"Dengar, aku nggak masalah dengan masa lalu kamu. Aku nggak mencari tahu karena memang aku nggak ingin."
Anggada memupus jarak membuat Odet mendongak pada pria itu.
"Kamu harusnya mencari tahu tentang Sabrina," ucap Anggada.
Pembahasan mereka yang semakin kemana-mana membuat Odet membalas, "Apa urusannya aku dengan Sabrina? Lagi pula harusnya yang dibahas saat ini—"
"Kamu jelas ada urusannya dengan Sabrina! Karena kamu mirip dengan adikku itu!"
Adik? Kini Odet mendapatkan satu jawaban atas siapa sosok Sabrina ini. Sudah betul jawaban yang diberikan Anggada yang sekarang menggebu-gebu itu. Lalu, pertanyaan lanjutannya adalah ... "Mirip dalam hal apa? Bisa kamu jelasin?"
Odet sebenarnya mengerti kemana arah ucapan Anggada mengenai kemiripan ini, tapi Odet jelas tak mau digantungkan dengan hal yang semacam ini. Dia muak karena sepertinya tidak ada yang benar-benar tulus padanya.
"Anggada Prabu, aku tanya kemiripan apa yang kamu maksud antara aku dan adikmu itu?!" Kali ini Odet sudah menaikkan nada suaranya. Benar-benar jauh dari Odet yang biasanya.
Seolah tersadar dengan kesalahan yang dilakukannya, Anggada langsung mengusap wajahnya dan menarik napas serta mengembuskannya berulang kali untuk mengatasi segala tumpahan emosi yang dorongannya berasal dari ingatan mengenai Sabrina. Setelah siap, dia mendekati Odet dan memeluknya tanpa memberikan jawaban pada perempuan itu mengenai kemiripan apa yang dimiliki antara Odet dan Sabrina.
"Maaf," ucap Anggada untuk menghentikan pertengkaran mereka. "Aku nggak bermaksud membuat kamu kecewa. Maaf."
Odet berada diambang kebingungan. Untuk sesaat emosi diantara mereka memuncak, lalu turun begitu saja tanpa adanya aba-aba. Anggada yang semula begitu kerasa mengungkapkan kalimat sekarang malah meminta maaf. Jujur saja Odet tidak mengerti dengan kepribadian yang dimiliki pria ini.
"Pertanyaanku bahkan belum dapat jawaban." Odet masih belum ingin menyudahi ini begitu saja.
Namun, Anggada memiliki cara yang tidak bisa Odet kendalikan. Pria itu mengecup kening Odet dan tertawa saat mengacak rambut Odet begitu saja. "Nggak usah dipikirkan. Bisa kamu sekarang bersih-bersih?"
Odet yang masih bingung memilih untuk menggeleng. "Aku mau sarapan."
Anggada menyetujuinya. "Aku belikan sarapan?"
Sekali lagi Odet menggeleng. "Makanan semalam dari Bima masih ada. Aku mau makan itu."
Odet membawa keluar seafood yang sudah Bima belikan semalam, begitu percaya diri ia berniat memanaskan makanan tersebut hingga bunyi brakk mengacaukan niatan Odet begitu saja. Matanya membelalak ketika mendapati seafood itu sudah masuk ke dalm tong sampah di dekat lemari pendingin. Anggada membuangnya.
"Apa-apaan?" ucap Odet dengan wajah yang menunjukkan rasa tak suka.
"Ingat komitmen kita untuk membuat kamu jadi bintang utama? Waktu berjalan, Odetta. Kamu nggak bisa begitu saja masuk ke perangkap Bimaskara untuk makan hidangan yang hanya membuat kamu bertambah gemuk." Anggada menarik kunci mobilnya yang semula diletakkan di atas meja makan Odet. "Aku akan beli makanan sehat untuk kamu. Cepetan mandi," ucap pria itu seolah tidak ada masalah yang ditimbulkan dengan bersikap demikian.
Odet menatap makanan kesukaannya yang sudah bercampur dengan sampah lainnya. Menitikkan airmata, Odet benar-benar tidak memiliki mood yang bagus untuk menjalani harinya dengan baik. Anggada merusaknya.
*
Bima sengaja untuk berkunjung ke rumah Odet pagi ini sebelum berangkat bekerja. Dia tahu ada mobil lain yang sudah pasti dia ketahui siapa pemiliknya, tapi Bima tak peduli, dia akan masuk sekarang ini untuk memastikan Odet sudah merasa lebih baik karena permasalahan permepuan itu semalam dengan ayahnya. Bima tahu betul Odet butuh teman bicara untuk mengurangi rasa sedihnya dan bisa menjalani hari dengan baik.
Namun, kedatangannya bertepatan dengan Anggada yang muncul dari dalam rumah itu dan menatap mobil Bima secara terang-terangan. Bahkan saat Bima turun dan berniat untuk masuk Anggada memiliki cara untuk menghalau.
"Selamat pagi, Pak Bimaskara! Luar biasa sekali saya bisa bertemu Anda di sini."
Bima masih berusaha untuk bersikap sopan dengan membalas basa basi Anggada. "Saya sudah lama kenal dengan Odet, jadi bukan hal yang aneh jika saya bisa bertandang ke sini, Pak Anggada." Bima menaikkan kedua alisnya dan memberikan kode gerakan berniat melangkah masuk, tapi Anggada menahan dada Bima.
"Berhenti menganggu kehidupan Odetta, Bimaskara."
Ini adalah hal yang membuat Bima ingin memukul wajah Anggada. Namun, hanya dirinya yang akan disalahkan jika memukul begitu saja. maka Bima putuskan untuk menikmati permainan kata ini.
"Ini bukan gangguan, Anggada. Ini kepedulian. Jika kamu cukup peduli dengan Odet, kamu akan tahu dia sedang nggak baik-baik saja dengan masalah yang sebenarnya berpusat dari pemikiranmu."
Anggada menyeringai ketika Bima mengatakan hal demikian. "Apa pemikiranmu masih begitu percaya diri mengira Odetta senang dipedulikan oleh sahabatnya yang selama ini memandang fisiknya dan keberatan menaruh rasa cinta pada si gendut?"
Bima tak suka dengan kalimat Anggada. "Jaga ucapanmu. Mengatai Odet di belakangnya adalah tindakan pengecut."
Anggada mendorong dada Bima dengan kedua tangannya. "Itu yang kamu lakukan hingga membuat Odetta kecewa. Sikap itu yang membuat Odetta tak butuh dipedulikan ... oleh pengecut sepertimu."
Bima mengeratkan rahangnya dan segera memukul wajah Anggada. Sayangnya Anggada tidak membalas sama sekali padahal Bima yakin pria itu bisa melakukannya. Ketika para tetangga datang dan menarik tubuh Bima, barulah dia sadar bahwa Anggada mempermainkan trik miliknya.
[Bab 33 & 34 udah tayang duluan di KK, ya. Bab 33 mulai merepet intimasi, yes.]
KAMU SEDANG MEMBACA
ODETTA [TAMAT]
ChickLit(repost) TERSEDIA EBOOK DI PLAYBOOK, DAN BAB SATUAN SERTA PAKET DI KARYAKARSA. Odetta memang memiliki nama yang serupa dengan tokoh Barbie kesukaannya. Putri angsa yang cantik. Sayangnya Odetta tak serupa dengan tokoh Barbie tersebut. Jauh dari perk...