22. ODETTA

5.5K 1.1K 79
                                    

Odetta tidak bisa menyembunyikan rasa kesal dan kecewanya saat duduk di kursi penumpang depan. Wajahnya kaku bagai disiram air es. Berulang kali membuang dan menarik napas panjang untuk menenangkan diri. Kepala yang dalam kondisi panas hanya akan memperkeruh segalanya dan Odet tidak menginginkan demikian. Masalahnya hanya akan semakin bertambah jika menuruti emosinya.

"Kenapa kamu kelihatan super kesal?" tanya Anggada setelah membunyikan klakson pada penjaga rumah Seda.

"Siapa yang nggak akan kesal kalo kelakuan atasan yang ngaku jadi pacar malah bikin kesan pertama keluarga jadi kacau?" balas Odet tanpa mau menatap Anggada.

"Kamu tahu sendiri saya nggak terbiasa mengalah dengan orang lain, kan? Saya ini dibesarkan dengan cara seperti itu."

"Mereka keluarga saya, Pak."

Anggada memberikan gestur mengangkat kedua bahunya seakan apa yang Odet katakan tidak logis. "Terus? Saya sudah sopan dengan tidak membalas sikap adik kamu yang bar bar itu. Kepala saya berdarah karena tergores vas, benjol karena benturan keras itu, lalu saya tidak protes sama sekali. Apa itu kurang?"

Odet memejamkan matanya karena mendapati momen seperti ini biasanya mengantar perempuan dan pria itu beradu pendapat untuk menunjukkan siapa yang paling benar.

"Fine. Kalo gitu Anda yang benar. Saya nggak berniat melanjutkan apa pun lagi kalau begini cara kerjanya, Pak."

"Memangnya siapa yang mengizinkan kamu untuk memutuskan? Saya yang memiliki kuasa, Detta. Apa kamu akan menyerah dan nggak mencoba membujuk atau memberitahu saya bagaimana caranya menjadi sosok yang bisa keluargamu terima? Apa ini yang membuat kamu gagal membangun hubungan serius dengan pria? Karena kamu lebih mementingkan keluargamu dan memilih menyerah pada seseorang yang memilihmu?"

Ini tidak ada dalam pikiran Odet. Apa benar Odet terlalu mengutamakan pendapat keluarga sampai tidak bisa memilih seseorang yang memilihnya? Pertanyaan itu bernaung di dalam kepala Odet.

Pertama, Seda yang tidak mengizinkan Odet diet. Padahal jelas, Odet ingin hidup lebih sehat dengan diet. Lalu pendapat Odessa mengenai Bima yang memang harus dihindari. Odet menerima dengan baik semua masukan itu, tidak memilih semuanya berdasarkan keinginan sendiri. Benarkah Odet selama ini disetir oleh keluarganya hingga tidak akan memilih orang lain selain keluarga?

"Odetta, kamu pada akhirnya akan menikah, memiliki keluarga sendiri. Apa kamu akan selalu memilih membuat keluargamu nyaman dengan menuruti pendapat mereka? Kalau kita menjadi pasangan, aku nggak diterima oleh keluargamu, maka kamu akan memilih melepaskanku. Lalu bagaimana jika nanti kamu menikah, memiliki anak dan keluarga sendiri, mengalami masalah dan dapat masukan dari keluargamu untuk meninggalkan suami dan anakmu. Apa akan langsung kamu kabulkan seperti saat ini?"

Meragu. Odetta kehilangan argumentasinya dengan semua yang Anggada paparkan. Ucapan pria itu sangat masuk akal. Mereka bahkan belum ada satu minggu mencoba, tapi Odet sudah ingin mengakhiri semua ini karena mendapati opini keluarganya.

"Odetta, sekarang tanyakan pada diri kamu sendiri. Apa kamu yang nggak nyaman dengan saya? Atau kamu nggak nyaman karena keluargamu yang nggak menerima saya?"

Odet kali ini menatap wajah Anggada dari samping, jika pria itu tidak sedang mengemudi, pasti mereka akan saling bertatapan seperti kemarin.

"Nggak perlu kamu jawab sekarang. Pikirkan baik-baik, jangan terbawa pendapat keluargamu saja. Saya akan menunggu apa jawaban kamu. Kamu paham, kan?"

Anggukan Odet berikan. Dia benar-benar tidak mengerti dengan semua ini. Kenapa mengenal Anggada dirinya bisa mendapatkan cara pandang baru?

*

Camilan sehat sudah tersedia di meja Odet ketika dia sampai. Sontak saja membuatnya menatap Anggada yang mulai sibuk sendiri di mejanya. Ada dorongan untuk mengucapkan terima kasih, tetapi Odet juga tak mau membuat Anggada besar kepala.

"Jangan kabur sebelum jam makan siang ke kantin bawah. Kamu punya jadwal makan siang dengan saya."

Itu yang Anggada utarakan seperti mendapati kegamangan Odet untuk menyampaikan rasa terima kasih pada pria itu.

"Ini ... Bapak yang kasih?" tanya Odet memulai basa basinya.

Anggada menatap apa yang Odet maksudkan. "Oh. Bukan. OB yang saya suruh untuk belikan dan taruh di meja kamu. Jadi, itu bukan saya yang kasih, tapi OB."

Odet berdecak. Sulit sekali, sih, bagi pria itu untuk mengatakan hal yang jujur mengenai perbuatan baik apa yang dilakukan olehnya.

"Oh, jadi OB. Siapa nama OB-nya, Pak?"

Jika Anggada ingin bermain-main, maka Odet akan melayaninya.

"Wimang," jawab Anggada.

Pria itu memang tidak ada kadar humorisnya sama sekali. Membuat Odet berdecak semakin kesal saja.

"Lain kali, kalau mau kasih bentuk perhatian ke saya, harusnya Bapak bicara jujur saja!" gerutu Odet yang duduk di kursi kerjanya.

"Memangnya kamu akan terima bentuk perhatian saya? Buktinya kamu ingin semuanya berakhir tadi."

Dibahas lagi. Anggada tampaknya berpikir bahwa Odet tidak akan menjawab opsi di mobil tadi jika tidak diminta.

"Katanya saya nggak memiliki kuasa. Apa saya perlu menanggapi ucapan Anda itu, Pak?"

Anggada menyeringai tipis. "Jadi, kamu mau lanjut usaha ini atau nggak?"

"Saya akan memberitahu Bapak supaya nggak membuat kesal keluarga saya."

Itu artinya Odet masih ingin semuanya berlanjut. Bujuk yang Anggada lakukan tadi rupanya berhasil untuk dipikirkan oleh Odet dengan matang.

"Kalau begitu, kamu harusnya nggak keberatan untuk tinggal terpisah dari keluarga supaya usaha saya menjadikan kamu bintang utamanya bisa berhasil."

Tinggal sendiri? Apa yang akan terjadi jika Odet meminta izin atas hal tersebut pada Seda?

[Bab 25 dan special chapter 25 nya sudah update di Karyakarsa, ya. Monggo yang mau baca.]

ODETTA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang