49. ODETTA

3.4K 874 44
                                    

Saat pintu tertutup sempurna Bima langsung melontarkan ucapannya, "Ibu kamu mengejutkan juga, ya."

"Pengaruh ayah kayaknya," jawab Odet dengan santai. 

"Emangnya ayah sering keliatan begitu?" 

Odet terkekeh dengan pertanyaan Bima yang lucu. "Ya, keliatan suka godain ibu. Tangannya juga bisa megang pinggang ibu kalo pagi ibu di dapur dan aku nggak sengaja lihat. Ya, tahulah, ya dari siapa sikap ibuku bisa godain kita tanpa malu-malu lagi."

Bima ber-oh panjang dan mengikuti istrinya untuk duduk di ranjang ukuran king size yang tidak heran bisa ada di sana karena Seda selalu memastikan fasilitas untuk anak-anaknya. 

"Pijetin kaki aku, sekarang." Odet benar-benar menginginkan untuk dipijat oleh Bima. 

"Kenapa nggak panggil tukang urut? Aku bisa telepon sekarang kalo kamu bener-bener kecapekan, Det."

Perempuan itu menatap Bima dengan kernyitan dalam. "Kamu kayaknya nggak mau pijetin aku, ya? Kamu emang nggak mau, bukan karena nggak bisa."

Bima bergerak untuk memeluk istrinya yang merajuk, pelukan itu hangat dirasakan karena memang begitu yang mereka rasakan kini sebagai pasangan yang saling menyadari perasaan mereka masing-masing, bukan sahabat yang tidak mengerti makna cinta dan sibuk saling menyangkal isi hati mereka. 

"Yaudah pijetin!" Odet mendorong tubuh Bima karena sadar jika mereka mempertahankan 'kehangatan' ini, maka akan tercipta sesi yang akan membuat tubuh Odet semakin remuk.

"Kalo bukan enakkan malah sakit, aku nggak mau kamu salahin, ya?"

"Iya!"

Bima menuruti kemauan istrinya yang sudah tengkurap dengan santai. Sembari Bima memulai pijitannya, mereka mengisi dengan obrolan. 

"Kenapa nggak mau dipijet orang lain?" tanya Bima.

"Malu, Bim." Odet membalas dengan suara yang sedikit teredam oleh bantal. "Masa badan aku sakit semua gara-gara malam pertama terus minta pijet orang lain? Nanti kalo ditanya-tanya, aku malu."

Bima tertawa dengan jawaban istrinya yang ternyata tidak seperti bayangan Bima. "Aku pikir kamu sengaja nyuruh aku buat dapet sesi lainnya setelah di hotel, Det." Nada jenaka dari pria itu tidak bisa ditutupi. 

"Ah, pikiran kamu emang begituan, sih!" 

"Wajarlah. Sama istri sendiri."

Ada jeda yang cukup lama hingga Odet menyangga dagunya dengan tangan. Perempuan itu memikirkan sesuatu yang tidak bisa langsung diutarakan pada Bima. 

"Bim, aku boleh tanya sesuatu?"

"Hm, go ahead."

"Kamu tahu soal Anggada dan rencananya?"

Akhirnya pertanyaan ini akhirnya Odet buka. Sebenarnya bukan maksud Odet ingin membahas Anggada terus menerus, tapi dia ingin tahu kenapa Bima tidak menunjukkan bukti yang tepat hingga Odet percaya. 

"Kan, waktu itu aku udah kirim pesan soal Anggada. Aku juga kasih kamu masukan supaya nggak lanjut kerja di sana, tapi kamu nggak percaya dan ngerasa kalo aku yang mempermainkan kamu."

"Kenapa nggak lebih berusaha keras lagi waktu itu?"

"Dan bikin kamu makin kesel dan malah jauhin aku?"

Odet meringis dengan ucapan Bima. Memang benar, apa yang diucapkan Bima saat itu tidak akan ada yang dipercaya oleh Odetta dan justru akan membuat mereka membuka jarak semakin jauh. Odet mengakui bahwa keras kepalanya saat itu tak masuk akal dan mengesalkan. Andai saja Odet bisa lebih dewasa dengan mendengarkan Bima dan tidak buru-buru bersikap 'murahan' pada Anggada dengan menjadi kekasih pura-puranya, mungkin semua hal gila yang terjadi antara dirinya dan Anggada tidak akan terjadi. 

"Maafin aku, ya, Bim. Coba aja sehabis aku denger kamu ngomong kayak gitu sama mama kamu aku mau ngomong baik-baik, pasti kita nggak akan pake acara drama gila segala."

Bima menggerakkan tangannya dengan telaten dan membuat Odet mendesah nyaman. Dia sama sekali tidak keberatan untuk memijat tubuh istrinya, yang penting tidak disalahkan saja. 

"Nah, ini kamu mijetnya enak. Kenapa pake acara mau nelepon tukang pijet segala?"

"Ini mijetnya pake perasaan, makanya kamu ngerasain enak. Coba kalo nggak, kamu pasti marah-marah kayak mama kalo kakinya aku pijetin. Baru sekali pegang langsung teriak dan bilang berhenti."

Odet terkekeh, membayangkan hal itu terjadi pada dirinya. "Mungkin kalo aku punya anak juga bakalan aku suruh pijet dan aku omelin kalo nggak enak, Bim."

"Jangan kamu omelin anak-anakku, ya, Det. Aku bakalan kasih hukuman ke kamu kalo berani omelin mereka karena pijetannya nggak enak."

Odet mencibir dan menantang pria itu. "Emangnya kamu bakal hukum aku pake apa? Kamu yang ada malah nggak aku kasih jatah kalo berani ... Bimaaaa!" Perempuan itu langsung memekik dan tidak bisa diam di posisi karena ulah Bima yang tiba-tiba. "Bimaaa!"

Bima sengaja mengelitik tubuh Odet. Sudah lama rasanya tidak mendengar tawa Odet yang terbahak-bahak karena digelitik, bisa mendengar perempuan itu tertawa keras dengan kata-kata ampun nantinya adalah kesenangan bagi Bima. 

"Bim, ya ampun. Berhenti, Bim!" 

"Aku bakalan hukum kamu kayak gini kalo kamu berani omelin anak-anak kita nanti, ya." 

Odet tidak bisa fokus sepenuhnya dengan apa yang suaminya katakan karena sibuk berteriak dengan heboh. "Bima ... ampun, Bim! Ampun!"  Akhirnya Odet mengeluarkan kata ampun yang Bima inginkan, karena lucu sekali melihat istrinya meminta ampunan begini. 

"Janji nggak bakal omelin ..."

"Iya, iya, ampun, Bim!"

Bima tertawa puas tapi belum menurunkan tangannya untuk menggelitik tubuh Odet. Tepat saat Bima akan memberikan gerakan kelitik andalannya, pintu kamar Odetta digedor dengan keras. 

"ODET! KAMU KENAPA?! BUKA PINTUNYA, MBUL! KAMU DIAPAIN SAMA BIMA?!"

Sial. Seda pasti berpikir yang tidak-tidak saat ini. Bima merasa seperti buronan jika begini caranya. Duh, Om. Belum denger putrinya mendesah udah gedor pintu. 

ODETTA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang