Bima menunggu Odet untuk keluar dari rumahnya di pagi hari yang cerah ini. Ya, cerah bagi Bima yang merasa bahwa hubungannya dan Odet semakin berkembang. Memang mereka seperti kembali ke rutinitas awal dimana Bima sudah terbiasa menjemput dan mengantar perempuan ke mana saja asal Bima tidak diburu oleh pekerjaan. Sejak bersahabat, Odet tidak pernah masuk dalam daftar menjadi orang kesekian. Odet selalu Bima utamakan, meski di mulut pria itu menyatakan mama dan adik perempuannya adalah prioritas, tetap saja ketika Rosalia menyuruh Bima mengantar belanja dan Odet ingin bertemu, maka Bima akan mengutamakan putri pertama Seda Dactari itu.
Pandangan Bima menangkap seorang Odetta berjalan menuju mobilnya. Perempuan itu memang terlihat lebih ramping dari sebelumnya, Bima tersenyum karena setidaknya kehadiran Anggada bisa memberikan dampak positif bagi Odet yang semula begitu bimbang untuk 'kurus'. Walau sebenarnya Bima tidak pernah begitu mau ikut campur dengan apa yang Odet lakukan terhadap tubuhnya. Bukan karena tak mau peduli, tapi karena semua yang ada di tubuh perempuan itu adalah milik Odet sendiri.
Penyangkalan yang Bima lakukan sebenarnya karena dia merasa bahwa dia harus mengikuti standar yang ada. Tidak sadar bahwa selama bertahun-tahun dia sudah menerima apa pun bentuk tubuh Odetta hingga selalu memiliki jadwal berdua selayaknya pasangan kekasih. Sedangkan memiliki kekasih yang sudah mengikuti standar yang ada malah Bima abaikan.
"Kenapa senyum-senyum gitu?" tanya Odet yang merapikan poni menutupi dahinya hingga membuat perempuan itu terlihat lebih seperti anak kecil yang menggemaskan.
"Nggak nyangka bisa jemput kamu lagi."
Odet mencibir dengan segera. "Masih anggap aku sahabat, nih, ceritanya? Balik lagi kayak dulu?"
"Kok, malah nanya gitu? Aku pengen kasih kamu status baru, tapi kamunya aja baru putus semalem. Eh, udah putus, kan, Det? Kalo belum aku malah jadi selingkuhan kamu ini nanti."
Bima memang belum tahu cerita lengkapnya karena Odet enggan membicarakannya dulu untuk saat ini. Biasalah, perempuan akan membicarakan sesuatu jika sudah ingin, bukan ketika seharusnya mereka membahasnya sesegera mungkin supaya masalah selesai saat itu juga.
"Udah. Ya, aku yang bilang udahan, sih. Kayaknya pagi ini di kantor juga tetep bakalan drama."
"Nggak mau resign?" tanya Bima dengan tatapan serius pada Odet.
Putri Seda Dactari itu ikut menatap Bima lama sebelum menjawab, "Kamu kasih aku kerjaan kalo aku keluar?"
"Iyalah. Aku kasih kamu kerjaan yang terjamin semuanya."
"Terjamin apa aja? Aku mau tahu bonus apa aja yang bisa aku dapetin kalo bos nya sendiri yang nawarin kerjaan."
"Uang bulanan, gaji pokok, tunjangan kesehatan, tunjangan perawatan wajah, rambut, tubuh, pokoknya dari head to toe aku yang jamin."
Kening Odet berkerut dalam. "Uang bulanan sama gaji pokok beda?" Bima mengangguk tanpa keraguan. "Kerjaan apa yang tunjangannya kayak gitu?"
"Kerjaan yang sepenuhnya ngurusin aku, istriku."
"Hah?" Odet terkejut dengan jawaban Bima yang tidak terbaca oleh perempuan itu. "Kamu manggil aku istri?"
Bima tertawa melihat Odet yang sangat kebingungan. Pipi perempuan itu yang memerah membuat Bima ingin merusak riasan wajah itu sekarang juga. Jika tak ingat jam kerja, mereka mungkin akan kembali berciuman. Namun, Bima langsung teringat jika berciuman dengan Odet akan menimbulkan masalah pada dirinya. Jadi, dengan pikiran warasnya, Bima memilih mengatakan pada Odet niatan tersebut.
"Aku udah punya rencana buat nikah sama kamu begitu kamu mau."
"Ini bukan karena ada udang dibalik batu, kan?"
"Udang apaan? Ada juga belalai gajah yang aku sembunyiin supaya nggak macem-macem sebelum kita sah, Det."
Pikiran Odet masih terngiang-ngiang mengenai Anggada yang memanfaatkannya sebagai refleksi Sabrina, lalu Bima juga pernah menyangkal perasaan untuknya karena fisik. Apakah kali ini boleh Odet langsung mengiyakan ajakan Bima?
"Det? Masih skeptis sama aku?"
Odet tidak menutupi hal itu, dia lelah bermain kode-kode untuk ditebak."Masih takut kalo kamu punya keinginan lain dibalik ini. Kamu nggak punya pacar? Apa karena mama kamu makanya kamu mau nikah sama aku, Bim?"
Untung saja Bima belum mengemudikan mobilnya untuk membicarakan hal ini dengan Odet. Telat sedikit ke tempat kerja tidak akan masalah. Semoga saja nggak masalah kalo Odet telat.
"Aku serius mau nikah sama kamu. Udah capek juga cari-cari padahal di dalam hatiku maunya dan cocoknya juga di kamu. Aku udah lewatin fase bodohku, nggak enak jalanin apa -apa tanpa kamu. Kalo kamu masih ragu, aku bisa apa? Yaudah, jalanin aja dulu sampai kamunya yang sekarang siap. Aku tunggu kamu, nggak apa-apa."
Hening mengisi suasana di dalam mobil itu untuk sesaat. Odet sedang berpikir keras, sedangkan Bima sengaja menunggu perempuan itu berpikir dengan waktu yang ada.
"Aku juga udah capek drama begini. Rasanya kalo aku pikir-pikir hidupku baru mulai di umur ini, Bim. Galau, labil, uring-uringan. Lagi pula ... aku juga pengennya sama kamu, kok."
Bima merapatkan bibirnya untuk mencegah teriakannya sendiri karena merasa lamarannya diterima. Sebagai gantinya, pria itu mengangkat kedua tangan yang terkepal untuk meninju bagian atas mobilnya karena begitu bahagia.
Hal itu membuat Odet tertawa. "Bim? Kamu norak banget, sih?"
"Aku nikah, Det! Akhirnya kamu terima aku. Makasih, Det. Makasih angsa putihku!"
Bima tidak bisa menahan dirinya untuk tidak memeluk Odet meski akan ada yang dalam mode bahaya. Bima tidak peduli karena sekarang dia sangat bahagia.
"Kita nikah, Det. Makasih."
Odet mengangguki dalam pelukkan pria itu. Dia merasa bisa memutuskan untuk mengundurkan diri sekarang. Karena bekerja di bawah kepemimpinan 'mantan' tidak akan membawa dampak yang baik, kan?
[Bab 41 dan 42 sudah tayang duluan di Karyakarsa, ya. Happy reading 💜]
KAMU SEDANG MEMBACA
ODETTA [TAMAT]
ChickLit(repost) TERSEDIA EBOOK DI PLAYBOOK, DAN BAB SATUAN SERTA PAKET DI KARYAKARSA. Odetta memang memiliki nama yang serupa dengan tokoh Barbie kesukaannya. Putri angsa yang cantik. Sayangnya Odetta tak serupa dengan tokoh Barbie tersebut. Jauh dari perk...