19. ODETTA

5.8K 1.3K 70
                                    

Penawaran Anggada memang tidak akan Odet sia-siakan. Dia tahu bahwa ini bukan modus cuma-cuma yang diberikan Anggada untuknya. Untuk apa pula Anggada berkorban berpura-pura menjadi kekasihnya dengan suka rela dan menawarkan diri sendiri, jika tidak ada hal yang ingin pria itu capai, bukan? Siapa tahu dengan begini Odet bisa mendapatkan keuntungan, kan? Hanya perlu satu kata kunci saja; waspada.

"Enak, kan?" tanya Anggada mengenai makanan yang mereka konsumsi di tempat yang sama seperti sebelumnya.

"Ya, rasanya makanan."

Odet tidak memilik impresi bahagia dengan makanan sehat yang menurutnya tidak memiliki banyak cita rasa itu. Meski dibuat seperti makanan normal, tetap saja ada yang berbeda. Tidak akan ada makanan yang bisa menggantikan cita rasa tinggi makanan biasa.

"Berarti kamu nggak suka, ya?"

Odet tidak menjawabnya dengan langsung. Dia hanya menaikkan bahu tanda tidak merasa perlu memberikan jawabannya pada Anggada.

"Jangan murung, dong! Saya bawa kamu ke sana terus supaya kamu terbiasa mengonsumsi makanan sehat. Kamu harus aware sama makanan sehat dan pola hidup sehat supaya nggak obesitas."

Odetta menoleh dengan cepat pada Anggada yang berucap demikian. Rasanya jahat sekali mendengar kata obesitas yang keluar dari bibir Anggada dengan mudahnya.

"Obesitas?" ucap Odet.

"Hm, memang apa yang paling tepat. Berat badan kamu nggak sesuai. Itu obesitas namanya. Kalo kamu terlalu kurus juga nggak baik."

Odet mendecih dan mendengkus tak percaya mendengarkan kalimat ini. "Baru tadi Anda bilang akan berperan menjadi pacar saya, tapi lihat sekarang. Saya sudah dicemooh."

"Hei, itu bukan mencemooh. Ini saya ingatkan kamu supaya nggak semakin seenaknya kalo makan dan tidur. Jangan sampai nimbun penyakit."

"Terserah." Odet malas sekali mendengarkan kalimat basa basi yang intinya mengejek bentuk tubuhnya.

"Odetta? Come on! Kapan kamu bisa membuktikan kalo kamu peran utamanya dengan sikap seperti ini? Kamu mau saya bantu, kan? Bersikaplah kamu menuruti ucapan pacar kamu."

Odet menaikkan sebelah alisnya dengan sengaja. "Hello!? Ini baru pacar, Pak. Bukan suami."

"Latihan kalo gitu," balas Anggada tanpa memikirkan efeknya pada Odet.

"Maksudnya?"

"Ya, anggap saja kamu sedang latihan menuruti suami kamu kelak. Belajar untuk bisa mengerti apa maksud baik pasangan kamu. Jangan mandangnya ke hal buruk. Ini demi kamu juga, kok. Orang lain nggak akan meremehkan kamu lagi."

Tidak membalas ucapan Anggada, Odet berpikir bahwa dia juga sudah lama menginginkan untuk melakukan perubahan dalam dirinya. Odet ingin membuat dirinya bisa merasakan efek dari bentuk tubuh yang proporsional seperti orang-orang yang juga berusaha melakukan perubahan. Lebih cantik, lebih langsing, lebih good looking.

"Jangan bengong! Kalo mau ada perubahan itu jelas harus berusaha, bukannya malah bengong."

"Hm."

Anggada tidak menyukai balasan semacam itu. Seolah dirinya adalah bawahan yang sedang bicara omong kosong pada atasan.

"Kamu balas lagi begitu saya nggak akan membantu kamu."

Odetta tidak akan termakan dengan ancaman pria itu. "Terserah."

Anggada berdecak kesal. Dasar sombong!

*

Tugas Anggada yang mendadak berubah karena kesepakatan tidak resmi mereka terus dilakukan. Pria itu memperingatkan Odet untuk membawa bingkisan yang diberikan dan harus menyantap menu tersebut.

"Saya bisa ditanya macam-macam kalo kelihatan terlalu mencolok diet, Pak." Odet mengakuinya dengan santai di depan Anggada. "Di keluarga saya nggak ada istilah diet, kami makan apa yang kami mau asal nggak berlebihan."

Anggada tertawa pelan. "Dan buktinya kamu nggak bisa membuktikan kalo kamu nggak makan berlebihan. Jadi, stop berpikir demikian. Kamu harus membatasi apa yang masuk ke dalam tubuh kamu, Odetta. Kenapa pula orangtua kamu melarang perubahan ke arah baik? Itu toxic namanya."

Benarkah? Apa benar orangtua Odet menjadi sosok yang toxic? Selama ini Seda melarang keras Odet untuk diet dengan alasan Odet mudah lelah dan lemas. Seda beralasan bahwa mengonsumsi apa yang diinginkannya adalah salah satu cara membuat Odet tetap kuat.

"Tapi menurut ayah saya dengan diet akan membuat saya semakin mudah lelah, Pak. Saya nggak bisa fit—"

"Itu bukan excuse yang benar. Mulai besok, saya akan membuat jadwal kencan kita di gym. Saya akan tunjukkan bahwa dengan diet dan olahraga kamu akan mendapatkan bentuk tubuh yang proporsional dan tubuh yang bugar. Itu cara yang benar, bukan malah mendorong seseorang untuk makan semaunya sampai bentuk badannya melebar."

Odet menatap dirinya dengan menunduk. Satu pertanyaan yang membuat dirinya bingung adalah, "Apa aku seburuk itu?" yang tidak bisa keluar dari bibir perempuan itu sendiri.

Usianya bahkan sudah 28 tahun, tapi kenapa juga masih mempertanyakan mengenai bentuk tubuh dan terancam dengan penilaian orang lain dengan hal semacam ini?

"Sudah, jangan dipikirkan saja. Kamu pulang dan bersikap biasa saja. Kalo memang kamu nggak bisa menghindari untuk makan makanan berat, maka lakukan saja. Kamu masih bisa konsumsi makanan besar sekali sehari. Ingat, jangan berlebihan."

Seperti tersihir, Odet menganggukan kepalanya. Odet ingin tahu seberapa besar perubahan itu akan datang padanya. Odet juga ingin merasakan dipuji cantik, seksi, dan semacamnya. Ini akan membuat hidupnya berubah. Iya, kan?

"Good. Saya akan jemput kamu mulai besok, kirimi saya alamat rumahmu supaya peran ini semakin meyakinkan. Saya nggak akan main-main untuk membantu kamu, Odetta."

"Kenapa itu terdengar seperti obsesif, ya, Pak?"

Anggada menatap Odet dalam. Pria itu mendekat dan menutup jarak diantara mereka berdua. Odet tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri saat ini. Sebab ini adalah pertama kalinya bisa menyandang gelar kekasih dari seseorang dan menatap seorang pria yang mengajukan diri sebagai kekasihnya tanpa ajakan yang resmi.

"Saya akan perlihatkan pengalaman berhubungan dengan pria yang nggak akan kamu dapatkan dari mana pun."

Odet merinding ketika telapak tangan Anggada merangkum sisi wajah dan telinganya. Pria itu bahkan menaikkan dagu Odet hingga jarak bibir mereka begitu dekat. "Kamu mau mencoba berciuman dengan 'pacar' kamu ini, Odetta?"

[Don't expect too much di sini, ya. Aku gak akan bertele-tele menentukan siapa pasangan Odet pada akhirnya. Tapi sepertinya konflik di babak kedua cerita ini akan sedikit lebih kompleks dari bapak Seda dan ibu Odessa.]

ODETTA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang