31. ODETTA

4.8K 1K 70
                                    

"There's nothing perfect in this world, Odetta."

Segala di dunia ini tidak sempurna dan tidak ada kesempurnaan yang bisa didapatkan oleh manusia. Pratista memberikan pemikirannya yang kebetulan saja bisa Odet dengarkan karena perempuan itu mengaku mendapatkan nomornya dari Bima dari hasil memaksa. Jika bukan karena ulah Bima, mungkin sekarang Odet tidak akan bertemu dengan Pratista.

"Kok, tiba-tiba banget ngomong gitu, Pra?" tanya Odet.

Pratista melirik ke arah pria yang sedang duduk seraya memilih menu dengan hati-hati. Bahkan tempat bertemu mereka diatur oleh Odet—yang kini Pratista yakini didorong oleh pria penuh aturan yang duduk di meja lain dari jarak pandang mereka.

"Odetta, gue tahu sepak terjang lo dan Bima. Bahkan anak-anak banyak nebak kalo kalian pasti berakhir bersama."

Odet mencoba mengelak. "Itu cuma tebakan," balas Odet tak ingin membahas hal pribadi. Sebab hanya akan membuat Odet semakin bimbang.

"Nah, kan! Lo ternyata menuntut segala sesuatu jadi sempurna. Pantesan waktu itu Bima keliatan bingung waktu gue tanya gimana hubungan kalian."

Odet? Kenapa pula dirinya yang disebut menuntut kesempurnaan? Justru—

"Orang emang cenderung nggak akan sadar udah bisa nerima hal nggak sempurna setelah jauh atau bahkan kehilangan. Itu juga yang gue lihat dari Bima. Dia awalnya berat soal fisik lo, terus pas lo jauhin dan milih yang lain, baru Bima sadar dengan rasa kehilangan." Pratista menaikkan alisnya. "Sekarang malah lo yang mencoba menuntut kesempurnaan. Lo berubah sesuai dengan yang dibentuk bos di sana, kan?"

Odet tak suka dengan cara teman lamanya itu menyinggung keberadaan Anggada.

"Bisa kita ngomongin langsung bantuan apa yang kamu butuhin dariku?" Odet memutus pembicaraan yang akan menjadi 'sok akrab' itu dengan gaya profesional.

Pratista mengangkat kedua tangannya pertanda menyerah untuk membahas apa pun mengenai Odet sekarang. Memang orang selalu menganggap aneh Pratista yang terkesan ikut campur dengan urusan orang lain, meski terkadang maksudnya juga baik.

"Kita bahas brand yang lagi gue kembangin, ya. Gue butuh banget model buat target yang sesuai." Pratista mulai membahas pekerjaan. "Jadi, usaha gue ini bergerak di fashion gitu. Udah lumayan lama gue kenalin di KorSel, dan reaksinya lumayan bagus. Sekarang gue kembangin juga di Indo, dan karena brand fashion yang ramah berbagai bentuk badan masih jarang banget di Indo, gue butuh bantuan lo, Det. Cuma ada satu masalah."

Odet mengernyit. "Masalah apa?"

"Sebenarnya sekarang nggak masalah, sih. Boobies lo sama your booty masih gede. Secara bentuk lo pasti jadi salah satu kesukaan target penjualan. Orang cenderung merasa pede kalo model pakaian punya badan yang nggak kayak triplek. Tapi ... bakalan jadi masalah kalo lo semakin bentuk badan lo jadi se-ramping model kebanyakan."

Pratista bisa melihat bagaimana Odet mulai menunjukkan rasa tak nyaman.

"Jangan salah paham, gue suka bentuk badan lo yang sekarang. Your belly more flat than I thought before. Gue pikir bakalan ada lipatan gitu, tapi nggak. Ini bukan masalah karena body lo masih kayak gitar Spanyol."

"Memangnya pakaian apa aja yang harus aku pakai kalo setuju bantu kamu?" tanya Odet.

"Banyak, termasuk bikini. Kalo pakaian dalam itu keputusan lo dan pasangan, ya. Gue bersyukur banget kalo lo mau, karena konsumen bakalan lebih percaya diri untuk beli pakaian dalam mahal yang bukan dipake model kurus kebanyakan, ya."

Odet menutup mulutnya. Tak percaya dengan tawaran ini. "Lo pasti nggak asing dengan bikini, kan?"

Odet punya, banyak. Karena suka membeli item semacam itu untuk menatap dirinya sendiri dengan bangga di depan cermin. Namun, menggunakannya dan dipotret? Memakainya dengan tujuan untuk dilihat orang banyak? Odet tidak pernah melangkah ke sana.

"Oke, oke. Kayaknya kalo bikini lo keberatan—"

"Kenapa nggak kamu coba lebih dulu, Detta?"

Anggada memasuki ranah yang menurut Pratista agak mengganggu. Seharusnya ini menjadi persetujuan antara Pratista dan Odet, jika memerlukan pendapat pria itu, harusnya dilakukan saat berdua saja dengan Odet, kan?

"Nggak, saya pikirkan ulang kalo ayah Odet agak keras untuk—"

"Ini hidupnya Odetta, kenapa memikirkan ayahnya? Apa ayahnya yang menjalankan tubuh Detta?"

Pratista menatap dengan ngeri pada Anggada yang menyela ucapan wanita itu. Mengerikan mendapati Anggada yang begitu keras menyampaikan pendapat.

"Gini, deh, Det. Kita bakalan ambil foto kalo lo siap, yang penting sepakat sama pakaian normalnya aja. Kalo lo mau kita bakalan omongin lagi nanti. Untuk jadwal utamanya untuk pakaian normal aja dulu, gimana?"

Odet tidak memilih menatap Anggada agar bisa mempertahankan pendapatnya. "Oke, aku ambil yang normal aja dulu, Pra."

Setidaknya kali ini Odet tidak mau memperlihatkan tubuhnya pada orang lain begitu saja. Jangan sampai Anggada malah seperti menjual bentuk tubuh Odet. Setelah ini, Odet akan meminta penjelasan Anggada yang sepertinya mudah sekali memberi izin untuk memakai bikini di depan kamera.

ODETTA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang