𝐰𝐡𝐚𝐭'𝐬 𝐫𝐞𝐚𝐥𝐥𝐲 𝐠𝐨𝐢𝐧𝐠 𝐨𝐧

288 31 0
                                    

Mobil melaju membelah keramaian kota metropolitan yang lumayan padat.

Menepi tepat dipinggir jalan, "Bahan dapur habis, makan disini aja," ucap Gavin turun dari mobil, Aileen ikut keluar.

"Makan apa?" tanya Gavin.

"Ayam lalapan aja,"

"Ayam lalapan dua, satunya gak pake cabai," ucap Gavin pada mas-mas penjual, Aileen tersenyum mendengarnya.

"Vin, kamu belum balik ngantor?" tanya Aileen, dia juga punya tanggung jawab sebagai sekertaris.

"Besok."

Selesai dengan makan malam, Gavin singgah di salah satu super market membeli berbagai macam bahan dapur.

Pesan masuk diponsel Aileen membuatnya harus kembali memutar otak, uang masuk dari Katrin yang baru saja mentransfer ke rekening miliknya.

"Padahal uang aku masih ada, tabungan juga masih banyak," gumamnya.

Aileen menghampiri Gavin yang berdiri didepan box ice cream, membuatnya ingin menghilang detik ini juga.

"Udah?" Aileen mengangguk, dia sudah memasukan berbagai macam snack kedalam troli, troli yang didorong Gavin kini dipenuhi dengan cemilan milik Aileen. Bahan dapur ada di Kerancang mini yang di tenteng Aileen.

Gavin membayar semua belanjaan, Aileen dengan cepat meraih tiga kantong plastik besar yang isinya cemilan miliknya membuat Gavin menatapnya horror.

"Tolong bukain pintu belakang Vin," pinta Aileen, tangannya penuh.

Setelah selesai, mobil kembali melaju untuk pulang.

Tanpa keduanya sadari, seseorang sedang memperhatikan mereka dari dalam mobil, "Gadis bodoh!"

"Mobil Paman!" ucap Aileen antusias saat melihat mobil Osvaldo terparkir digarasi, dia segera keluar dan berlari masuk kedalam rumah.

"Bibi?" panggilnya mencari-cari keberadaan Katrin.

"Bibi kamu gak ikut pulang," Aileen menoleh ke sofa ruang tengah mendapati Osvaldo duduk sambil menonton Tv. Gavin yang baru saja masuk juga ikut mendengar hal itu.

Gavin mengisyaratkan Aileen ikut dengannya, meletakkan belanjaan mereka didalam kulkas.

"Vin?"

"Gue juga gak tau." balas Gavin paham betul apa yang akan dikatakan Aileen.

Aileen semakin merasakan kejanggalan dirumah ini, namun dia tidak ingin bertanya lebih banyak pada Osvaldo.

"Mandi, biar gue yang masak," titah Gavin, Aileen menurut, ia berjalan gamblang menuju kamarnya. Sudah kesekian kali Aileen menelepon Katrin, namun tak kunjung diangkat walaupun masuk.

"Sebenarnya ada apa, sih?" gumamnya meraih handuk dan masuk kedalam kamar mandi.

Sekitar satu jam, Aileen keluar dari kamarnya, ia turun ke lantai bawah menuju ruang makan. Tidak ada makanan.

"Vin?" juga tidak menemukan Gavin ditaman belakang maupun dikamar pria itu, pintu kamar mandi juga tidak dikunci.

Samar-samar Aileen mendengan suara dari lantai atas, tepat diruang kerja Osvaldo, ia kembali naik.

"Dimana Mami?!" geraman Gavin terdengar begitu jelas.

"Bukan urusanmu," timpal seseorang, tak lain adalah Osvaldo.

"GUE TANYA DIMANA MAMI?!" gebrakan meja terdengar.

"Dasar anak kurang ajar!" tamparan keras melayang di pipi Gavin, Aileen mengintip dibalik pintu yang sedikit terbuka.

"Mau tau dimana dia? Di rumahnya, saya muak dengannya!" tegas Osvaldo mencengkram erat wajah Gavin.

Cih.

"Bajingan menjijikan," Gavin meludah didepan Osvaldo.

Dengan murka Osvaldo membuka ban dipinggangnya, ia menghantam putranya tanpa henti. Melihat Gavin yang tak berdaya diatas lantai, Aileen mendorong pintu sampai terbuka lebar.

"Hentikan Paman!" teriak Aileen sedikit gemetar, melihat Osvaldo yang berjalan dengan napas memburu mendekati Aileen, Gavin dengan tertatih berdiri, ia berlari menggenggam erat jemari Aileen, membawa gadis itu keluar dari rumah.

"GAVIN!"

Gavin mengunci Aileen didalam mobil, ia kembali kedalam rumah, tidak lama kemudian ia keluar membawa koper besar, wajahnya babak belur.

Mobil kembali melesat dengan kecepatan tinggi meninggalkan kediaman Almero, Gavin berulang kali terbatuk saat mengemudi, ia sesekali menoleh ke arah Aileen yang duduk mematung disampingnya.

Aileen terkejut saat Gavin menghentikan mobilnya secara tiba-tiba, pria itu turun dan kembali dengan sebotol air mineral.

"Minum," titahnya, Aileen meneguk air itu sampai tandas, tidak tersisa sedikitpun.

Lima belas menit kemudian, mereka tiba didepan gedung apartemen tempat Gavin tinggal.

Gavin menarik koper yang tadi ia bawa, tak lupa ia kembali menggenggam jemari Aileen yang kini gemetar dan berkeringat dingin.

Tiba di kamarnya, Gavin membuka koper itu, baju-baju milik Aileen berada didalamnya dimasukkan secara acak, beberapa map, dan juga foto seorang wanita yang terlihat begitu cantik. Terbayar sudah rasa penasaran Aileen tentang bagaimana tampilan mendiang Andrella, Mama Gavin.

"Lo gak usah balik lagi kesana," kata Gavin.

"Gavin, Bibi–"

"Gak usah khawatir, Mami baik-baik aja," potong Gavin membuka kaos yang ia kenakan menampakkan luka-luka sobek dipunggungnya, Aileen mengatup mulut rapat-rapat menahan tangis, ia tidak tega melihat keadaan Gavin.

"Bisa bantu olesin?" Aileen mengangguk mantap, dengan cepat meraih obat merah yang diberikan Gavin.

Air mata Aileen tak henti mengalir saat mendengar ringisan-ringisan tertahan Gavin.

"Lain kali jangan kayak gini, Vin," ucap Aileen dengan bibir bergetar membuat Gavin tertegun.

"Iya."

Setelah selesai, kini Gavin tidur di kamarnya, sedangkan Aileen duduk disofa dengan mata terus menatap layar ponsel, berharap Katrin mengangkat teleponnya.

"Qinan?" lamunan Aileen buyar saat Gavin memanggilnya dari pintu kamar.

"Kenapa?"

"Udah jam satu, tidur," Aileen mengangguk.

"Lo di kasur, gue di sofa." jelas Gavin.

"Eh gak papa, malam ini kita tidur seranjang aja, luka kamu bisa perih kalo tidur di sofa," ujar Aileen merasa tidak enak.

"Hmm," Gavin naik keatas ranjang, namun pria itu tidak tidur, dia duduk bersandar dikepala kasur dengan pikiran melayang.

Apa maksud Tuhan ngelibatin dia dalam keluarga ini? batin Gavin menatap gadis disampingnya.

*****

SABTU, 120322.

GAVIN ALMERO [ COMPLETE ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang