𝐒𝐀𝐇

645 35 0
                                    

Satu minggu kemudian.

Kediaman Almero sangat ramai dari pagi hari sampai sore ini. Aileen dan Wulan duduk diatas kasur sambil memilih beberapa riasan wajah yang akan mereka pakai. Valen berada dikamar Gavin, sedangkan Osvaldo dan Katrin sibuk bermain bersama Niken diruang tengah.

"Ay, cincinnya bagus banget," ujar Wulan saat melihat sepasang cincin perak tadi.

"Iya, itu dipesan Bibi sama temannya," balas Aileen, ia juga suka dengan model simpel pilihan Gavin.

"Lo yakin, akan mengumumkan pernikahan kalian hari ini?" Wulan sudah berkali-kali menanyakan hal itu dan ia mendapat jawaban yang sama dari Aileen.

"Yakin." jawab Aileen menatap kosong ke depan.

"Yaudah, terserah lo aja, yang penting sahabat gue bahagia, gue juga bahagia!" keduanya saling berpelukan.

"Valen?" Valen yang duduk bersila diatas kasur, menatap Gavin yang memanggilnya, pria itu duduk didepan meja tempat laptop bertengger. "Gue bahagia, sahabatan sama lo." Valen mengerutkan dahinya mendengar penuturan Gavin yang tiba-tiba, pengakuan pertama setelah sepuluh tahun mereka bersahabat.

"Masa sih? Kalo gitu ayo berpelukan!" Valen menimpali seperti pria setengah matang membuat Gavin bergidik ngeri dan keluar meninggalkan Valen sendiri.

"Hahaha!" Valen tertawa lepas mengikuti Gavin.

"Ken," Niken turun dari pangkuan Osvaldo, ia masuk dalam pelukan Gavin.

"Pae," Niken melihat Valen yang ikut keluar dari kamar.

"Ken, coba panggil Pae, Papa." titah Gavin membuat Niken menggeleng, "Ken."

"Pae-pa!" ucap Niken cepat saat melihat wajah serius Gavin, namun panggilan Niken barusan membuat Wulan dan Aileen yang menuruni tangga tertawa keras, begitu pun dengan Osvaldo dan Katrin. "Lanlan!" Niken melepas diri setelah mengecup pipi Gavin, ia masuk dalam dekapan Wulan.

"Acaranya di mulai jam tujuh malam, kalian sudah boleh bersiap-siap." ujar Osvaldo, di taman belakang rumah yang besar kini sementara didekorasi oleh beberapa orang yang disewa Osvaldo, juga ada beberapa mobil yang terparkir didepan rumah membawa pesanan catering.

Gavin dan Aileen sama-sama menatap sebuah foto berukuran besar yang menempel di dinding ruang tengah, didalam foto itu ada Gavin dan Aileen yang memegang sebuah buku dan memperlihatkan tangan keduanya. Foto pernikahan mereka berdua yang dilangsungkan secara privat tiga hari lalu, hari ini hanyalah bentuk formalitas.

Setelah beberapa jam, Katrin masuk ke dalam kamar Aileen, "Mbak? Masih lama?" tanya Katrin pada seorang jasa MUA yang sedang merias wajah Aileen dan Wulan.

"Sebentar lagi," jawab orang itu, Katrin mengangguk. Tampilannya begitu elegant malam ini.

"Tamu dibawa udah nunggu, kalo udah selesai kalian berdua langsung turun, ya?" Aileen dan Wulan mengangguk dengan mata terpejam. Katrin turun bersama Osvaldo yang kini menggenggam tangan mungil Niken, bocah itu terlihat begitu lucu dengan jas putih kecil yang melekat ditubuh mungilnya, mereka menjadi pusat perhatian para tamu undangan yang baru memasuki pintu rumah menuju taman. Tidak lama kemudian, Aileen dan Wulan ikut keluar mendapati Gavin dan Valen yang sudah menunggu ditangga paling bawah.

Mereka berjalan bersama menuju panggung utama, tatapan kagum dari banyaknya para tamu undangan mengarah kepada dua pasangan yang kini sudah berada diatas panggung. Kue besar berada ditengah-tengah taman, kue ulang tahun sekaligus tunangan.

Tiba pada penyematan kembali cincin dijari manis, keduanya berdiri didepan kue itu, Gavin segera mengambil mic yang ada ditangan MC.

"Selamat malam. Pertama-tama saya mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak, Ibu, rekan sekalian karena sudah meluangkan waktu untuk hadir malam ini disini. Saya, Gavin Almero putra tunggal Osvaldo Almero dan Katrin Milaneva dengan sungguh-sungguh berjanji, selagi napas saya masih berhembus, saya akan selalu menjaga dan membahagiakan perempuan didepan saya, Aileen Qinan Lethesia, istri pertama dan terakhir saya." Katrin mengangkat wajahnya yang menunduk saat mendengar pengakuan Gavin tentang dirinya.

Keduanya saling memasangkan cincin itu, walaupun dengan hati bimbang, Aileen berhasil menyematkan cincin dijari manis Gavin.

Setelah melakukan permohonan sebelum meniup lilin, potongan kue pertama, Gavin menatap kosong piring kecil ditangannya.

"Gavin?" Aileen membuyarkan lamunan Gavin, pria itu berjalan dengan mantap kembali naik keatas panggung, berdiri gagah didepan Osvaldo.

"Makasih banyak, Papi." ucap Gavin membuat Osvaldo langsung meraih sapu tangan dari dalam saki, mengusap matanya yang mulai berkaca-kaca, terharu. Ia menerima suapan pertama dari putranya dengan bibir bergetar. Gavin bergeser sedikit, berdiri didepan Katrin.

"Kalau belum terlambat dan masih mungkin, Gavin mohon, Mami lebih sabar lagi, pertahankan pernikahan kalian." Tidak seperti Osvaldo, Katrin meneteskan air matanya menyambut suapan Gavin sambil mengangguk mantap. "Ini bayaran yang diminta Papi karena dia udah nge-handle pernikahan privat Gavin." bisik Gavin membuat Katrin sedikit terkejut.

Gavin kembali turun menghampiri Valen dan Wulan yang duduk bersama Niken. Suapan untuk Valen, Wulan, dan juga Niken. "Makasih udah jadi bagian dari hidup gue." ucap Gavin membuat pasutri itu tersenyum, Gavin berlalu menghampiri Aileen setelah mengacak rambut Niken.

"Lo milik gue sekarang." bisik Gavin sebelum menyuapi Aileen.

Giliran Aileen, "Makasih banyak, Gavin." Gavin tersenyum, senyum tulus untuk gadis didepannya, ia menerima suapan Aileen dengan hati gembira, ia bahagia, sangat-sangat bahagia.

Disalah satu kursi tamu, Erlan menatap datar pasangan yang kini terlihat begitu bahagia.

Kamu sekarang milik orang lain, Ay. batin Erlan.

"Akhirnya, lo bisa merasakan bahagia, walau hanya sementara, Gavin." gumam seorang gadis dengan senyuman, gadis yang sama, yang sering bertemu dengan Gavin.

Satu per satu tamu undangan mulai kembali ke rumah masing-masing setelah beberapa jam makan bersama dan saling bersalaman tangan dengan keluarga. Tersisa beberapa rekan Osvaldo yang berada di dalam rumah.

Di taman belakang, ada dua orang yang saling berbagi kasih, Gavin tidur menjadikan paha Aileen sebagai bantal, keduanya menatap langit malam penuh bintang.

"Qinan, lo bahagia?" tanya Gavin menatap Aileen, Aileen memalingkan wajahnya, genangan air mata memenuhi pelupuk matanya. "Gue bahagia." ucap Gavin.

"Orang yang udah bantu gue dua belas tahun lalu buat anter Mama ke rumah sakit, itu adalah Papa Erlan. Alasan kenapa gue minta Papi nutup kasus ini." jelas Gavin, Aileen memejamkan matanya berusaha menahan isakan.

"Nangis aja, Qinan, jangan ditahan." Isakan meloncat dari bibir Aileen, isakan itu terdengar pilu untuk Gavin, namun pria itu hanya tersenyum lebar.

"Cincin ini jangan dilepas, ya? Cantik banget dijari kamu." Aileen menangis kencang saat ini mendengar ucapan Gavin barusan, kamu.

"Gavin– kamu..., kamu jahat banget!" Aileen berucap dengan bibir bergetar, ia memukul-mukul pelan dada Gavin.

"Hehe, iya aku jahat, maaf." Gavin bangkit dari posisi tidurnya, "Bisa peluk aku, Nan? Peluk yang erat." pinta Gavin, Aileen yang berlinang air mata langsung mendekap erat tubuh kekar Gavin, pelukan itu sangat erat, dia tidak ingin melepaskan pelukannya itu.

"Qinan?" Aileen tidak menjawab, ia terisak dipundak Gavin, "Aku mau nagih janji kamu waktu ajak aku ke acara pertunangan Erlan sama Jessie." ucap Gavin yang duduk menyandarkan punggung disandarkan kursi. "Kamu harus lakukan satu permintaan aku." Aileen menggeleng erat, isakannya semakin pilu.

"Tapi sebelumnya, aku mau ngucapin terima kasih banyak karena kamu udah hadir sebagai pelangi di hidupku, terima kasih sudah memberikan kesempatan untuk aku bahagia, sangat bahagia." Gavin mengusap lembut Surai Aileen membuat Gadis itu menangis lebih kencang. "Sekarang kamu udah terikat dengan kita, jangan pergi lagi."

"Aku cinta kamu, Qinan, karena aku cinta kamu, kamu harus hidup bahagia disini, harus." ucap Gavin memejamkan matanya perlahan, dia lelah seharian ini.

"Lupain aku, itu permintaanku."

Tangis Aileen berhenti seketika, ia mematung ditempatnya.

✓✓✓✓✓

GAVIN ALMERO [ COMPLETE ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang