HAPPY READING"Kalo tau kalian bakal keluar, udah bagus kita yang di apart aja," keluh Valen menatap Wulan dan Aileen bergantian.
"Rumahnya dimana?" tanya Gavin tiba-tiba.
"Siapa?" balas Valen.
"Dosen kalian, rumahnya dimana?"
"Oh pak Erlan, deket sama kampus kok," jawab Aileen, Gavin mengangguk singkat.
"Siap-siap Nan, Mami udah nelpon suruh balik," Aileen berdiri, mengemasi barang-barangnya.
"By, malam ini kita nginap dirumah kamu, ya?" Wulan mengangguk menyetujui, rumah orangtua-nya lebih dekat dari tempat ini, jika mereka pulang ke rumah mereka akan memakan waktu lama, Niken juga butuh tidur diatas kasur, tubuh mungilnya bisa pegal jika terus digendong.
"Nginap disini aja, gue udah beli bahan dapur, tinggal kalian masak aja," tawaran Gavin membuat Valen menghembuskan napas lega.
"Vin, tolong masukin mobil gue ke garasi," Gavin menangkap kunci mobil yang dilempar sahabatnya.
"Kita balik ya, selamat malam," pamit Aileen setelah menggemas pipi gembul Niken.
"Hati-hati di jalan." ucap Valen kemudian menutup pintu.
Aileen heran saat Gavin mengulurkan tangan. "Siniin tas lo," ucap Gavin.
"Gak berat, biar aku aja," balas Aileen santai, Gavin kembali memasukkan tangannya kedalam saku.
Keduanya berjalan santai sampai tiba diparkiran mobil, "Minggu depan gue udah mulai kerja lagi, lo bisa bagi waktu kuliah sama kerja kantor?" tanya Gavin saat keduanya masuk kedalam mobil.
"Bisa kok, aku dulu pernah kerja part time pas sekolah," balas Aileen kembali membuat Gavin mengangguk.
"Kalo rasa gak mampu bilang aja, gue gak masalah kerja sendiri tanpa sekertaris."
"Vin, aku udah tinggal, makan, hidup gratis dirumah paman Valdo, hanya dengan cara ini aku bisa balas kebaikan Papi kamu, walaupun ini gak seberapa tapi aku akan usaha sebaik mungkin," balas Aileen tidak bisa diganggu gugat.
Mobil melaju dengan kecepatan normal membelah jalan malam yang sunyi, memang ini yang harus dilalui menuju kediaman Almero yang berada diatas puncak, harus melewati jalan panjang dengan pohon-pohon yang menjulang tinggi dikiri dan kanan, dari pintu masuk gang sudah dipasang lampu yang menerangi sepanjang jalan.
Gavin memarkirkan mobilnya ditempat biasa, keduanya turun menghampiri Katrin yang belum juga tidur.
"Selamat malam, Bibi," sapa Aileen langsung memeluk Katrin.
"Makasih sayang," ucap tulus Katrin pada Gavin, pria itu hanya tersenyum dan mengangguk, Aileen terpaku dalam pelukan Katrin, Gavin tersenyum didepannya, bibir pucat itu melengkung tepat didepan matanya.
"Enam jam yang lalu Papi kamu berangkat keluar kota, ada rapat penting bersama rekan kerja katanya," ucap Katrin saat Gavin baru akan menaiki anak tangga.
Gavin menghembuskan napas pelan tanpa membalik badan, ia kembali melanjutkan langkahnya tanpa memedulikan perkataan Katrin.
Bajingan tetap bajingan. Batin Gavin.
~~~~~
Kamar yang sunyi gelap gulita tanpa penerangan, disudut kasur seorang pria tidur dengan posisi miring, pandangan kosong, dan pikiran yang sangat kacau.
"Ma? Apa kabar?" lirihnya mengusap sayang sebuah bingkai foto yang menampakkan wajah cantik seorang wanita yang tersenyum lebar, terlihat begitu bahagia.
"Kalo kita ketemu nanti, peluk Gavin yang erat, ya, soalnya Gavin kangen banget sama Mama," gumamnya dengan mata memanas.
Senyum yang ada difoto itu, adalah senyum terakhir, senyum Andrella, Mamanya, yang berusaha menyembunyikan rasa sakit fisik dan batinnya.
"Selamat malam bidadari surgaku." ucap Gavin sebelum benar-benar tertidur, ia menggenggam erat bingkai beserta sebuah kertas putih.
~~~~~
"Selamat pagi Bibi!" suara cempreng Aileen memenuhi seisi ruang makan. "Pagi Gavin," lanjutnya saat melihat Gavin juga sudah berada dimeja makan.
"Gimana tidurnya sayang, nyenyak?" tanya Kantrin sembari mengolesi selai diatas roti.
"Nyenyak banget, Ay mimpi ketemu Papa sama Mama," tangan Katrin terhenti saat mendengar ucapan keponakannya. "Mereka udah bahagia disana, Mama bilang gitu ke aku," sambung Aileen membuat Katrin tersenyum.
"Mi, Gavin jalan sekarang," pamit Gavin segera menyalin tangan Katrin.
"Vin?" panggil Aileen membuat Gavin menoleh. "Aku numpang boleh?" cicit Aileen sedikit tidak enak.
"Supir udah masuk hari ini," cara tolak Gavin membuat Aileen kikuk, mengapa sifat sepupunya itu berubah-ubah, kemarin banyak omong dan ramah sekarang menjadi seperti orang asing.
"Biar bibi anter, ya? Sekalian mau belanja kepentingan kuliah kamu," tawar Katrin membuat Aileen hanya bisa mengangguk. Aileen sangat penasaran dan ingin bertanya sebenarnya apa masalah didalam keluarga ini, namun sangat tidak sopan jika ia mencampuri urusan rumah tangga orang.
Dua mobil melaju meninggalkan pekarangan rumah, diujung gerbang utama mereka berpisah arah, mobil Gavin berbelok kekanan dan Katrin kekiri.
"Bi, nanti Ay pulangnya jangan dijemput, ya, Ay mau mampir dimakam Papa sama Mama," Katrin hanya diam tidak menanggapi.
Di Kantor, Gavin baru saja tiba dan langsung disambut dengan hangat oleh para karyawan Osvaldo, ini kedua kalinya Gavin menangani perusahaan Papinya setelah hampir dua tahun keluar negeri.
"Selamat pagi pak,"
"Pagi." balas Gavin, usianya memang tidak setua itu untuk dipanggil bapak namun peraturan kantor tetaplah peraturan. Ia duduk dikursi yang sudah lama ia tinggalkan, papan dengan tulisan Chief Executive Officer dengan nama Tn. Gavin Almero S.Mb dibawahnya menjelaskan bahwa meja ini khusus untuk dirinya. Pria bujang itu meneguk segelas teh hangat yang disediakan untuknya sambil menatap keluar jendela, rasanya seperti mimpi ia bisa kembali ke tempat ini, perusahaan yang dibangun Osvaldo bersama Andrella dari 0.
"Bantu Gavin ya Ma," ucapnya menatap nanar keatas langit.
Gavin merongoh saku jasnya, mengambil benda pipih dari dalam sana.
"Halo, ada apa Vin?" sapa seseorang begitu sambungan telepon terhubung.
"Pulang kampus lo langsung ke kantor, udah gue kirim lokasinya,"
"Hah? Kok mendadak gini, sih?"
"Sore nanti ada meeting bareng klien penting, lo mau gue pergi tanpa sekertaris?"
"Yaudah iya, kamu jangan marah-marah gitu bisa nggak?"
Tut.
Sambungan diputus Gavin sepihak, berbicara dengan Aileen hanya akan membuat darahnya naik turun.
"kenapa Ay?" tanya Wulan yang duduk disamping Aileen.
"Gavin nyuruh aku temenin dia rapat, aku kan belum pernah jadi sekertaris Lan, mana tau aku soal begituan! Apalagi meeting kali ini bareng klien penting," Aileen menutup wajahnya frustasi.
"Perusahaan yang ditangani Gavin kan perusahaan besar, emang bisa bawa sekertaris non-pengalaman?" Wulan sampai terheran-heran.
"Makanya itu!"
"Ay? Kok lo nangis?" Wulan terkejut saat mata sahabatnya mulai berkaca-kaca.
"Hari ini genap tiga tahun Mama aku pergi, rencananya aku mau ziarah ke makam Mama nanti sore," Aileen menatap hampa bucket bunga yang ada mejanya, bunga yang dibelikan Katrin tadi pagi saat mengantarnya. Wulan ikut prihatin dengan situasi Aileen saat ini.
"Gue tau gimana!" ide muncul dibenak Wulan membuat Aileen langsung menatapnya.
"Gimana?"
******
SABTU, 120222.
SEE U <3
KAMU SEDANG MEMBACA
GAVIN ALMERO [ COMPLETE ]
Romance"SINGKAT YANG SAKIT" SELAMAT MEMBACA. ⚠️DON'T COPY MY STORY!⚠️ Gavin Almero, putra tunggal pasangan suami istri yang sama sekali tidak ada kejelasan. Diusianya yang masih terbilang muda, dia harus menangani perusahaan keluarga yang dirintis dari baw...