𝐏𝐞𝐧𝐣𝐞𝐥𝐚𝐬𝐚𝐧 𝐄𝐫𝐥𝐚𝐧

405 36 0
                                    

Aileen berdiri disebuah halte dekat dengan gedung tempat ia bekerja, matanya menatap kearah mobil yang kini sudah lumayan jauh.

"Gavin itu vampir apa gimana, ya?" Ia mulai berasumsi ketika mobil yang ia perhatikan sedari tadi berbelok, pasalnya ia tidak pernah melihat wajah pria itu seperti manusia biasa, selalu pucat dengan tubuh yang dingin.

Tak lama kemudian, sebuah mobil terparkir tepat didepannya. Seorang pria keluar dengan pakaian santai.

"Udah lama nunggunya?"

"Enggak, baru sekitar sepuluh menitan," balas Aileen.

"Yaudah yuk," pria itu langsung membukakan pintu untuk Aileen masuk.

"Makasih, pak Erlan."

"Sama-sama," jawab Erlan begitu duduk dikursi kemudi, "Kita jalan," lanjutnya setelah Aileen selesai mengenakan sabuk pengaman.

Saat tiba di persimpangan jalan, Aileen mengerutkan dahi saat melihat mobil yang begitu ia kenal terparkir diseberang jalan, detik selanjutnya ia melihat seorang pria duduk bersama seorang perempuan di pinggir jalan, keduanya tampak begitu serasi.

"Soal perjodohan, itu untuk mempererat dua perusahaan. Saya sudah menolak, sebagai gantinya satu cabang milik perusahan orang tua saya jatuh ke tangan mereka, saham mereka paling besar dan sudah menuntut untuk dikembalikan sedangkan perusahaan keluarga saya sedang dalam masalah serius," jelas Erlan, ia yang menawari Aileen jemputan berhubung pria itu ada urusan didekat tempat Aileen tinggal, ditambah lagi Gavin sudah jarang pulang ke rumah.

"Kenapa gak diterima aja, pak?" Tanya Aileen hanya ingin mengetahui alasan Erlan, apalagi dengan keadaan kritis keluarganya, Erlan akan lebih meringankan beban dengan menerima perjodohan itu.

"Selain itu menelanjangi nama keluarga, sebagai pria saya juga punya pendirian. Menikah itu bukan hanya tentang harta, percuma punya ini itu tapi gak punya rasa saling mencintai," Erlan berusaha membuat Aileen mengerti dengan keputusannya, perempuan yang dijodohkan dengannya sama sekali bukan tipenya, angkuh, terbiasa hidup dengan kemewahan, sangat sulit hanya untuk meminta tolong dan berterima kasih.

"Semoga masalah keluarga bapak bisa cepat selesai, ya," tutur Aileen tulus, ia merasa Erlan semakin susah untuk digapai, bagaimana tidak, keluarga Erlan terlalu menomor satukan nama baik dan derajat dari pada perasaan, setelah bertahun-tahun ia menunjukan rasa tertariknya terhadap dosennya itu, baru sekarang ini Erlan terbuka mengenai keluarganya, dan itu membuat Aileen sadar akan dirinya, membuat Aileen tahu apa alasan Erlan tidak pernah merespon perasaannya.

"Saya sudah punya pilihan sendiri." Satu kalimat Erlan membuat jantung Aileen berpacu tak karuan. "Setelah waktunya tiba, saya akan langsung melamarnya," lanjut Erlan.

"O-oh ya? Bagus dong," gagap Aileen.

"Hmm."

Mobil berhenti tepat didepan gerbang masuk rumah, Aileen langsung membuka pintu disebelahnya, hal yang selalu ia lakukan tanpa menunggu Erlan yang harus turun membukanya.

"Makasih banyak, pak." Ujar Aileen kemudian menutup kembali pintunya. Erlan hanya mengangguk kemudian memutar mobilnya, setelah menekan klakson ia langsung melaju dengan pandangan dikaca yang ada diatas kepalanya, memerhatikan gadis cantik yang kini melambai tangan sambil tersenyum lebar.

"Saya harap kamu bisa sabar menunggu waktu itu tiba, Ay." Tutur Erlan, ia langsung kembali pulang, tidak ada urusan apapun yang harus ia lakukan disekitar sini.

*****

"Gue mau liburan, lo gak ada niatan buat resfreshing dikit gitu?" Tanya Wulan sambil menikmati cake matcha kesukaannya. Ia dan Aileen sedang berada di sebuah restoran yang bangunannya seperti di era 80-an, classic, berhubung ini hari minggu.

"Ya kamu tau sendiri lah, Lan. Aku kan sekarang udah kerja bareng Gavin," jawab Aileen tak bersemangat, dia sangat ingin liburan karena saat kembali masuk kampus mereka akan sibuk mempersiapkan diri untuk skripsi.

"Loh, emang Gavin gak cerita? Kan dia juga ikut liburan bareng kita," Wulan heran, pasalnya yang merencanakan liburan ini adalah Gavin dan suaminya.

"Hah? Beneran? Gavin gak bilang apa-apa sama aku," Aileen sedikit terkejut, padahal kemarin seharian dia dikantor bersama sepupunya itu, "Oh pantes aja! Semalam aku lihat Gavin ketemuan sama seseorang, cewek, kayaknya pacarnya," Aileen yakin Gavin sudah mengajak pacarnya.

"Gimana ya Ay, gue bingung," Wulan ingin mengajak Aileen namun yang merencanakan ini adalah Gavin dan Valen, tidak mungkin Aileen off tanpa sepengetahuan Gavin sebagai atasannya di kantor.

"Gak papa, selama kalian liburan kayaknya aku bakal fokus ngetik, deh. Kan pak Erlan juga lagi berlibur sama keluarganya," Aileen menguncir rambut panjang yang sengaja ia biarkan tergerai, ia terlihat manis dengan make up tipis dan pakaian simpel yang melekat ditubuhnya, rok cokelat pendek, kameja cream overzise, dan sepatu putih. Katrin memang menjamin kehidupan keponakannya itu.

"Oh iya, cerita lo udah sampe mana?"

"Bentar lagi ending,"

"Sad apa happy end?

"Alurnya kan emang dibikin sedih, tapi kalo yang baca beneran merasa masuk dalam ceritanya, ya tetap ngerasa kalo endingnya itu yang terbaik," jelas Aileen.

"Yaudah, tetap semangat bestie!" Wulan mencubit sayang kedua pipi sahabatnya.

Dimana pun Aileen berada, imajinasinya akan tetap berjalan, segala hal yang terjadi disekitarnya bisa menjadi referensi untuk alur ceritanya. Seperti sekarang ini, dia bahkan sudah memiliki ide cemerlang untuk mengakhiri cerita yang dibuatnya beberapa bulan lalu.

Aileen memiliki hobby berimajinasi, dari kelas satu SMP dia memang sangat suka dengan puisi, seiring waktu berjalan dia memilih untuk berkarya, apalagi dirinya yang seorang introvert, membuat dia sulit berbagi cerita dengan orang sekitar dan memilih menceritakan masalahnya dalam bentuk tulisan, merealisasikan apa yang ia inginkan dalam sebuah karya abadi.

"Lan, kalo kamu jadi salah satu tokoh dalam karya aku, kamu mau karakter yang kayak gimana?"

"Apapun, asal bukan pelakor hahaha,"

Keduanya tertawa menarik perhatian beberapa pengunjung.

"Aku banyak sedihnya disini, tapi dicerita ini, aku bakalan jadi orang paling bahagia." Begitulah, Aileen akan merealisasikan apapun yang tidak dapat ia genggam di kehidupan nyata dalam karyanya.

"Hp lo nyala tuh," ucap Wulan.

"Lan, pak Erlan ngajak dinner besok!" Wulan melayangkan ekspresi konyol mendengar itu.

"Untung ajakannya dinner, jadi bisa pergi pas pulang kerja deh," gumam Aileen sambil cengar cengir kuda.

"Kenapa manggilnya bapak sih, Ay? Kan diluar kampus, lagian cuma beda 3 tahun doang," protes Wulan.

"Aneh aja kalo manggil nama doang. Lan pulang yuk, aku mau pilih baju buat dipake besok," ajak Aileen segera berdiri dengan semangat sambil menarik tangan sahabatnya, Wulan merotasikan bola matanya malas namun tetap mengikuti langkah Aileen.

Keduanya masuk ke dalam mobil, "Gue tau lo lagi berbunga-bunga tapi jangan lupa berhenti kalo lampu merah." Peringat Wulan saat mobil mulai melaju, saat menyetir dengan keadaan dilanda asmara, Aileen sering berhenti tiga meter didepan mobil lainnya saat lampu lalu lintas berwarna merah.

"Iya iya!" Baru keluar area restoran langsung dihadang lampu lalu lintas, seperti biasa, mobil Wulan on top paling depan membuat yang punya memijat pangkal hidung frustasi.

"Iya iya!" Wulan memeragakan kembali jawaban Aileen 10 detik lalu.

*****

SABTU, 050322.

GAVIN ALMERO [ COMPLETE ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang