5. ODETTA

8.5K 1.9K 119
                                    

Odet tidak tahu harus memulai dari mana pembicaraan mereka ini, tapi yang jelas Odet akan memilih fokus pada makanannya saja. Biarlah Bima yang sibuk mengajukan pertanyaan.

"Kamu hari ini kenapa?"

"Aku? Nggak kenapa-napa," balas Odet sembari memasang sarung tangan plastiknya.

Bima yang sudah meneguhkan diri sejak awal bahwa mereka harus bicara dengan santai tanpa ada tensi yang membuat mereka mengacaukan agenda malam ini memilih ikut memasang sarung tangan plastiknya. Menikmati makanan seperti yang Odet lakukan.

"Tadinya aku mau bawa kamu ke Anyer, ngobrol banyak di villa mama. Tapi kata Om Seda kamu harus kerja besok. Well, I guess that you're cross out the wish list to work with me."

Odet tahu banyak pembahasan yang akan disampaikan oleh Bima meski terhitung belum ada satu hari Odet mengabaikan pria itu dan mengubah banyak keputusan tanpa sepengetahuan Bima. Ini menunjukkan bahwa tidak ada masalah yang tidak disadari Bima, jika saja pria itu tahu bahwa Odet sudah mendengar pembicaraan Bima dan mamanya, sudah pasti sekarang pria itu sedang mengemis maaf dari Odet.

"Ayah pasti bakalan marah kalo kamu bawa ke Anyer, karena itu tandanya kita nggak bisa pulang di bawah jam 12."

"Om Seda nggak akan marah, dia bilang kalo memang kita butuh waktu buat bicara dan menginap, satu hal yang harus aku pikirkan adalah ruangan tidur yang terpisah." Bima tertawa kecil membayangkan betapa cemasnya Seda saat mengatakan hal itu. "Ayah kamu sebenernya percaya sama aku, cuma dia selalu ingetin jangan pulang di atas jam 12 di depan kamu supaya kamu yang sadar diri jangan pulang malem."

Odet menyingkirkan kaki kepiting yang sudah dia keluarkan dagingnya. Begitu semangat mengunyah daging kepiting yang begitu kenyal.

"Ya, karena ayah tahu kita nggak akan gimana-gimana. Kamu patut dipercaya untuk bagian itu."

Bima mengoleskan daging kerang dara ke dalam saus dan mengunyahnya sembari menatap Odet yang sama sekali tak menatap balik pria itu.

"Do you ... secretly expect us to have a relationship more than just friends, Odet?"

Odet tidak terpojok dengan pertanyaan yang Bima lontarkan. Untung saja ada makanan yang mengalihkan emosinya. Selamanya Odet bisa mengatasi perasaannya jika ada makanan yang menemani.

"Where did your thougts like that come from?"

"I don't know, cuma ngerasa aneh aja sama sikap kamu dan cara kamu ngomong. Aku yang nggak tertarik sama kamu, aku yang nggak akan macam-macam sama kamu, semua itu kamu ucapkan dan aku ngerasa perlu peka dengan sesuatu yang kamu pendam."

"Kalo gitu nggak perlu kamu pikirin. Itu cuma ucapan aku yang datangnya dari perasaan insecure aku aja."

Bima mencoba kembali membaca apa yang coba Odet sampaikan.

"Hal apa yang mancing kamu jadi insecure?"

"Hm ..." Odet menahan jawabannya karena mengunyah nanas dan daging udang sekaligus. "Dari kantor baru yang akan jadi tempat kerjaku. Di sana banyak karyawan cantik yang mundur dari pekerjaan karena dilamar. Sedangkan aku yang udah umur segini malah sibuk masuk kerja dan nggak ada tanda-tanda orang yang mau deket sama aku juga."

Bima mendengkus cukup keras. "You're beautiful in your way, Odet. Lagi pula, kita masih muda, kenapa harus sibuk mikirin pernikahan? Santai ajalah."

"Memangnya kamu nggak mulai sibuk nyari pasangan? Penampilan kamu ganteng, mapan, aku perhatiin kamu nggak pernah sibuk pacaran? Kenapa?"

Bima kini menghentikan gerakan tangannya, membuat Odet menaikkan pandangannya untuk menatap pria itu.

"Kamu mau aku pacaran? Kamu mau aku sibuk sama pacarku?"

Odet mengangkat kedua bahunya, entah untuk yang ke berapa kali. Dia jadi suka melakukannya karena berhadapan dengan Bima kini harus dengan cara yang tepat agar tidak terbawa perasaan semakin jauh. "Itu pilihan kamu. Lagian, kita memang harus mulai fokus untuk punya pasangan masing-masing. Nanti mungkin aja orang-orang pikir kita terlalu serius dan malah kamu dikira mau nikahin aku."

Bima terdiam dan mengalihkan pandangan dari Odet yang seolah mengintimidasi pria itu saat mengucapkan kalimat yang hampir mirip dengan yang mama Bima katakan. Padahal membalas ucapan mamanya saja dia bisa, tapi entah bagaimana Bima tidak bisa membalas Odet.

"Bim?"

"Aku udah sering pacaran, Det." Bima mengaku dengan jujur. Sama seperti yang Odet dengar saat tak sengaja menguping pembicaraan Bima dan mamanya.

"Jadi ... kamu bohong selama ini?" tanya Odet yang sebenarnya sudah dia persiapkan, tapi tetap saja rasanya sakit mendengar kejujuran ini dari mulut Bima.

Bima mengangguk dan mereka melanjutkan makan dalam diam. Odet yang sudah tahu masih saja berusaha menekan rasa kecewa dan sakitnya.

"Sebenernya bukan masalah yang harus aku peduliin, sih, Bim. Kamu mau pacaran sama siapa aja, aku nggak merasa perlu mempermasalahkan ini. Kamu, kan, cuma sahabat aku, Bim."

Telak. Bima ditohok berulang kali oleh kalimat Odet. Padahal Bima seperti sudah terbiasa mendengar kalimat itu dari mulutnya sendiri, tapi bagaimana bisa rasanya aneh mendengarnya dari mulut Odet?

"Maafin aku, Det. Aku nggak bermaksud bohong, aku cuma nggak mau kamu insecure kalo aku punya pacar."

Odet tertawa. "Ngapain aku insecure? Kamu yang pacaran kenapa aku yang repot? Lagian, aku bisa cari pacar yang nantinya bakalan menguatkan aku pas aku lagi insecure. Aku bakalan cari pacar yang menyempurnakan ketidaksempurnaan aku, Bim." Dan itu bukan kamu, Bim.

Ya, sudah sepatutnya Bima merasakan pukulan itu. Jika Odet tidak merasakan bahagia dengan pilihan Bima yang memilih perempuan lain, maka Odet akan membuat Bima juga tidak merasakan nyaman dengan pilihannya. 

[Udah pada baca special chapter 5? Nanti ada jawabannya Odet di bab 6, loh. Wkwk. Yang udah baca, jangan spoiler, yap. Happy reading 💜]

ODETTA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang