Makan pagi yang seharusnya berjalan dengan banyak obrolan dan hangat, selayaknya sarapan pagi mereka, kini harus mengalami situasi yang sangat canggung. Bima tentu saja berusaha biasa saja karena berada di rumah mertuanya, tapi Seda yang lebih bersikap diam dan tidak banyak bicara dengan siapapun. Odessa seperti terkena imbas dari permasalahan yang tidak dilakukan oleh wanita itu. Sedangkan Dastari menjadi diam setelah ayahnya menghentikan ocehan gadis itu karena berniat membuat lawakan yang memang terkadang sangat garing untuk didengar. Namun, dengan adanya candaan suasana akan hangat dan lebih hidup, tak seperti sekarang.
"Ayah udah selesai," ucap Seda yang sontak saja membuat semua pasang mata di sana mendongak pria itu yang berdiri tanpa adanya aba-aba.
Itu adalah pertanda bahwa Seda tidak menerima baik apa yang dirinya temukan semalam. Jika Odet masih bisa menerima dukungan dari Bima dengan genggaman tangan di bawah meja yang pria itu berikan untuknya, maka tidak ada dukungan yang Odet dapatkan dari ayahnya yang kecewa. Ya, setidaknya Odet bisa melihat hal normal di sini. Seda tidak bisa menerima fakta menyakitkan ini dengan tangan terbuka. Odet benar-benar mengutuk dirinya sendiri yang sudah salah mengambil langkah. Hubungannya dan Anggada ... dia pikir akan selesai dan benar-benar selesai jika memang tidak berjalan dengan baik. Ternyata justru menjadi bumerang bagi perempuan itu sendiri.
"Makanan kamu belum habis, Mas." Odessa mencoba untuk mencegah suaminya untuk buru-buru pergi.
"Aku kenyang."
"Kalo kamu udah kenyang, mungkin kita bisa bicarakan semuanya setelah Tari berangkat sekolah."
Dastari yang namanya disebut oleh sang ibu menoleh dan bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi. "Ibu mau aku sarapannya cepet-cepetan kayak ayah?"
Entah bagaimana ucapan yang keluar dari mulut Tari bisa seperti anak panah menancap di dada Seda hingga membuat pria itu berdehem karena merasa tak lebih dewasa dalam bersikap dari Tari.
Hal itu rupanya bisa membuat Seda menurunkan kadar egonya. Tari tahu bagaimana cara menjinakkan pria super kaku dengan ucapan serta ekspresinya yang flat sejak kecil. Entah dari mana Tari benar-benar mempelajarinya atau lebih tepatnya darimana Tari menyerap sifat Seda yang dulu?
"Aku tunggu di ruang tengah."
Odessa hanya bisa menghela napasnya dengan berat. Mengatasi kekecewaan Seda pada putrinya yang, diakui atau tidak, menjadi kesayangan dibandingkan Tari adalah hal tersulit saat ini. Odessa menyadari betapa Seda lebih memanjakan Odessa dan sering lebih keras pada Tari hingga sikap anak kedua mereka lebih mandiri dan tegas ketimbang Odet. Hingga tidak akan menutupi kemungkinan kekecewaan Seda diluapkan secara berlebihan.
"Ayah kenapa, sih, Bu?" tanya Tari yang membuat Odet kembali menegang.
"Kamu tahu, kan, ayah kamu kalo punya masalah itu nggak bisa tenang sedikit?" Odessa membalikkannya pada Tari.
"Hm, aku ngerti, sih. Tapi, kan, Kak Odet udah di rumah. Kenapa juga marah-marah nggak jelas?"
Gerutuan itu membuat Odet tidak tenang. Dia sudah pulang dan berniat kembali menjadi Odet kesayangan ayahnya, tapi hal itu tak bisa terjadi karena jelas Odet yang sekarang bukanlah gembul yang biasanya disayang-sayang dan dimanja Seda.
"Tari," panggil Odet.
"Kenapa, Kak?"
Odet menarik napas sebelum berkata, "Kalo kamu penasaran sama suatu hal, jangan sampe bikin ayah marah atau kecewa, ya."
Dastari tidak mengerti, tapi ketika tatapannya mengarah pada sang ibu dan mendapatkan kedipan mata satu kali, Tari mengiyakan apa pun ucapan kakaknya yang terlihat pucat dan aneh pagi ini.
*
Ketika Dastari sudah benar-benar berangkat ke sekolah dan semua orang berkumpul di ruang tengah, tidak ada yang mencoba untuk memberikan kalimat pembuka karena Seda duduk dengan tangan bersedekap dan memasang wajah kaku. Pria itu tampaknya tak akan mau bicara sebelum orang lain memulainya atau justru ingin ucapannya diwakilkan layaknya Limbad yang tidak mau suaranya diketahui banyak orang.
"Ini mau diem-dieman sampe kapan? Kenapa nggak ada yang mulai?!" Odessa dengan gemas mengeluarkan suara. "Kapan masalah bisa selesai kalo malah dihindari buat dibahas?"
Bima terus menggenggam tangan Odet yang basah karena gugup. Menghadapi Seda yang kaku memang tidak menyenangkan, tak Bima mengerti bagaimana bekerja di bawah tekanan Seda yang tidak bisa tersenyum sedikitpun ketika serius dan marah begini.
"Ayah, aku minta maaf udah bikin Ayah kecewa."
Seda masih tidak mau membalas permintaan maaf Odet.
"Odetta, kamu tahu bahwa apa yang kamu lakukan adalah salah? Baik ayah dan ibu nggak pernah mau ajarin kamu hal semacam itu, tapi kamu menjalaninya. Bagi ibu, ini memang hal yang udah lewat nggak akan bisa diperbaiki dan hilang gitu aja. Ibu kecewa karena kamu nggak bisa menahan diri dan kalah dengan rasa penasaran kamu. Bahkan Bima juga nggak pernah mendengar curhatan kamu yang ini, kan?"
Ya, karena biasanya Odet akan menceritakan hal yang tidak bisa diceritakan pada orang tuanya kepada Bima dengan lebih leluasa. Namun, mengenai hal yang dilakukan Odet dengan Anggada yang melebihi batas, mereka terkejut karena tidak ada bayangan Odet akan melakukan hal itu sama sekali.
"Mas, kamu nggak mau bicara apa pun?"
Seda menatap lurus putrinya hingga membuat Odet takut sendiri berlama-lama menatap sang ayah. "Yang penting tahu bahwa semua tindakan ada risikonya."
Itu artinya, Odet harus menyiapkan diri untuk kejutan lainnya, bukan?
[Bab 62 & 63 sudah bisa dibaca duluan di Karyakarsa, ya.]
KAMU SEDANG MEMBACA
ODETTA [TAMAT]
ChickLit(repost) TERSEDIA EBOOK DI PLAYBOOK, DAN BAB SATUAN SERTA PAKET DI KARYAKARSA. Odetta memang memiliki nama yang serupa dengan tokoh Barbie kesukaannya. Putri angsa yang cantik. Sayangnya Odetta tak serupa dengan tokoh Barbie tersebut. Jauh dari perk...