknya dalam kondisi seperti ini.

"Kasih tahu aku alamat rumah kamu sebelum tidur," kata Bima.

"Siapa yang mau tidur, sih!?" balas Odet masih terbawa rasa kesalnya.

"Kamu pasti bakalan tidur kalo nangis begini. Kasih tahu dulu alamatnya."

Odet semakin menangis. Pria itu bahkan mengungkit kebiasaan Odet yang tidak disadari oleh perempuan itu sendiri. Padahal, tadi Odet berharap bisa melihat Bima di kantor Anggada. Gara-gara pria di sampingnya ini, Odet jadi bertengkar dengan Anggada. Kenapa hari ini berjalan dengan cepat dan banyak sekali masalah yang melingkupi?

"Kok, malah makin kenceng nangisnya, Det?"

Tidak ada yang berubah dari Bima. Pria itu seperti kembali dalam mode menjadi sahabatnya, bukan pria yang mengejar-ngejar dirinya seperti beberapa hari lalu. Sepertinya Bima bosan mengejar perempuan yang tidak akan melihat kearahnya seperti yang Odet lakukan. 

"Baru kali ini ... ayah bentak aku, Bim. Baru kali ini, aku ngerasa nggak diinginkan lagi sama ayah."

Bima mendengarkan cerita itu tanpa berniat untuk menanggapi. Bukan karena tidak peduli, melainkan memberikan ruang dan waktu bagi Odet untuk membicarakan apa pun yang perempuan itu mau karena kondisi hatinya yang sedang hancur lebur. Bima bisa membayangkan betapa kecewa dan sedihnya Odet karena melihat sisi ayahnya yang baru. Bima juga memahami posisi Seda Dactari yang mengabarkan bahwa sudah menyakiti putri pertamanya yang begitu disayangi. Ah, Bima sedang berada ditengah-tengah masalah pribadi keluarga itu. Namun, Bima tidak bisa bersikap memihak salah satu dari keduanya. Menurut Bima, baik Odet dan Seda, keduanya memiliki kesalahan masing-masing. Karena emosi yang menguasai membuat keduanya tidak bisa melihat itu.

"Bim ... aku nggak dianggap anak lagi sama ayah."

Bima masih mmebiarkan Odet meracau dengan tangisan yang tidak berkurang. Bima hafal sekali bagaimana suara tangisan Odet yang sebenarnya lucu. Seperti anak-anak yang sedih ketika dimarahi oleh orangtuanya. Cara Odet menangis tak seperti aktris di drama-drama romansa yang ada, dimana tangisan yang ada biasanya tanpa suara. Odet jelas bukan perempuan sejenis itu. Odet selalu menangis dengan suara keras dan sesenggukannya membuat Bima terkadang ingin tertawa. Namun, tak mungkin Bima menertawakan Odet saat ini. 

"Aku sedih banget, Bim. Sumpah aku sedih banget!"

Odetta sibuk menangis dan Bima sudah lebih dulu memarkirkan mobil itu di parkiran salah satu tempat makan kesukaan Odet. Pria itu memesan seafood dalam satu paket untuk dibawa pulang. Tidak akan bisa mengajak Odet makan langsung bersama, apalagi mengingat Odet pasti akan menjauhinya lagi setelah sadar dari rasa sedihnya.

Saat masuk ke mobil, Bima hanya mendengar senggukan Odet saja. Perempuan itu sudah tertidur tanpa peduli kemana Bima membawanya. 

"Nah, kan. Bener aja ketiduran." Bima mendecak, tapi tidak berusaha membangunkan Odet yang pasti sudah kelelahan. Dia berinisiatif bertanya pada Seda yang pasti panik juga dengan kondisi Odet sekarang.

Bimaskara Y. [Om, saya boleh minta alamat rumah Odet yang sekarang?]

Seda Dactari [Dia gak ngasih tahu? Masih marah sama kamu?]

Bimaskara Y. [Bukan gitu, Om. Odetnya capek nangis sampe ketiduran sebelum ngasih tahu saya.]

Seda Dactari [Sent picture]

Seda Dactari [Tolong jaga dia sampe benar-benar kondisinya baik, Bim.]

Bima Y. [Baik, Om.]

Bima memang akan melakukannya meski Seda tidak memintanya. Meski tidak tahu apa yang sudah terjadi dengan Odet yang menurut Seda mengaku berpacaran dengan Anggada Prabu, orang terdekat Odet setelah keluarganya tetaplah Bima. 

"Det, Det. Kamu bikin aku jadi bingung harus bertindak gimana. Tapi aku belum mau nyerah buat kamu."

Ya, paling tidak semoga saja mamanya bisa bersabar menunggu usaha Bima mendapatkan pasangan untuk dinikahi. 

[Special chapter, tuh selalu isinya Bima. Cuma, ya ... yoweslah. Yang baca di sana yg ngerti. Ini mungkin kehadiran Bima lagi bagi yang gak baca special chapter. Happy reading 💜]

ODETTA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang